Chapter 129 - Di Mana Bayiku

83 3 0
                                    

Setibanya di Rumah Sakit Pusat Salvador. Para medis segera mendorong Xavia di atas brangkar menuju ruang operasi. Pihak rumah sakit mengatakan jika mereka harus segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan Xavia dan bayinya.

"Dokter, tolong selamatkan Xavia dan bayinya. Kumohon ...." Deborah melipat kedua telapak tangannya di depan para dokter yang akan menangani Xavia di ruang operasi.

"Jangan cemas, Nyonya. Kami akan melakukan yang terbaik untuk Nyonya Muda." Para dokter itu segera berjalan menuju ruang operasi.

Deborah dan Angela memandangi punggung mereka menjauh. Tubuh wanita itu melemas sampai jatuh duduk ke bangku panjang di belakangnya. Deborah menangis ketakutan. Angela segera merangkul bahu wanita paruh baya itu sambil duduk di sampingnya.

"Bu, di mana Xavia? Bagaimana keadaannya?"

Deborah dan Angela segera bangkit saat Sean dan Nigel datang. Dua orang pria itu menatapnya penuh harap dan cemas. Deborah hanya menggeleng lantas menangis di bahu Sean. Daniel yang baru tiba hanya menatap semua orang dengan khawatir.

Sean dan Nigel berdiri di depan ruang operasi. Hati mereka sama cemasnya akan keselamatan Xavia dan bayinya. Namun, sampai saat ini mereka belum mengetahui kenapa Xavia sampai terjatuh dari tangga.

"Dokter, bagaimana keadaan istriku?" Sean buru-buru menghampiri para dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi. Wajah panik itu menunggu jawaban mereka dengan tak sabar.

"Nyonya Muda sudah melahirkan bayi-bayinya. Sekarang dia baik-baik saja. Masa kritisnya berhasil ia lewati," jawab Dokter Thalia yang memimpin operasi.

Sean menghela napas lega mendengarnya. Begitupun Deborah dan yang lain. Mereka tersenyum lega mendengar Xavia sudah baik-baik saja.

"Namun, ada masalah yang terjadi pada bayi perempuan Nyonya Muda." Dokter Thalia melanjutkan.

Wajah Sean yang tadinya cerah berubah cemas kembali. "Masalah? Masalah apa?!" tanyanya tak sabaran. Dirinya sangat takut jika terjadi hal buruk pada bayinya.

Dokter Thalia tidak menjawab. Kemudian ia segera menggiring Sean menuju ruangannya. Di sana mereka bicara. Sementara Deborah dan yang lain dibuat cemas menunggu di depan ruang operasi.

"Maafkan, kami." Dokter Thalia mengakhiri ucapannya pada Sean. Wajahnya dijatuhkan dari tatapan pria di depannya.

Sean tidak mengatakan apa pun lagi. Diusap wajah sedih itu dengan penuh penyesalan. Mengapa semua ini harus terjadi pada Xavia dan bayinya? Ini semua salahnya! Mengapa ia lalai menjaga istri dan anaknya. Sean merutuki dirinya dalam hati.

Hingga beberapa saat kemudian ia mendatangi kamar bayi di rumah sakit itu. Dokter Thalia hanya berdiri di ambang pintu bersama dua orang perawat. Mereka menatap sedih melihat Sean mendekat pada kotak bayi perempuannya.

"Mengapa kamu harus pergi sebelum melihat wajah orang tuamu ini? Sekarang apa yang harus Daddy katakan pada Mommy?" Sean mencengkeram tepi kotak bayi di hadapannya. Matanya basah melihat bayi perempuannya sudah tak bernyawa lagi.

Deborah membungkam mulutnya dalam tangis melihat kesedihan Sean dan kematian cucunya. Entah bagaimana Xavia menghadapi semua ini. Bahkan dirinya sangat menginginkan bayi perempuan itu.

Deborah segera memalingkan wajah lalu berjalan melewati Sean meninggalkan kamar bayi itu. Hatinya benar-benar tak tahan melihat kesedihan putranya.

Dokter Thalia merasa sangat bersalah karena gagal menyelamatkan bayi perempuan itu. Kondisi Xavia saat tiba di rumah sakit sudah sangat parah.

Jika fisiknya lemah mungkin Xavia pun tidak akan selamat. Sementara bayi perempuan itu sudah sekarat saat mereka meraihnya dari rahim Xavia.

"Tidak! Bayiku tidak mungkin tiada! Kalian semua berbohong!" Xavia histeris setelah Sean menyampaikan berita tentang bayi perempuan mereka. Dia mengalami shock berat.

"Aku mau bayiku! Di mana Emily ku! Berikan dia padaku, Sean ... Kumohon berikan Emily padaku!"
Xavia menangis sejadinya sambil memukul-mukul Sean yang memeluknya dan berusaha membuatnya tenang.

Deborah dan Angela turut menitikan air mata melihat kesedihan Xavia karena kematian bayinya. Wanita itu terus histeris dan berontak sampai akhirnya Dokter Thalia terpaksa memberinya suntikan penenang. Xavia terbaring lemas di ranjang pasien.

