Chapter 43 - Ranjang Berderit

308 7 0
                                    

Malam semakin larut. Hawa dingin masuk tanpa bertanya lewat celah jendela kamar Sean yang tidak rapat.

Xavia mulai menggigil kedinginan. Tangannya mencari-cari kehangatan.
Ia membenamkan wajah di antara dada bidang Sean yang terasa hangat dan nyaman. Semakin erat ia memeluknya.

Sean terjaga saat merasakan deru napas hangat Xavia yang menyerbu ceruk lehernya. Perlahan matanya terbuka.

Bibirnya mengulas senyum melihat Xavia mendekapnya. Perlahan ia melingkarkan tangan pada punggung Xavia. Ditekan punggung itu semakin rapat padanya.

Xavia pun terjaga. Matanya terangkat ke wajah pria yang mendekapnya. Sean sedang menatapnya. Pipi gadis itu jadi kemerahan. Xavia segera menyembunyikan wajah kembali ke dada bidang Sean yang polos.

"Xavia, maafkan aku. Aku lupa memakai piyama. Sekarang aku sangat kedinginan," ucap Sean pelan.

"Tak apa." Xavia menjawab. Telunjuknya menelusuri dada bidang yang polos di hadapannya. Bibirnya tersenyum gemas melihat tanda lahir Sean di dada kiri. Ia mencubitnya dengan acuh.

Sean mengerang pelan. Tangannya mencekal lengan Xavia.
Ia menatapnya. "Xavia, jangan membangunkan ular yang sedang tertidur," bisiknya.

"Ular?" Xavia menatapnya heran.

"Sudahlah! Ayo tidur!"

Sean kembali merekatkan kedua tangannya ke punggung Xavia. Namun, gadis itu tampak kesulitan untuk tertidur. Matanya kembali terbuka melihat Xavia."Kenapa tidak tidur?" tanyanya.

"Tak bisa," jawab Xavia acuh.

Sean tersenyum tipis. Tingkah istrinya benar-benar membuatnya gemas. "Apakah kamu menginginkan sesuatu?" tanyanya sambil membelai rambut panjang Xavia yang memenuhi bantal.

Gadis itu tidak menjawab. Hanya memalingkan wajah dan segera bangkit. Sean menyusulnya bangkit. Kini keduanya duduk bersisian di tengah ranjang yang sempit.

Bahkan ranjang itu berderit jika terjadi gerakan di atas kasurnya. Benar-benar ranjang yang sudah reod dan sangat sempit. Mana mungkin mereka bisa melakukan aktivitas lebih daripada sekedar tidur di ranjang itu.

"Xavia ..."

Sean meraih jemari gadis di sampingnya. Bibirnya tersenyum saat Xavia menoleh. Tangannya membelai rambut panjang Xavia yang lembut bagai sutra. Hitam pekat dan membuat wajah gadis itu tampak bersinar.

Xavia hanya memejamkan matanya menikmati sentuhan intim Sean akan wajahnya. Pipinya disentuh dengan lembut, lalu turun ke dagunya. Jantung Xavia berdegup kencang.
Ah, tidak! Apakah Sean akan menciumnya? Dia dibuat sangat gemetaran.

Sean menatap wajah Xavia begitu intim. Jantungnya turut berdebar-debar. Perasaannya semakin kacau. Ia menginginkan istrinya malam ini.

Apakah Xavia akan marah?
Atau sang istri pun menginginkannya? Entahlah, yang pasti bibir ranum itu benar-benar membuatnya tak tahan.

"Xavia," bisik Sean ke wajah sang istri.

Membuat mata gadis itu mulai terbuka. Menampilkan sepasang iris hijau yang sangat indah. Sean semakin menginginkannya. Perlahan ia memajukan wajah. Semakin dekat dan dekat. Matanya mengincar bibir ranum kemerahan di hadapannya.

Xavia menurunkan pandangan.
Sean akan segera memberinya ciuman. Tubuhnya semakin gemetaran. Bibir tebal itu hampir sampai padanya. Perlahan matanya dipejamkan. Tak ada yang dapat menghentikan momen ini.

Namun, saat keduanya hampir saja meneguk cawan kenikmatan surgawi dari telaga cinta sebuah ciuman, tiba-tiba saja terdengar suara ranjang yang berderit kencang. Cukup kencang seperti suara terompek karnaval di pekan raya kota.

MENANTU MISKIN PRESDIR (return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang