Malam itu di kantor polisi Salvador. Janied sedang duduk berhadapan dengan seorang penyidik. Ia sedang diintrogasi pasal kebakaran pabrik-pabrik miliknya di kawasan industri.
Janied dibuat terkejut oleh penuturan para penyidik jika dirinya yang sudah membakar pabrik-pabrik itu dengan tangannya sendiri.
"Bukan aku yang membakar pabrik itu! Sean yang membakarnya!" Janied marah-marah sambil menggebrak meja di depan penyidik.
Pria bernama Paul adalah penyidik yang sedang mengurus kasus Janied. Pria empat puluh tahun itu menatap jengah pada pria berkemeja putih di depannya. Janied membuat penyidik kesulitan karena ia terus mengelak.
"Presdir Caldwell, Anda tak bisa mengelak lagi. Bahkan kami menemukan bukti di tempat kejadian dan rekaman kamera pengawas yang menangkap gambar Anda satu jam sebelum pabrik-pabrik itu terbakar." Paul menunjukkan bukti yang ditemukan oleh pihak kepolisian di lokasi kebakaran berupa jam tangan limited edition milik Janied.
Mata Janied membulat penuh melihat benda itu. Seingatnya ia tak melihat jam tangan ini selama dua puluh empat jam. Sudah pasti ini perbuatan orang-orang Sean. Entah kapan mereka mencuri jam tangan miliknya lalu meninggalkan benda itu di tempat kejadian perkara.
"Aku sudah kehilangan arloji itu. Sepertinya seseorang sedang menjebakku!" Janied tak bisa bicara dengan nada rendah pada penyidik karena dirinya memang tak bersalah.
Paul menyipitkan mata. "Benarkah? Bagaimana dengan rekaman kamera pengawas? Kami melihatmu berkeliaran di sekitar pabrik pukul sepuluh malam di saat tempat itu kosong."
Janied menatap pria berkulit hitam di depannya penuh emosi. Ia tak suka dengan cara Paul menatapnya. Penyidik itu seperti sedang meremehkan dirinya, tak percaya padanya. Namun, ia memang datang ke pabrik sebelum tiba di Hotel Luxury untuk pesta.
Nicki yang menelepon dan mengatakan ada hal penting yang ingin dirinya sampaikan di pabrik.
Ia segera datang, tapi setibanya di sana Janied tak menemukan siapa pun.Para petugas keamanan yang biasanya berjaga-jaga di sekitar pabrik pun tak kelihatan. Tak menaruh curiga, terlebih ia harus segera hadir di pesta, Janied pun meninggalkan pabrik.
Tak disangka saat itu orang-orang Sean sudah menyabotase area pabrik. Mereka merusak kamera pengawas setelah merekam Janied.
"Aku sudah ditipu oleh Sean dan dia membayar orang-orangnya untuk membakar pabriku! Aku tidak bersalah!" Janied kembali marah-marah pada penyidik.
"Jelaskan semuanya di persidangan nanti, Presdir Caldwell! Menurut analisis kami, Anda yang sudah membakar pabrik-pabrik itu karena tak ingin membayar upah para buruh yang sudah Anda tunda selama tiga bulan. Kemudian Anda berniat membuat pabrik-pabrik baru bersama Group Parmer's. Itu benar, bukan?" Paul menunjuk wajah Janied penuh emosi. Kepalanya menggeleng tak habis pikir.
Janied sangat tercengang mendengar tuduhan Paul padanya. Sial! Benar-benar sial! Kenapa semua kejadian ini berkaitan?
Seolah memang dirinya yang sudah membakar pabrik-pabrik itu demi kepentingan pribadi. Padahal ia tak berniat membakar pabrik. Janied masih mencari cara untuk menipu para buruh dan menghindar membayar upah mereka yang dirinya tunda. Membakar pabrik hanya merugikan perusahaan. Itu bukan gayanya.
Benar, Janied berniat mendirikan pabrik baru setelah berhasil menipu Sean. Namun, kenapa semua rencananya gagal dan dirinya malah terjerat masalah pelik ini.
"Permisi, Penyidik. Kami mendapatkan kabar dari rumah sakit. Tuan Caldwell telah meninggal dunia," ucap seorang petugas polisi yang menghampiri Janied dan Paul di ruang introgasi.
"Apa?"
Janied hampir tak percaya mendengarnya. Ayahnya telah tiada? Tidak, ini tidak mungkin! Pria itu segera berlari meninggalkan ruang inteogasi. Paul sangat terkejut dibuatnya. Ia segera mengejar Janied bersama para polisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENANTU MISKIN PRESDIR (return)
RomanceSean Palmer, putra sepasang pelayan di keluarga Hernandez, konglomerat kaya raya di kota San Mitero. Diam-diam Sean menyimpan perasaan cinta pada putri majikannya, Xavia Price Hernandez. Namun, ia harus mengubur cintanya karena status mereka yang ja...