Chapter 124 - Momen Sedih

122 5 1
                                    

Beberapa bulan kemudian. Sean sedang duduk pada sofa di teras belakang mansion. Bobby segera berlari saat melihat pria itu. Anjing pintar itu segera melompat ke atas sofa kosong di samping Sean. Bobby melolong pelan dengan napas yang terengah.

Sean menoleh ke arah hewan berbulu hitam di sampingnya. Bibirnya mengulas senyum tipis lalu mengusap kepala Bobby.

"Aku sudah gagal sebagai seorang pria, Bobby. Xavia meninggalkan diriku pergi, dan aku tidak berhasil membujuknya," ucapnya dengan wajah yang berubah sedih.

Anjing jenis Rottweiler itu menatap Sean dengan bola mata bulatnya. Bobby seolah mengerti dilema yang sedang tuannya alami. Kepalanya digosokkan ke lengan Sean lalu melolong pelan.

Sean hanya tersenyum pahit menanggapi. Pria itu kembali tenggelam dalam kesedihan.

Bobby menggonggong dua kali saat melihat Deborah datang. Wanita itu menatapnya sinis. Bobby segera melompat turun lantas berlari menuju kandangnya.

Sementara Deborah segera duduk pada sofa kosong di samping Sean. Kepalanya menggeleng bosan melihat keadaan putranya.

"Kamu harus menemui Xavia lagi, Sean. Jangan sampai kalian berpisah. Xavia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Mungkin saat ini hatinya masih terluka karena dirimu, tapi aku yakin seiring berjalannya waktu pasti luka itu akan pulih dengan sendirinya," ucap Deborah sambil meremas satu bahu Sean.

"Aku akan mencobanya lagi." Sean tersenyum pahit pada Deborah. Kemudian wajah itu terangkat ke langit hitam malam.

Apa yang sedang Xavia lakukan saat ini? Mereka bahkan tidak salinh berhubungan lewat sambungan ponsel sekali pun. Apakah Xavia sedang memikirkan dirinya juga? Sean sangat mencemaskan istrinya.

"Daniel, apakah para bodyguard berada di sekitar villa?" tanya Sean pada Daniel lewat sambungan ponselnya.

Pagi-pagi sekali ia menghubungi Daniel. Rasa cemasnya pada Xavia tak pernah membuatnya bisa tertidur dengan baik setiap malam. Ia sangat mencemaskan Xavia dan bayinya.

"Mereka berjaga-jaga dua puluh empat jam, jangan cemas. Apakah aku harus mengirim rekaman Nyonya Muda padamu?" tukas Daniel sambil berdiri di samping mobil BMW hitam yang menepi tak jauh dari villa di mana Xavia tinggal.

Sudah empat bulan ini dirinya berada di Salvador Timur untuk memantau keadaan Xavia. Sean yang memintanya. Daniel sedikit kesal karena dirinya harus LDR dengan pacarnya, Angela.

Kepalanya menggeleng pusing. Entah kapan hubungan Sean dan Xavia kembali baik. Ia sangat ingin kembali ke Salvador Barat.

"Kirimkan lekas," balas Sean pada Daniel lewat sambungan ponselnya. Bibirnya mengulas senyum melihat rekaman yang dikirimkan oleh Daniel.

Tayangan video itu memperlihatkan Xavia yang sedang menyiram bunga-bunga di pelataran villa. Dilihat perut istrinya yang tampak sudah membesar.

Usia kandungan Xavia kini sudah hampir menginjak lima bulan. Namun perutnya sudah seperti wanita yang hamil tujuh bulan.

Menurut dokter kandungan yang sering Xavia kunjungi, istrinya mengandung sepasang bayi kembar. Oleh karena itu perutnya terlihat lebih besar dari wanita hamil pada umumnya.

Sepasang bayi kembar? Sean sangat senang mendengarnya. Begitupun dengan Xavia. Namun hubungan mereka masih belum membaik.

Meski Sean sering datang ke Salvador Timur untuk menemui Xavia dan mengantarnya ke rumah sakit memeriksakan kandungan.

Namun gadis itu masih bersikap dingin padanya. Bahkan tak jarang Xavia menolak jika Sean ingin mengantarnya ke rumah sakit untuk periksa.

"Kamu terlihat lebih gemuk dan sangat menggemaskan. Jagalah kesehatanmu dan bayi-bayi kita. Aku sangat mencintai kalian." Sean membelai wajah Xavia pada tayangan video di ponselnya.

MENANTU MISKIN PRESDIR (return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang