Chapter 127 - Gelora Hasrat

143 5 1
                                    

Mobil Lamborghini Huracan warna merah menepi di samping mobil milik Sean yang berada di tepi jalan menuju villa. Entah ke mana Daniel yang mengemudikan mobil itu. Di sana hanya terlihat para bodyguard yang menyambut kedatangan Sean dan Xavia.

Melintasi jalan berbatu, Sean mengantar Xavia menuju villa di atas bukit dengan berjalan kaki. Langit mulai mendung saat itu. Sangat aneh. Mengapa di Salvador Timur akhir-akhir ini sering turun hujan? Sean dan Xavia belum membuka percakapan.

Xavia menoleh ke arah pria di sampingnya, lalu pandangan itu turun pada jemarinya yang digenggam oleh Sean. Ia tetap berjalan tanpa melepaskan genggaman itu. Membiarkan Sean memegang tangannya sampai mereka tiba di depan villa.

"Hm, Xavia bolehkah aku ..."

"Sebaiknya kamu kembali ke Salvador Barat. Aku ingin beristirahat," cela Xavia memangkas ucapan Sean yang ingin singgah di villa.

"Ini sudah petang, sebaiknya aku menginap di sini saja," ucap Sean dengan wajah penuh harap.

"Di villa ini hanya ada dua kamar tidur. Dan kedua kamar itu sudah aku dan Angela tempati, tak ada kamar lagi." Xavia segera memutar tubuhnya menuju pintu villa usai bicara seperti itu pada Sean.

"Hei, kita bisa tidur di kamar yang sama." Sean segera menyusul Xavia sampai pintu villa. Pria itu sangat berharap jika Xavia mau berbagi ranjang dengannya malam ini.

Xavia menghela napas, lalu menatap pria di sampingnya dengan wajah dingin. "Berbagi kamar? Bahkan kita akan bercerai."

Sean membeku di tempat mendengarnya. Bercerai? Kepalanya menggeleng. Namun Xavia hanya memberi wajah bosan dan segera membuka pintu di depannya. Ia tak memedulikan lagi saat Sean memanggilnya.

"Xavia, kumohon jangan ucapkan kata itu lagi. Aku benar-benar menyesali semuanya! Aku tak mau bercerai denganmu!"

Terdengar suara Sean meraung di depan pintu. Xavia hanya bersandar di balik pintu itu sambil memejamkan matanya.

Air mata berjatuhan deras. Entahlah, ia tak tahu harus bagaimana. Apakah dirinya harus kembali pada pria yang bahkan pernah sangat menyakiti hatinya?

"Xavia, kumohon ... Kita harus bicara! Pikirkan juga anak-anak! Bagaimana mereka jika kita bercerai?" Sean berusaha membujuk Xavia. Dirinya yakin jika sang istri masih berada di balik pintu. Mereka harus bicara.

"Xavia, aku sangat menyesali semuanya! Aku ingin memperbaiki hubungan kita. Kumohon beri aku kesempatan kedua. Aku sangat mencintaimu, Xavia!"

Sean memukul pelan daun pintu di depannya sambil meraung dalam tangis. Entah apa yang harus dirinya lakukan agar Xavia mau kembali padanya lagi.

Xavia bersandar di balik pintu.
Air mata menyebalkan itu kembali berjatuhan. Apakah dirinya terlalu keras kepala? Atau hatinya sudah beku karena perbuatan buruk Sean padanya?

Tak ada kesimpulan apa pun. Dirinya masih sangat mencintai Sean. Apakah ia harus memaafkan suaminya dan kembali menata hubungan mereka lagi?

Suara petir membuatnya terkejut. Hujan deras pun segera turun. Hawa dingin menyerbu ruangan di mana dirinya berada. Bagaimana dengan Sean? Apakah pria itu masih berada di luar, tidak kembali ke mobilnya?

Xavia segera berjalan menuju ke tepi garis jendela. Jemarinya menyentuh tirai putih di sana. Ia tidak melihat Sean di mana-mana.

Rasa gelisah menyerbu jiwanya seiring rasa cemas yang menggila. Dengan ragu-ragu Xavia meraih handel pintu. Ia segera menariknya ke dalam. Matanya memindai ke sekitar teras villa. Namun, di mana Sean? Pria itu tidak kelihatan di mana pun.

Apakah ia sudah kembali ke mobil? Atau melakukan hal yang bodoh? Beragam pertanyaan muncul di benaknya. Dan rasa cemas itu kian menjadi-jadi.

Langkah kecil itu keluar dari pintu. Xavia menyapu pandangan ke sekitar. Hujan deras disertai petir masih berlangsung. Ia sangat mencemaskan Sean.

MENANTU MISKIN PRESDIR (return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang