Chapter 108 - Apa Salahku

77 4 0
                                    

Xavia sedang menelungkup di atas ranjangnya. Bukan kamar Sean tetapi kamar tamu yang biasa dirinya tempati. Punggungnya bergetar hebat sambil membasahi bantal di dadanya.

Ia sangat sedih karena sikap Sean padanya di pesta. Bahkan suaminya malah membela Molly daripada dirinya. Ia benar-benar tak habis pikir dan terjatuh dalam jurang kepedihan.

"Apa salahku, Sean? Mengapa kamu tega mematahkan hatiku demi gadis itu? Kamu jahat, Sean! Apa salahku?" Xavia membenamkan wajahnya pada bantal yang sudah basah karena air matanya.

Sean menghentikan langkahnya di depan pintu kamar Xavia yang terbuka lebar. Mungkin gadis itu lupa menutupnya karena terburu-buru.

Dipandangi gadis yang sedang menelungkup di tengah ranjang dari kejauhan. Tangan Sean mengepal kuat. Ingin rasanya ia menghajar dirinya sendiri dan memotong tangan yang sudah berbuat kasar pada istrinya.

Air matanya berjatuhan melihat Xavia menangis. Namun tangan itu buru-buru menyekanya. Ia tak boleh lemah di depan Xavia. Bahkan gadis itu tega mengkhianatinya. Ia tak bisa memaafkan Xavia. Dibawanya tubuh kekar berbalut tuxedo hitam itu mundur dari pintu kamar Xavia.

Dengan perasaan hancur ia melangkah menuju kamarnya. Sama seperti Xavia, dirinya pun sangat sedih saat ini. Namun sebagai seorang pria ia harus tegas. Pengkhianatan istrinya tak mudah dirinya maafkan begitu saja.

"Xavia, andaikan kamu tidak mengkhianatiku. Aku tidak akan pernah berlaku seperti ini padamu. Mengapa kamu melakukannya, Xavia? Menapa?!" Sean melempar potret Xavia yang sedang dipegangnya setiba di dalam kamar.

Potret itu hancur berserakan karena menabrak dinding. Sean menjambak rambutnya sendiri lalu meraung dalam frustasi. Ia benar-benar tidak bisa terima pengkhianatan Xavia padanya. Bahkan dengan Janied? Hatinya benar-benar sangat hancur saat ini.

Deborah berdiri di ambang pintu kamar Sean. Langkah kecil itu perlahan masuk. Matanya memindai seisi ruangan yang tampak berantakkan seperti baru saja terjadi badai Tsunami. Beberapa potret Xavia berserakan di lantai bercampur pecahan kaca yang juga turut berhamburan di sana.

Apa yang terjadi pada Sean?
Wanita dengan long dress warna biru tua itu segera melanjutkan langkahnya mencari sang putra.

Dilihatnya Sean yang sedang merangkul kedua lututnya sambil duduk pada lantai dingin di sudut kamar itu. Matanya membulat penuh melihat keadaan putranya yang sangat kacau.

"Sean, ada apa? Katakan padaku! Apa yang terjadi padamu, Nak?" Deborah segera bersimpuh di depan Sean. Dipeluknya sang putra yang tampak sedang frustasi.

Sean tidak mengatakan apa pun pada ibunya. Ia tak ingin Deborah turut membenci Xavia jika dirinya mengatakan apa yang sudah istrinya lakukan.

Bisa saja Deborah langsung mengusir Xavia dan ibunya dari rumah ini. Sean masih punya nurani untuk itu. Lebih baik dirinya simpan segalanya sendiri.

"Sean, katakan padaku ada apa yang terjadi? Apakah dirimu dan Xavia sedang ada masalah? Katakan Sean!" Deborah merangkum wajah sang putra yang dipenuhi jejak air mata.
Ia menatap dalam pada Sean. Ia harus tahu mengapa putranya sampai seperti orang tak waras begini.

Sean menggeleng."Tak ada apa-apa. Aku dan Xavia baik-baik saja. Aku hanya kesal karena Xavia tak juga memberiku seorang bayi. Dan aku kesal pada diriku sendiri yang sudah marah-marah padanya," jawabnya lirih.

Deborah menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Sean. Ia tahu sang putra sedang berbohong padanya. Entah mengapa Sean berbohong. Apakah untuk melindungi Xavia?

Diraih jemari sang putra yang gemetaran. Deborah menatap Sean dengan sendu."Dengar, kamu dan Xavia pasti akan segera memiliki seorang anak. Jangan pikirkan hal itu. Kalian masih sangat muda dan sehat. Masih banyak waktu," lirihnya lalu kembali meraih Sean ke dalam pelukannya.

MENANTU MISKIN PRESDIR (return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang