Sean berjalan cepat menuju teras. Stelan jas hitam membalut tubuh atletisnya. Sepasang pantofel mengkilat menghiasi kedua tungkainya yang panjang.
Ekor matanya melirik saat melintasi kamar Xavia. Pintu kamar itu sedikit terbuka. Apakah Xavia sudah keluar dari kamarnya?
Sean berpikir sambil melanjutkan langkah. Ingin rasanya ia melihat keadaan Xavia. Namun, dia benar-benar sudah terlambat ke kantor. Bagaimana tanggapan para staf nantinya? Dia harus cepat.
Nyonya Hernandez tiba-tiba menghadang langkah Sean.
Pemuda itu sangat terkejut dibuatnya. Ia segera mundur saat wanita itu mendekat. Tatapan sinis dan senyuman remeh menghiasi wajah Nyonya Hernandez."Mau ke mana pagi-pagi dengan pakaian kantor begini? Apakah suamiku sudah memberimu promosi? Hebat sekali! Akhirnya kamu mencapai tujuanmu juga, ya! Namun, persetan dengan semua itu! Di mataku kamu tetap menantu sampah!
Cepat urus Bobby sebelum pergi! Dasar tak punya malu! Kamu pikir sudah kelihatan keren dengan berpenampilan seperti itu?! Sebutir kerikil di tepi selokan tidak akan pernah berubah jadi permata meski dipoles sedemikian rupa. Kamu cuma anak pelayan. Jadi bersikaplah seperti kastamu."Nyonya Hernandez bicara sambil mengelilingi Sean. Sambil tersenyum remeh ia sedang menghina pemuda itu habis-habisan.
Sean memejamkan mata dan berpura-pura tuli. Meski sebenarnya hatinya sangat sakit terus dihina oleh ibu mertuanya itu.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?
Apa kamu sedang berencana untuk menguras seluruh hartaku?!
Dasar orang miskin tak tahu diuntung! Cepat urus Bobby! Sana!" Marah karena Sean diam saja. Nyonya Hernandez mendorong punggung pemuda itu dengan kasar.Sean tidak mengatakan apa pun.
Ia segera melesat pergi menuju teras belakang. Baru pagi ini dirinya lupa mengurus Bobby. Ini karena dia bangun kesiangan. Wajahnya agak murung karena hinaan Nyonya Hernandez. Langkahnya semakin cepat menuju teras belakang.Setibanya di sana Sean sangat terkejut melihat punggung Xavia yang sedang berdiri di tepi pagar taman. Sedang apa Xavia di sana? Ia merasa heran. Malas berpikir lama, Sean segera memutar langkah menuju pada gadis berpakaian tebal di sana.
"Xavia, sedang apa di sini?"
Sean bertanya. Ia sangat terkejut saat gadis itu menoleh. Wajah Xavia sudah dibanjiri air mata. Xavia tidak menjawab. Ia langsung memeluk Sean dan menangis di dada suaminya.
Sean hanya terdiam penuh tanya."Xavia, ada apa? Kenapa kamu menangis?"
Tangan Sean menepuk pelan punggung Xavia. Tangis gadis itu semakin jadi. Dia sangat bingung dibuatnya. Apakah Xavia menangis karena perbuatannya semalam? Apakah benar jika dirinya sudah melakukan sesuatu pada Xavia?
Setelah beberapa saat Xavia mulai tenang. Sean segera menggiring gadis itu duduk pada bangku kayu di tepi pagar taman. Diusapnya jejak air mata di kedua pipi licin Xavia.
Dia menatapnya dengan lembut."Xavia, ada apa? Kenapa kamu seperti ini? Apakah ini karena diriku? Maafkan aku," ucap Sean dengan wajah penuh penyesalan.
Xavia menggelengkan kepala.
"Ini bukan karena dirimu.""Lalu kenapa kamu menangis?" Sean bertanya lagi. Tangannya meraih jemari Xavia.
"Sean, Mommy sedang mengurus perceraian kita. Apakah kamu akan setuju bercerai denganku?" ucap Xavia. Bulir bening kembali terjun di kedua pipinya.
Sean sangat terkejut mendengarnya. Bahkan ia tak bisa berkata-kata dibuatnya.
Nyonya Hernandez sedang mengurus perceraiannya dengan Xavia?
Apa yang harus dirinya lakukan?
Dia benar-benar tak tahu dan tak bisa berpikir saat ini. Namun, mungkin ini memang yang terbaik untuk dirinya dan Xavia.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENANTU MISKIN PRESDIR (return)
RomansSean Palmer, putra sepasang pelayan di keluarga Hernandez, konglomerat kaya raya di kota San Mitero. Diam-diam Sean menyimpan perasaan cinta pada putri majikannya, Xavia Price Hernandez. Namun, ia harus mengubur cintanya karena status mereka yang ja...