Chapter 134 - Sikap Kasar Xavia

72 3 0
                                    

Sinar terang menerobos masuk dari celah jendela. Xavia mulai tersadar. Perlahan matanya terbuka. Ia sangat terkejut mendapati tubuhnya yang terikat pada sebuah kursi. Matanya memindai ruangan di mana dirinya berada saat ini.

Manik hijau hazel itu membulat penuh melihat seorang pria yang tengah meringkuk di tengah ranjang di depannya. Bahkan pria itu hanya mengenakan celana boxernya saja. Xavia menjerit ketakutan.

Josh yang sedang tertidur dibuat terkejut mendengar teriakan Xavia. Tubuh kekar dipenuhi gambar tato itu segera bangkit. Xavia memejamkan matanya rapat-rapat dengan mimik ketakutan saat pria itu mendekat.

Josh tersenyum tipis melihat ekspresi Xavia yang begitu menggemaskan di matanya. "Rupanya kamu sudah sadar? Baguslah." Hanya itu yang ia katakan lantas berjalan menuju kamar mandi yang berada di kamar itu.

Xavia kembali membuka matanya. Dilihatnya punggung bergambar kepala serigala menjauh darinya. Siapa pria itu? Mengapa dia berada di sini? Apakah ini penculikan? Xavia mengingat-ingat kejadian sebelum dirinya tak sadarkan diri.

Seingatnya, semalam ia menemui bayi-bayinya bersama Deborah. Kemudian sang ibu mertua keluar untuk menerima telepon. Tak lama dari itu seseorang membungkam mulutnya dengan sebuah sapu tangan. Dan setelah itu dia tak ingat apa-apa lagi.

Josh keluar dari kamar mandi. Pria itu hanya mengenakan jubah mandi warna putih. Bibirnya menyeringai melihat Xavia menatapnya. "Kenapa melihatku seperti itu? Apa kamu menyukai tubuhku?"

Xavia menanggapi dengan marah. "Siapa dirimu dan mengapa menculikku? Lepaskan aku! Aku harus menyusui bayi-bayiku! Lepaskan aku, Bajingan!" berangnya.

Josh hanya tersenyum tipis lantas berjalan mendekat pada wanita yang terikat dikursi."Kamu akan baik-baik saja di sini jika menjaga sikapmu, Nona Xavia. Namun, aku tidak bisa menjamin dirimu akan baik-baik saja jika membuatku kesal. Paham?" ucapnya sambil mencondongkan wajah ke depan Xavia.

Wanita itu menatapnya berapi-api. "Aku tidak mengenalmu. Mengapa kamu melakukan ini padaku? Lepaskan aku!"

Josh hanya tertawa kecil lantas berjalan menuju ranjang. Kemarahan di wajah cantik bak boneka Barbie itu benar-benar membuatnya gemas. Dengan santai pria itu melepaskan jubah handuknya di depan Xavia.

Wanita itu segera memalingkan wajahnya dari tubuh atletis Josh yang bertelanjang di hadapannya. Pria itu melempar senyum tipis pada Xavia lantas mulai mengenakan pakaian.

"Diamlah, aku harus keluar untuk membeli sarapan. Apa menu sarapan yang kamu sukai?" Josh bertanya sambil mencondongkan wajah ke wajah Xavia. Bibirnya menyeringai saat manik hijau hazel itu menatapnya.

"Lepaskan aku! Aku ingin melihat bayiku!"

Josh memalingkan wajahnya kesal karena Xavia terus berontak. Tubuh berbalut kemeja hitam dipadukan denim warna senada itu segera bangkit. Langkah panjang itu terayun menuju pintu keluar. Persetan dengan teriakan Xavia.

"Lepaskan aku! Kumohon ..." Xavia menjatuhkan wajahnya dengan punggung yang bergetar. Ia sangat ketakutan dan memikirkan bayi-bayinya.

Hari berikutnya di Rumah Sakit Pusat Salvador. Terlihat Deborah yang sedang bersiap-siap karena mereka akan segera meninggalkan rumah sakit pagi ini. Ia sedikit heran karena bayi-bayi Xavia terus menangis dan Xavia tidak mau memberinya ASI.

"Xavia, sebaiknya susui bayimu. Sepertinya mereka sedang kelaparan," ucap Deborah pada wanita di sampingnya.

"Susui bagaimana? Aku bahkan tidak punya ASI. Ada-ada saja." Dengan acuh Leah menjawab. Kemudian wanita itu melenggang pergi meninggalkan ruang rawat VVIP di mana Deborah sedang menatapnya heran.

"Tak punya ASI?"

Wanita itu mengernyitkan dahi mendengar ucapan sinis Leah padanya. Kemudian ia meraih bayi-bayi Xavia lantas menggendongnya meninggalkan ruangan itu.

