Chapter 116 - Baiknya Aku Pergi

108 4 0
                                    

Paginya saat Xavia terjaga. Gadis itu sangat terkejut mendapati dirinya berada di tengah ranjang Sean. Ia segera bangkit. Matanya memindai seisi ruangan. Tidak, ia tidak sedang bermimpi. Saat ini dirinya benar-benar sedang berada di kamar Sean.

Apa yang terjadi? Pandangan Xavia turun pada tubuhnya. Matanya membulat penuh melihat kemeja putih yang melekat di tubuhnya saat ini. Bukankah ini kemeja Sean? Apakah semalam Sean dan dirinya ... Tidak mungkin!

"Jika sudah bangun lekas tinggalkan kamarku."

Xavia dibuat terkejut karena suara bass itu. Ia segera mengangkat sepasang matanya. Sean sedang berdiri agak jauh dari ranjang di mana ia berada.

Pria itu menatapnya dingin dengan kedua tangan berada di saku celana kainnya yang licin. Sean terlihat sangat tampan dan gagah dengan stelan jas hitam itu.

"Apa lihat-lihat? Cepat pergi dari sini," lanjut Sean. Bibirnya menyeringai tipis sambil melewati Xavia menuju ruang kerjanya.

Xavia mencibir dengan wajah kesal pada Sean. Apa maksudnya pria itu menyeringai seperti tadi? Apakah semalam Sean sudah menjajah tubuhnya? Namun, tak ada yang dirinya rasakan pada area intimnya. Entahlah. Gadis itu segera beringsut dari ranjang luas itu.

"Pagi, Xavia. Kamu sudah bangun rupanya. Aku membawakan sarapan untukmu, Sayang."

Gadis itu menghentikan langkahnya saat menuju pintu. Senyuman lebar Deborah membawanya kembali memasuki kamar Sean.

Sang ibu mertua merangkul bahunya lalu menggiring Xavia duduk pada sofa panjang di kamar itu. Bibirnya mengulas senyum melihat Xavia sudah tampak baik-baik saja pagi ini.

"Bibi, aku akan kembali ke kamarku. Aku ingin berendam," ucap Xavia pelan saat dirinya dan Deborah duduk bersisian di sofa.

"Kembali ke kamar? Kamar mana yang kamu bicarakan? Bukankah ini adalah kamarmu?" tanya Deborah dengan kedua alis yang hampir menyatu.

Xavia tak buru-buru menjawabnya. Astaga, ia melupakan sesuatu. Deborah tak tahu jika sudah sepuluh hari dirinya dan Sean tidur di kamar yang berbeda.

Sang ibu mertua baru kembali dari Salvador Timur saat ini. Apakah ia harus berbohong padanya?

Deborah tersenyum melihat Xavia tampak gelisah. Mungkin gadis itu merasa malu karena ia menemuinya di kamar.

"Hei, apa yang sedang kamu pikirkan? Apakah dirimu dan Sean sedang ada masalah?"

"Tak ada masalah. Xavia hanya merasa malu karena ibu melihatnya yang baru bangun. Benarkan, Darling?"

Xavia segera menoleh pada sumber suara itu. Sean sedang berdiri di ambang pintu. Pria itu tersenyum manis padanya dan segera berjalan menuju dirinya dan Deborah.

Xavia dibuat heran. Kenapa tiba-tiba Sean bersikap begitu berbeda? Apakah semua itu karena ibunya?

Deborah tersenyum tipis mendengarnya. "Astaga, jika begitu aku sudah menggangu kalian. Baiklah, aku akan pergi." Deborah segera bangkit dari sofa.

"Xavia, segeralah sarapan. Aku ingin mengajakmu berbelanja pagi ini," lanjut Deborah sambil mengusap pipi licin Xavia yang masih duduk di sofa.

Xavia hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Deborah segera melenggang pergi. Gadis itu segera bangkit dari sofa saat Sean mendekat padanya. Dengan wajah bosan Xavia hendak melangkah meninggalkan kamar itu.

Namun ia dibuat terkejut karena Sean mencekal lengannya. Bahkan pria itu menariknya mendekat. Xavia menatapnya heran dan curiga.

"Jangan berpikir jika aku tak bisa hidup tanpa dirimu. Aku bersikap baik padamu hanya karena ibuku. Aku tak ingin dirinya mengetahui hubungan kita yang buruk," desis Sean ke wajah Xavia. Pria itu menatapnya tajam. Tatapan yang tak pernah Xavia lihat sebelumnya di wajah Sean.

MENANTU MISKIN PRESDIR (return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang