Setelah membuang banyak air mata di depan pintu kamar Sean, Xavia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Gadis itu dibuat terkejut oleh dering ponsel yang tergeletak di atas meja saat dirinya tiba di kamar.
Siapa yang menelepon malam-malam begini? Apakah pihak rumah sakit?
Xavia buru-buru menghampiri meja di mana ponsel itu berada.Benar, telepon dari rumah sakit. Dengan tergesa-gesa ia menggeser tanda hijau pada layar ponselnya.
"Hallo? Apa?!"
Xavia sangat terkejut mendengar suara Dokter Leo lewat sambungan ponselnya. Pria itu mengatakan jika kondisi ibunya tiba-tiba menurun drastis. Kini Nyonya Hernandez berada di ruang ICU. Xavia diminta segera datang ke rumah sakit.
"Baik. Aku akan segera ke sana," ucapnya. Panggilan pun terputus.
Xavia segera bertukar pakaian dan bergegas meninggalkan kamar menuju garasi. Seorang sopir mengantarnya menuju rumah sakit. Sean yang sedang berdiri di teras balkon kamarnya hanya memandangi mobil BMW hitam yang membawa Xavia pergi.
Mau ke mana gadis itu malam-malam begini? Apakah menemui ibunya di rumah sakit? Entahlah, ia tak peduli. Sean memalingkan wajah lalu menyesap pada gelas wine dalam genggaman. Xavia sudah bukan urusannya lagi. Sebagai pria ia harus tegas.
Setibanya di rumah sakit Xavia langsung disambut oleh Dokter Leo dan dua orang perawat. Ia sangat sedih mendengar kondisi ibunya yang sedang kritis saat ini.
"Pihak rumah sakit sudah sepakat akan melakukan transplantasi ginjal pada Nyonya Hernandez malam ini juga. Jika tidak, maka Nyonya Hernandez takkan bisa bertahan lagi," ucap Dokter Leo pada Xavia.
"Lakukan saja operasinya, aku akan menyiapkan uangnya," pinta Xavia.
"Tidak bisa seperti itu, Nona. Operasi akan dilakukan jika Anda sudah menyelesaikan administrasinya. Maafkan kami."
Xavia terkesiap mendengarnya. Bagaimana ini? Ibunya harus segera dioperasi. Ia harus mendapatkan uanganya segera. Xavia tak ingin terjadi hal buruk pada ibunya.
"Baiklah, aku akan segera mengurusnya," ucap Xavia setelah pertimbangan matang.
Gadis itu segera melenggang pergi meninggalkan rumah sakit.~•~
Pukul sebelas malam Xavia tiba di mansion. Langkah itu terburu-buru saat keluar dari mobil. Lemari kaca di ruang ganti yang dirinya tuju setiba di dalam kamar.
Beberapa kotak perhiasan ia keluarkan. Ada banyak perhiasan yang ia miliki. Mungkin benda-benda itu bisa dirinya jual untuk membayar biaya operasi ibunya.
Xavia hanya memiliki sekitar sepuluh juta dolar pada saldo rekeningnya saat ini. Ke mana ia harus mencari sepuluh juta lagi? Sementara ia tak mau meminta pada Sean. Bahkan pria itu belum tentu mau membantunya.
Hanya perhiasan ini satu-satunya yang bisa dirinya jual untuk mencukupi biaya operasi ibunya malam ini juga.
Malam?
Xavia menoleh pada jam dinding di seberangnya. Jarum jam menunjuk pada angka sebelas. Ya ampun, ternnyata sudah larut malam.
Apakah masih ada toko perhiasan yang masih buka? Entahlah, ia tak yakin. Namun ia harus segera menjual perhiasan itu sekarang juga.
Setelah memasukkan semua perhiasan itu pada sebuah tas, gadis itu segera meninggalkan kamar.
Xavia menemui sopir untuk mengantarnya menuju mall di mana ia bisa menjual perhiasan itu.
Namun, sopir tak kelihatan di sekitar mansion. Entah ke mana perginya."Astaga, bagaimana ini? Apakah aku harus mengemudi seorang diri malam-malam begini?" Xavia berdecak sambil memalingkan wajahnya ke semua arah. Ia tampak kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENANTU MISKIN PRESDIR (return)
RomanceSean Palmer, putra sepasang pelayan di keluarga Hernandez, konglomerat kaya raya di kota San Mitero. Diam-diam Sean menyimpan perasaan cinta pada putri majikannya, Xavia Price Hernandez. Namun, ia harus mengubur cintanya karena status mereka yang ja...