Sean sangat sedih melihat keadaan Xavia. Ia mengerti jika ini sangat berat bagi istrinya. Meski mereka masih memiliki satu bayi laki-laki. Namun, bayi perempuan itu pun sama berartinya.

"Sebaiknya kalian biarkan Nyonya Muda beristirahat. Shock berat pasca melahirkan bisa berakibat fatal pada jiwanya," tukas Dokter Thalia pada semua orang di ruang rawat VVIP di mana Xavia berada.

Sean hanya mengangguk. Langkahnya segera mendekat pada Xavia. Dikecup dahi istrinya yang sudah terlelap. Ia sangat mencemaskan Xavia. Kemudian Deborah mengajaknya keluar ruangan. Mereka segera meninggalkan Xavia seorang diri.

"Emily, jangan tinggalkan Mommy. Emily ..." Wanita itu mengigau dalam mimpinya.

Mata Xavia terbuka. Di mana bayi perempuannya? Ia tak percaya jika bayinya telah tiada. Tubuh berbalut stelan pasien warna biru muda itu segera bangkit, lantas beringsut dari ranjangnya.

Sean sangat terkejut saat Daniel menunjuk ke arah pintu kamar VVIP di mana Xavia berada. Dilihatnya sang istri yang keluar dari kamarnya.

Dengan buru-buru Sean segera menghampiri Xavia. Deborah dan yang lainnya segera bangkit melihat Xavia terus berjalan menuju kamar bayi di rumah sakit itu.

"Xavia, kumohon kembali ke kamar sekarang. Kamu belum pulih," ucap Sean sambil meraih lengan Xavia. Namun wanita itu menepis tangan Sean dan tetap melanjutkan langkahnya menuju kamar bayi.

"Xavia!"

Sean segera menyusul Xavia. Ia tidak mau jika Xavia sampai melihat mayat putri mereka. Namun wanita itu sudah memasuki kamar bayi.

Sean dan semua orang menghentikan langkahnya setiba di dalam ruangan di mana terlihat banyak kotak-kotak berisi bayi.

Dipandangi oleh mereka punggung Xavia yang sedang berdiri di samping sebuah kotak bayi. Wanita itu meraih bayi perempuannya dari kotak tersebut. Xavia memeluknya di dada sambil menangis. Tidak mungkin, tidak mungkin bayinya sudah tiada.
Ia tak bisa percaya semua ini.

"Emily, kenapa kamu diam saja? Apakah kamu marah pada Mommy karena lalai menjaga kalian? Emily, Mommy mohon jangan diam saja!" Xavia bicara pada bayinya sambil terisak tangis. Dipeluk kembali bayi mungil itu di dadanya.

"Kamu dan kakakmu adalah kebanggaan kami. Kami selalu menanti kehadiran kalian. Kumohon bangunlah, Emily. Apa kamu tak ingin melihat wajah Mommy? Emily bangunlah, Sayang!" Xavia memeluk erat bayinya dengan tangis yang tak tertahan. Ditepuk-tepuk punggung bayi itu dengan penuh cinta.

Sean menjatuhkan wajahnya yang sudah dibanjiri oleh air mata. Ia benar-benar tak sanggup melihat kesedihan Xavia.

Deborah membenamkan wajahnya ke dada Nigel. Wanita itu pun sama hancurnya dengan Xavia. Mereka sangat bersedih atas kematian Emily.

Xavia masih memeluk bayinya di dada. Dikecup wajah mungil itu dengan penuh cinta. Kemudian ia merasakan jika jemari mungil Emily bergerak pelan menyentuh jemarinya. Ia sangat terkejut sekaligus senang. Diusap-usap punggung bayinya lagi. Dan lebih gencar lagi.

"Emily, apa kamu mendengar Mommy? Emily!" Xavia mengguncang pelan bayi mungil itu di kedua tangannya.

Sean dan semua orang dibuat terkejut saat mendengar tangisan Emily. Mereka mematung di tempat dengan tatapan tak percaya.

Bayi itu menangis sangat kencang. Dokter Thalia dan beberapa perawat berlarian memasuki kamar bayi. Mereka saling pandang melihat Xavia menimang bayinya yang sedang menangis.

"Ini sebuah mukjizat Tuhan." Dokter Thalia tersenyum takjub melihat bayi Xavia kembali hidup. Ini benar-benar keajaiban Tuhan.

"Menangislah, Mommy suka mendengarnya!" Xavia tersenyum dalam tangis bahagianya. Kemudian dipeluk bayi mungil itu di dadanya. Mata Emily terangkat ke wajahnya. Xavia segera memberinya senyuman penuh syukur.

Sean dan Deborah segera mendekat pada Xavia. Mereka tersenyum lega dan sangat bersyukur melihat bayi perempuan itu benar-benar kembali hidup.

Xavia seolah memanggil bayinya dari kematian. Mungkinkah ini bukti kasih sayang seorang ibu? Bahkan bisa memanggil anaknya dari kematian. Tidak ada yang tahu pastinya.

MENANTU MISKIN PRESDIR (return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang