Chapter 141 - Dia Harus Mati

56 4 0
                                    

Xavia bergegas naik ke atas kloset duduk. Tangannya berusaha menggapai jendela di atas. Cukup tinggi, ia tampak kesulitan.

Namun Xavia tetap berusaha menggapai garis jendela itu. Tak banyak waktu yang dirinya miliki. Sementara ini adalah kesempatan emas baginya untuk segera kabur.

Wajahnya dipalingkan saat debu-debu berjatuhan. Bibirnya mengulas senyum lega. Ia berhasil membuka pengait jendela itu. Dengan tenaga yang dimilikinya, Xavia berusaha keras mendorong jendela itu agar terbuka ke atas.

Tidak mudah, cukup keras. Sepertinya jendela itu sudah lama tidak dibuka.
Ia hampir putus asa. Sampai kemudian ...

BRAK!

Jendela itu berhasil dibuka. Senyum penuh kemenangan berkembang di bibir Xavia. Tanpa menunggu lagi, ia segera naik.

Lubang jendela yang sempit. Xavia berusaha keras mengeluarkan tubuhnya dari celah kecil itu. Pakaiannya tersangkut hingga terkoyak. Ia tak peduli, Xavia tetap berusaha agar bisa keluar dari villa.

Dengan kegigihannya, Xavia berhasil keluar dari lubang kecil jendela itu. Napasnya terengah-engah sambil menyeret tubuhnya. Ia sangat terkejut saat tiba di luar. Dirinya berada di atap villa? Ya Tuhan, bagaimana caranya ia bisa turun dari tempat tinggi ini?

Wanita itu menyapu pandangan ke sekitar. Berharap bisa menemukan sesuatu untuk membantunya turun. Dilihatnya tangga besi yang berada di atap.

Tangga itu menghubungkan ke halaman belakang villa. Ini bagus. Wanita itu segera bangkit. Xavia ingin bergegas menuruni tangga itu lalu kabur.

Ternyata tidak semudah yang dirinya bayangkan. Xavia kesulitan saat berjalan di atap yang licin menuju tangga itu. Ditarik napas olehnya.
Ia berusaha tenang. Ini adalah kesempatan untuk kabur. Ia tak boleh menyerah. Josh akan melihatnya jika ia mengulur waktu.

Perlahan tapi pasti, Xavia merayap menuju tangga itu. Jantungnya hampir copot saat kakinya terpeleset dan hampir jatuh. Cukup tinggi. Patah tulang atau gegar otak ringan bisa saja terjadi padanya jika tergelincir dari atap villa ini.

Tuhan bersamanya. Xavia bisa bernapas lega saat tiba di dekat tangga. Setelah mengatur napas, ia bergegas untuk segera turun.

Ternyata tangga itu sudah rapuh. Xavia memekik kaget saat anak tangga yang diinjaknya patah. Ia hampir terjatuh. Beruntung tangannya buru-buru menggapai pegangan.

Hampir menangis ketakutan, Xavia berusaha turun dengan perlahan karena anak tangganya bisa patah kapan saja sebab tidak kuat menopang beban.

Setelah melewati keadaan yang menegangkan itu, akhirnya telapak kaki polos Xavia menyentuh tanah bersalju di pelataran. Wanita itu menghela napas lega sambil memejamkan mata, mengucap syukur dalam hati.

Xavia menyapu pandangan ke sekitar. Apakah Josh masih berada di depan pintu kamar mandi? Itu bagus. Dengan hati-hati wanita itu segera melangkah meninggalkan villa. Tubuhnya yang ramping mulai menghilang di balik rimbunnya ilalang.

Sementara itu, Josh yang sedang bersandar pada dinding di samping pintu kamar mandi mulai bosan menunggu Xavia yang tak juga keluar dari sana. Sial! Apa yang sedang wanita itu lakukan? Mengapa lama sekali?!

Dengan penuh emosi Josh langsung menendang pintu kamar mandi di hadapannya. Matanya membulat penuh melihat ruangan sempit itu sudah kosong.

Hanya ada beberapa pakaian wanita yang berserakan di lantai. Matanya segera memindai tempat itu. Ia sangat terkejut melihat jendela kecil di atas yang terbuka.

"Brengsek!"

Dengan penuh amarah Josh langsung keluar dari kamar mandi. Pria itu berjalan cepat menuju meja nakas di kamar. Satu unit pistol diambilnya dari dalam sana. Dilihatnya benda berat itu satu kali, Josh segera melesat pergi. Xavia telah kabur. Ia tidak akan melepaskan wanita itu.

MENANTU MISKIN PRESDIR (return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang