"Ini kuncinya, Nona. Selamat beristirahat!" ucap seorang pria paruh baya sambil menyodorkan sebuah kunci pintu pada Xavia.
"Terima kasih," balas gadis itu sambil tersenyum tipis. Kemudian ia bergegas menuju pintu villa di depannya.
Villa berukuran minimalis itu berada di pusat Salvador Timur. Berdiri di atas dataran tinggi. Di samping villa di kelilingi taman bunga tulip dan lavender. Sementara di seberang villa terlihat perkebunan jeruk yang luas dan pabrik-pabrik jus milik Sean.
Tak salah lagi, villa itu adalah villa di mana Sean dan Xavia menginap saat pertama kalinya mereka berkunjung ke Salvador Timur beberapa tahun yang lalu.
Villa di mana mereka melakukan hubungan intim untuk pertama kalinya. Menghabiskan malam yang penuh gairah dan sensasi.
Xavia mengulas senyum tipis saat kedua tungkainya tiba di dalam kamar di dalam villa itu. Di kamar itulah tempat di mana untuk pertama kalinya ia dan Sean bercinta.
Percintaan yang sangat berkesan baginya. Di mana malam itu ia melepaskan miliknya yang paling berharga pada Sean.
Bahkan rasa sakit itu masih diingatnya. Rasa sakit saat pria itu merenggut kebanggaannya. Namun, ia bahagia setelahnya.
Ia dibuat sangat mencintai Sean dengan segenap jiwa dan raga. Tapi kini semuanya sudah berakhir. Entah cinta itu masih ada atau tidak.
Xavia berdiri di tepi pagar teras kamar. Dipandangi matahari yang mulai condong ke barat. Mulai hari ini dirinya akan terus sendiri.
Perlahan diusap perutnya yang masih ramping karena usia kandungan yang baru dua puluh hari. Demi anak ini ia harus kuat. Tak boleh menangis lagi.
Sementara itu di mansion Sean. Deborah yang baru saja tiba langsung mencari Xavia. Ada banyak buah segar yang dibelinya saat singgah di San Mitero.
Deborah ingin memberikan buah-buah itu untuk Xavia. Buah-buahan sangat baik untuk program kehamilan.
Sambil tersenyum, wanita itu melangkah menuju kamar Xavia. Tangan kanan memegang keranjang rotan berisi buah, sementara tangan kiri menenteng tas GUCCI keluaran terbaru.
"Xavia, apa kamu di dalam?" Deborah mengetuk lebih dulu pintu kamar Xavia. Ini sangat jarang dirinya lakukan. Biasanya ia langsung menerobos masuk tanpa mengetuk pintunya lebih dulu.
Kini Deborah mulai menghargai Xavia sebagai menantunya. Bahkan ia sangat menyayangi gadis itu. Terlebih kini Xavia tak memiliki siapa pun lagi. Deborah tak ingin gadis itu bersedih.
"Xavia ..."
Tak ada respon apa pun dari dalam kamar. Deborah mengernyitkan dahinya heran. Apakah Xavia sudah tertidur? Dilihat jarum arloji pada pergelangan kirinya.
Baru pukul tujuh malam, tidak mungkin Xavia sudah tertidur. Bahkan gadis itu biasanya menunggu Sean kembali dari kantor.
Apakah Xavia sedang sakit?
Rasa cemas mulai menyerbu hatinya. Meski lancang ia segera mendorong pintu kamar Xavia, masuk.Mata bulat kecokelatan itu memindai seisi kamar yang kosong. Di mana Xavia? Apakah gadis itu sedang berada di kamar mandi?
Diletakkan keranjang buah yang dibawanya pada meja di depan sofa. Deborah melanjutkan langkah mencari Xavia. Namun ia tak menemukan gadis itu.
Pandangannya tertuju pada lemari-lemari di ruang ganti. Dengan cepat ia menghampiri, bergegas dibuka pintu lemari itu. Deborah membungkam mulutnya kaget. Semua pakaian Xavia sudah kosong di sana. Tidak mungkin. Ke mana Xavia pergi?
Deborah mulai panik. Wanita itu segera memutar tubuhnya untuk menghubungi Sean. Tak sengaja lengannya menyenggol sebuah kotak warna merah yang berada di atas meja rias. Kotak itu terjatuh ke lantai. Deborah dibuatnya terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENANTU MISKIN PRESDIR (return)
RomanceSean Palmer, putra sepasang pelayan di keluarga Hernandez, konglomerat kaya raya di kota San Mitero. Diam-diam Sean menyimpan perasaan cinta pada putri majikannya, Xavia Price Hernandez. Namun, ia harus mengubur cintanya karena status mereka yang ja...