Sean yang baru tiba bersama Daniel sangat terkejut melihat Deborah dan Angela sedang membujuk bayi-bayinya yang terus menangis. Matanya melirik pada Xavia yang sedang duduk santai sambil memainkan ponselnya.

"Xavia, apa yang kamu lakukan? Kenapa Jose dan Emily terus menangis?" tanya Sean pada Leah yang sedang sibuk dengan ponselnya.

Mata wanita itu terangkat padanya."Belikan saja mereka susu. ASI ku sudah mengering," jawabnya acuh lalu kembali menatap pada layar ponselnya.

Sean dibuat tercengang mendengar ucapan Xavia. Kepalanya menggeleng tak percaya. Kemudian ia segera meraih Emily dari tangan Angela. Dibawanya bayi perempuan itu menuju ruang Dokter Thalia. Ia menanyakan susu yang cocok untuk bayinya.

"Kurasa ASI Nyonya Muda cukup banyak untuk bayinya, mengapa harus menggunakan susu formula?" tanya Dokter Thalia saat Sean mengutarakan niatnya.

"Entahlah, tapi Xavia mengatakan tak mau menyusui bayi-bayinya." Sean menggeleng pada Dokter Thalia sambil membujuk Emily yang terus menangis.

Dokter Thalia tampak heran. Dilihatnya bayi perempuan di tangan Sean yang sudah pucat ingin menyusu. Ia segera meminta perawat memberikan susu yang cocok untuk Emily.

Sean merasa lega melihat bayi-bayinya mulai tenang setelah diberi susu. Deborah segera meraih lengan Sean, membawa pria itu menjauh dari Leah yang sedang duduk bersama Angela yang sedang memberi susu pada Jose.

"Sean, apa yang terjadi pada Xavia? Mengapa dia seperti tidak perduli pada bayinya? Aku tidak melihat sinar di matanya seperti dulu. Dia seperti bukan Xavia ku." Deborah berkata pada Sean setelah mereka berada cukup jauh dari Leah.

"Entahlah, Bu. Aku pun tidak mengerti. Mungkin Xavia mengalami shock pasca melahirkan. Hanya itu yang dikatakan oleh Dokter Thalia padaku," ucap Sean. Ia tampak bingung dan heran dengan perubahan sikap Xavia.

Hingga saat mereka meninggalkan rumah sakit, Deborah benar-benar dibuat heran pada Xavia yang sama sekali tidak mau memegang bayinya. Wanita itu malah tidur di kamarnya setibanya mereka di mansion.

"Xavia, gendonglah bayimu. Mungkin Mereka ingin bersamamu." Deborah menghampiri Leah yang tengah meringkuk di tengah ranjangnya sambil membawa Emily yang terus menangis.

Leah mendengus kesal mendengar ucapan Deborah, dan suara tangisan bayi itu membuat kepalanya mau pecah. Dengan wajah merah terbakar emosi, wanita itu segera bangkit dan langsung melempar bantal ke arah Deborah. Wanita paruh baya itu dibuat tercengang.

"Buang jauh-jauh bayi-bayi itu dari hadapanku! Aku pusing mendengar suaranya!" Leah menatap murka pada Deborah sambil berdiri di depannya.

"Xavia, apa maksudmu?! Bayi-bayi ini adalah anakmu! Kenapa kamu menjadi seperti ini, hah?!" Deborah menjadi naik pitam melihat sikap kasar Xavia padanya.

Leah memalingkan wajah sambil memejamkan mata menahan emosi. Tak ada gunanya ribut dengan wanita tua itu. Dan lagi, dirinya belum menguras harta Sean. Bagaimana jika semua orang curiga padanya karena sikapnya yang berbeda dengan Xavia.

Dihela napas dalam-dalam olehnya guna menetralkan emosinya. Shit! Bayi-bayi itu benar-benar merepotkan! Dengan wajah berusaha tenang, Leah segera meraih Emily dari tangan Deborah.

"Berikan padaku. Aku akan mengurusnya."

Deborah masih menatapnya heran.
Ia tidak buru-buru meninggalkan kamar itu. Ia takut jika Xavia akan menyakiti bayinya. Benar-benar aneh. Mengapa sikap Xavia sangat berbeda setelah mereka kembali dari rumah sakit? Apa yang sebenarnya telah terjadi pada menantunya?

Leah dengan terpaksa menimang bayi perempuan itu di depan Deborah yang sedang berdiri mengawasi. Shit! Apa yang wanita tua itu pandangi?
Ia merasa terintimidasi oleh tatapan Deborah.

'Dasar wanita tua sialan!'

Rutuknya dalam hati dengan ekor mata dipenuhi amarah.

MENANTU MISKIN PRESDIR (return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang