Chapter 112 - Pertengkaran Sengit

88 4 0
                                    

Xavia membuka matanya. Suara pintu yang dibuka telah membangunkan ia dari lamunan. Rupanya perasaan yang menggetarkan tadi hanya fantasinya semata. Kenyataan, ia masih berdiri di tepi garis jendela menunggu Sean datang.

Terdengar langkah seseorang mendekat. Jantungnya dibuat berdebar-debar. Hingga sosok bayangan tinggi menjulang berdiri di hadapannya. Xavia masih terdiam dalam perasaan tak karuan.
Apakah Sean akan senang melihat dirinya di sini?

Langkah itu kembali terdengar. Jantung Xavia berdegup kencang. Matanya terpejam erat. Ia merasa sangat gelisah. Sean sedang berdiri di belakangnya saat ini.

Pria itu berdiri sejajar di belakang Xavia. Stelan jas hitam masih membalut rapi tubuh tinggi itu. Tangannya mencengkeram tas kerjanya. Apa yang sedang Xavia lakukan di kamarnya dengan berpakaian seksi begitu?

Diletakkan tas kerja itu pada meja di sampingnya. Ia mengambil satu langkah ke depan. Kini dirinya benar-benar berdiri tepat di belakang punggung terbuka Xavia yang mulus. Dipandangi gadis di depannya dari ujung rambut sampai tungkainya yang jenjang.

Darahnya berdesir dengan cepat seiring debaran jantung yang bertalu-talu. Tubuhnya panas dingin melihat betapa cantik dan seksi istrinya malam ini.

Tepi lingerie transparan warna hitam itu melambai-lambai tertiup angin yang masuk lewat jendela terbuka. Pria itu meneguk ludah kasar melihatnya.

Sean memejamkan mata meresapi perasaan yang bergelora di hatinya saat ini. Ingin rasanya ia merengkuh pinggang kecil itu lantas mengecup bahunya yang terbuka. Kemudian memutar tubuh Xavia lalu mencium bibirnya dengan rakus.

Wewangian yang berasal dari rambut dan tubuh gadis itu membuatnya benar-benar tak tahan. Dengan perlahan tangan itu terangkat ingin membelai rambut panjangnya.

Namun, tiba-tiba bayangan video laknat itu melintas di kepala, membuyarkan niat dan hasratnya yang menggebu-gebu pada Xavia. Adegan yang menjijikan, di mana istrinya bercumbu dengan bajingan itu.

Tidak, Sean menolak mati-matian gejolak di hatinya. Ia langsung menarik tangannya turun, lantas memalingkan wajah dari pemandangan erotis di hadapannya. Ia tak ingin menyentuh gadis kotor ini. Meski teramat sulit baginya, Sean tetap melawan gejolak itu.

"Apa yang sedang kamu lakukan di kamarku?" tanya Sean akhirnya, dengan wajah dingin dan suara tegas.

Xavia sedikit terkejut. Matanya dipejamkan sambil menarik napas dalam. Perlahan tubuh berbalut kain tipis itu memutar. Wajah tampan dengan sorot mata dingin menyambutnya.

Xavia memasang senyum tipis di bibirnya yang merah merekah bak sekuntum bunga mawar yang baru mekar.

Sean masih mematung. Sudah sepuluh hari mereka tidak bercinta. Bahkan tidur di kamar yang berbeda. Ia kesulitan menahan libido yang tiba-tiba muncul. Terlebih saat Xavia menjatuhkan diri ke dadanya.
Sean dibuatnya sangat kepanasan.

"Sean, aku merindukanmu," desah Xavia. Wajahnya dibenamkan pada dada bidang Sean. Tangannya menyelinap ke punggung pria itu.
Ia memeluknya dengan erat.

Sean masih terdiam dalam perasaan tak karuan. Dalam hati tentu saja ia pun sangat merindukan Xavia dan ingin sekali membalas pelukan sang istri. Namun lagi-lagi bayangan video itu kembali melintas di kepalanya.

Dengan agak kasar Sean segera melepaskan pelukan Xavia lalu mendorongnya menjauh. Sang istri dibuat terkejut karena sikap kasarnya kali ini. Xavia menatapnya dengan wajah heran.

"Keluar kamu dari kamarku. Aku tak mau melihatmu." Sean segera memutar tubuh membelakangi Xavia usai bicara seperti itu pada gadis di hadapannya.

Xavia menggeleng dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Sean, sebenarnya apa salahku? Kenapa kamu tiba-tiba seperti ini padaku? Aku tak mengerti. Bisakah kamu jelaskan padaku?"

Sean menghela napas mendengar ucapan lirih Xavia. Tubuhnya memutar langsung pada gadis di belakangnya.

