Mobil sport warna merah yang dikemudikan oleh Janied menepi di area basement gedung apartemen elit di pusat kota.
Janied tersenyum tipis pada Xavia yang sedang melepaskan seat belt yang melingkar di tubuhnya. Saatnya tiba, di mana ia akan membalas rasa kesalnya pada Xavia karena gadis itu sudah menamparnya tempo hari.
"Ayo, jangan sungkan!"
Janied menggiring Xavia dan Nyonya Hernandez memasuki pintu unit apartemennya. Bibirnya tersenyum smirk diam-diam melihat mangsanya sudah masuk perangkap.
Nyonya Hernandez memindai seisi ruangan unit apartemen Janied. Mewah dan berkelas. Bahkan apartemen ini jauh lebih luas dari rumah-rumah di pusat kota.
Tuan Muda Caldwell memang orang kaya dan memiliki banyak uang. Bibirnya mengulas senyum. Dia merasa beruntung karena bertemu dengan Janied tadi.
"Xavia, sebaiknya kamu bawa ibumu untuk beristirahat. Di sini ada banyak kamar tamu yang kosong, kalian bisa menempatinya," ucap Janied. Gelagatnya tidak mencurigakan.
Ia terlihat seperti seorang malaikat penolong malam ini.Xavia mengangguk. "Terima kasih," ucapnya lalu mengajak ibunya menuju kamar tamu yang dimaksud oleh Janied.
Sementara pria itu hanya memandangi punggung mereka sambil menyipitkan mata. Kapan wanita tua itu akan tertidur?
Setelah itu ia akan melakukan sesuatu pada Xavia. Gadis itu tida akan bisa kabur darinya kali ini."Istirahatlah, Mom."
Xavia tersenyum tipis sambil menarik selimut tebal hingga menutupi setengah tubuh Nyonya Hernandez yang sedang berbaring di tengah ranjang.
"Xavia, apakah kamu sudah tidak mencintai Janied lagi?"
Gadis berpakaian dress selutut warna biru muda yang sedang duduk di tepi ranjang dibuat terkesiap mendengar pertanyaan sang ibu.
Xavia menatap heran pada Nyonya Hernandez. "Kenapa Mommy bertanya seperti itu? Bahkan aku masih istrinya Sean."
Tangan Nyonya Hernandez meraih jemari Xavia. Ia menatapnya dengan lembut.
"Sweetie, aku ingin melihatmu bahagia dengan Tuan Muda Caldwell, bukan dengan anak pelayan itu. Bahkan, Sean sudah menipu ayahmu dan meninggalkan dirimu. Apa mungkin kamu masih mencintainya?"
"Mom, semua itu sudah berlalu. Meski Sean sudah membuatku kecewa, tapi aku tidak mungkin bisa dengan mudah membuka hatiku untuk pria lain, meski pria itu adalah mantan pacarku sendiri." Xavia menjawab, lalu diraihnya jemari sang ibu dan dikecupnya.
"Istirahatlah, jangan pikirkan apa pun lagi. Esok kita akan berangkat ke Salvador," lanjutnya.
Nyonya Hernandez hanya mengangguk."Kamu juga tidurlah," ucapannya sambil mengusap pipi Xavia.
Pendar mata itu meredup melihat putrinya tersenyum. Dia sungguh tidak tega melihat Xavia menderita seperti ini. Sean benar-benar keterlaluan! Bisa-bisanya anak pelayan itu menipu mereka.
Xavia meletakkan jemari Nyonya Hernandez di atas kasur pelan-pelan. Ibunya sudah terlelap. Ia tersenyum lega melihatnya. Jarum jam dinding yang menggantung di sebelah kiri menunjukkan pukul sepuluh malam, sebaiknya ia segera tidur.
Xavia baru saja hendak berbaring di samping ibunya. Sial! Tiba-tiba saja tenggorokannya terasa sangat kering. Ia sangat ingin minum, tapi di kamar itu tidak ada lemari es atau air mineral. Mungkin karena kamar ini jarang ditempati. Terpaksa ia harus ke dapur sekarang.
Gadis itu segera beringsut dari ranjang. Ia menoleh satu kali pada sang ibu yang sudah terlelap. Ditariknya handel pintu kamar itu dari luar. Xavia segera berjalan menuju dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENANTU MISKIN PRESDIR (return)
RomanceSean Palmer, putra sepasang pelayan di keluarga Hernandez, konglomerat kaya raya di kota San Mitero. Diam-diam Sean menyimpan perasaan cinta pada putri majikannya, Xavia Price Hernandez. Namun, ia harus mengubur cintanya karena status mereka yang ja...