Setelah melakukan cuci darah dan dirawat selama sepuluh hari akhirnya Nyonya Hernandez tampak lebih baik.
Pagi ini Xavia memutuskan untuk membawa sang ibu kembali ke villa. Terlebih Nyonya Hernandez pun sudah sangat ingin segera keluar dari rumah sakit.
Wanita berkemeja hitam dipadukan celana kain panjang warna putih itu sedang duduk di tepi ranjang pasien. Matanya memandangi punggung Xavia yang sedang berkemas.
Gadis dengan blazer rajut warna putih berlengan panjang dipadukan dress selutut warna kunyit itu sedang memasukkan beberapa pakaian Nyonya Hernandez ke dalam sebuah tas besar.
Mereka akan segera meninggalkan rumah sakit pagi ini. Xavia sangat lega melihat ibunya sudah lebih sehat.
"Ayo Mom, kita akan segera pulang."
Xavia membantu Nyonya Hernandez turun dari ranjang pasien. Tangannya yang memegang bahu sang ibu dipegang oleh Nyonya Hernandez. Xavia buru-buru menyembunyikan tangan kirinya.
"Aku tidak melihat cincin pernikahan itu. Apakah kamu sudah menjualnya?" tanya Nyonya Hernandez dengan tatapan penuh selidik pada Xavia.
Gadis itu terkesiap mendengar pertanyaan sang ibu. Apakah ibunya akan marah jika mengetahui dirinya sudah menjual cincin berlian itu untuk membayar tagihan rumah sakit?
Xavia menyelipkan anak-anak rambutnya ke telinga sambil memalingkan wajah dari tatapan Nyonya Hernandez. Ia tampak kebingungan.
"Xavia, jawab. Apakah kamu sudah menjual cincin itu?" Nyonya Hernandez meraih lengan Xavia, memaksa gadis itu untuk menatapnya.
Xavia terdiam beberapa detik sambil menatap sang ibu dengan sendu. Kepalanya mengangguk perlahan dan tampak ragu.
"Ya. Aku sudah menjualnya. Maafkan aku," sesalnya.
Nyonya Hernandez memalingkan wajahnya. Harusnya ia senang karena Xavia sudah membuang satu-satunya simbol pernikahannya dengan Sean.
Namun, entah kenapa hatinya merasa sangat sedih. Xavia sampai menjual cincin pernikahannya demi membayar tagihan rumah sakit karena dirinya.
"Mom, sudahlah. Ayo kita pulang." Xavia berusaha tersenyum saat pandangan Nyonya Hernandez terfokus padanya. Ia segera merangkul bahu sang ibu lalu mengajaknya meninggalkan kamar pasien.
"Aku akan menyetop taksi untuk kita," tukas Xavia sambil memapah Nyonya Hernandez berjalan meninggalkan lobi rumah sakit menuju gerbang.
Bibirnya tersenyum melihat sang ibu mengangguk. Kemudian ia melihat seorang pria yang sedang duduk di kursi roda sambil didorong oleh seorang perawat di pelataran rumah sakit.
Langkah Xavia terhenti. Ia mengamati pria di kursi roda itu beberapa saat. Matanya membulat penuh. Bukankah itu Arnold, orang kepercayaan ayahnya di kantor dahulu?
Tangannya mengepal kuat. Pria itu yang sudah bersengkongkol dengan Sean untuk menipu ayahnya.
Ia tidak akan melepaskannya!"Xavia, kita mau ke mana?" tanya Nyonya Hernandez merasa heran karena Xavia mengajaknya menuju seorang pria di kursi roda yang sedang didampingi oleh seorang perawat.
"Mom, pria ini yang sudah menipu Daddy!" Xavia langsung menunjuk Arnold yang sedang duduk di atas kursi roda. Matanya menatap penuh kebencian pada pria yang tampak tidak baik-baik saja itu.
Nyonya Hernandez hanya menatap dengan teliti pada Arnold. Ingin rasanya ia mencakar wajah pria itu. Namun, melihat kondisinya ia mengurungkan niat.
Arnold sedang duduk di atas kursi roda dengan kedua tungkainya yang hilang, sementara tangan dan kepalanya dibalut perban putih.
Pria itu memutar manik matanya melihat dua orang wanita di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENANTU MISKIN PRESDIR (return)
RomanceSean Palmer, putra sepasang pelayan di keluarga Hernandez, konglomerat kaya raya di kota San Mitero. Diam-diam Sean menyimpan perasaan cinta pada putri majikannya, Xavia Price Hernandez. Namun, ia harus mengubur cintanya karena status mereka yang ja...