"Kamu masih bertanya apa salahmu?" tanya pria itu lalu mendekat pada Xavia sampai gadis itu merapat di garis jendela. "Kamu sudah mengkhianati ku, Xavia! Kamu sudah tidur dengan Janied. Itu benar, bukan?" desisnya ke wajah sang istri.

Xavia langsung menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tidak pernah mengkhianatimu, Sean! Aku tidak pernah tidur dengan Janied atau pria manapun selain dirimu."

"Kamu berbohong! Aku melihatnya sendiri. Kamu dan Janied ... bahkan kamu sangat menikmatinya.
Aku sangat kecewa padamu, Xavia."

"Itu tidak benar! Aku tak pernah melakukan itu! Di mana kamu melihatnya?! Kamu yang berbohong, Sean. Jujur saja jika dirimu sudah bosan padaku, tak usah kamu mencari alasan yang tak masuk akal untuk menghinaku! Aku Bukan gadis seperti itu!"

"Bohong katamu? Bajingan itu sendiri yang mengirimkan file dokumen berisikan video panas itu padaku.
Apa aku harus menunjukkannya padamu, hah?!" Sean menghantam dinding di samping Xavia dengan penuh emosi.

Gadis itu sangat tersentak melihat kemarahan Sean. Namun ia benar-benar tak tahu menahu tentang video yang dimaksud oleh Sean. Bahkan dirinya dan Janied ... Xavia sangat bingung atas tuduhan suaminya.

"Pergi kamu dari hadapanku sekarang juga! Ayo pergi!" Dengan kasar Sean mencekal lengan Xavia lantas menyeret gadis itu menuju pintu keluar.

"Sean dengar dulu penjelasanku.
Aku tidak pernah melakukan semua itu ..." Xavia sudah bercucuran air mata. Tubuhnya diseret paksa oleh Sean dengan kasar.

Langkah panjang itu terhenti di depan pintu. "Apa yang ingin kamu jelaskan padaku? Apakah video itu masih belum jelas untukku? Sekarang katakan padaku, apa benar kamu berada di unit apartemen Janied pada tanggal dua puluh Juni tahun dua ribu dua puluh? Jawab aku, Xavia. Jangan membuatku berlaku kasar padamu."

" ... Tapi malam itu aku dan Janied tidak melakukan apa pun seperti yang kamu tuduhkan!" lirih Xavia.

Sean menatapnya tajam."Katakan saja, iya atau tidak?" desisnya dengan wajah merah padam menahan emosi.

Xavia terdiam sambil memalingkan pandangan ke lain arah. Bagaimana ini? Apa yang harus dirinya katakan? Memang benar malam itu dirinya Nyonya Hernandez berada di unit apartemen Janied, dan pria itu sempat hampir memperkosanya. Sebaiknya ia katakan saja semuanya pada Sean sekarang. Mungkin belum terlambat.

"Katakan, Xavia. Apa benar malam itu kamu berada di unit apartemen Janied?! Katakan!" Amarah Sean sudah membuncah melihat Xavia diam saja dan tampak kebingungan. Sepertinya memang benar jika istrinya itu sudah tidur dengan Janied.

Xavia sangat tersentak karena desakkan Sean. Kepalanya mengangguk pelan."Ya, malam itu aku berada di apartemen Janied, tapi ..."

"Cukup! Aku tak mau lagi mendengarnya. Pergi kamu dari sini." Sean memalingkan wajahnya sambil memejamkan mata menahan emosi. Hatinya sangat hancur mendengar pengakuan Xavia. Apalagi yang mau dijelaskan, video itu sudah menjelaskan semuanya.

"Sean ..."

"Pergi."

"Sean, kumohon ..."

"Pergi!"

Xavia sangat tersentak saat Sean mencekal lengannya dan langsung melempar dia dari pintu kamar. Hampir saja ia terjatuh, tapi Xavia buru-buru kembali ke pintu kamar Sean.

Sayangnya sudah terlambat, karena pintu kamar itu sudah ditutup dengan rapat sampai menimbulkan bunyi yang keras.

"Sean, buka pintunya! Kita harus bicara! Kumohon percayalah padaku! Aku tidak melakukan hal seperti itu! Dengarkan aku, Sean!"

Xavia menangis sejadinya di sambil mengetuk-ketuk pintu kamar Sean. Tak ada jawaban apa pun yang dirinya dapatkan. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Sean bahkan tak mau melihatnya lagi. Tubuh lemas itu merosot sampai jatuh duduk pada lantai yang dingin di ambang pintu. Xavia memeluk kedua lututnya dengan punggung bergetar e. Ia terjatuh pada jurang kesedihan dan putus asa.

Begitupun dengan Sean, pria itu mengamuk di dalam kamarnya. Ia memberantakkan seisi kamar dengan membabi buta melampiaskan emosi. Hatinya sangat hancur dan tidak bisa terima perbuatan istrinya dengan Janied.

MENANTU MISKIN PRESDIR (return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang