Malam hampir menemukan pagi, Xavia berjalan terhuyung-huyung mengikuti langkah wanita di depannya. Matanya menatap pada punggung Leah.
Apa yang sedang wanita itu rencanakan? Mengapa Leah membawanya ke terowongan ini? Apakah wanita itu mau membunuhnya di tempat ini?
Xavia masih berpikir sampai kemudian Leah menghentikan langkahnya di ujung terowongan. Mata Xavia terangkat sayu dengan napas yang terengah-engah.
Entah berapa jauh mereka berjalan. Dilihatnya Emily yang sudah tidur di dadanya. Sementara Jose tampak sangat kelelahan.
Xavia menghela napas. Dia tak bisa menggendong kedua anaknya. Kasihan Jose. Anak itu pasti sangat kelelahan setelah berjalan cukup jauh dan melewati terowongan sempit ini. Mata Xavia beralih pada Leah. Apa yang sedang wanita itu lakukan? Matanya menyipit heran.
"Leah, kumohon ... hentikan semua ini! Menyerah lah! Aku janji akan membantumu," ucap Xavia seraya menatap Leah lekat-lekat. Xavia yakin jika saat ini Sean dan para bodyguard sudah mengepung Leah. Ia tak ingin saudarinya tewas ditembak seperti lima tahun yang lalu.
Leah menoleh tegas ke arah Xavia. "Menyerah katamu? Aku tak mau! Kecuali ...," ucapnya dijeda lalu menghentikan aktivitas tangannya yang sedang berusaha membuka pintu besi terowongan di depannya. Leah menyeringai tipis seraya bergerak maju ke arah Xavia.
"Kecuali apa?" tanya Xavia dengan tatapan penuh selidik dan curiga. Hingga saat Leah berdiri di hadapannya, dia masih menatap tak berkedip.
"Kecuali kamu mau bertukar peran denganku," desis Leah ke wajah Xavia, lantas tersenyum tipis saat mata wanita itu membulat penuh menatapnya.
"Kamu benar-benar gila!" cerca Xavia pada Leah. Kepalanya menggeleng tak habis pikir. Rupanya wanita itu benar-benar menginginkan suaminya dan hidupnya.
Leah tersenyum tipis."Yasudah jika tak mau, tak perlu marah-marah begitu. Lagi pula, kamu akan segera mati setelah pintu terowongan ini terbuka," ucap Leah seraya mencondongkan wajahnya pada Xavia.
"Aku akan membunuhmu lalu berpura-pura menjadi dirimu lagi. Sean tidak akan tahu. Bahkan, jika dirinya tahu pun dia akan berpura-pura," lanjutnya.
Xavia menatap murka mendengar semua ocehan Leah. Dengan emosi membuncah dodorong wanita di hadapannya itu. Leah hanya tertawa kecil melihat Xavia marah. Kemudian dia bangkit dan langsung menyambar rahang wanita itu. Mereka saling bertatapan dingin.
"Jangan kamu pikir aku akan menyerah karena semua orang sedang mengepungku. Aku bisa saja melakukan apa pun untuk mencapai keinginanku!" Leah melepaskan Xavia dengan kasar. Bibirnya menyeringai tipis melihat wanita itu hampir jatuh terpelanting.
Xavia memejamkan mata sejenak menahan emosi. Kemudian dia berdiri tegak dan menatap geram pada Leah.
"Kini aku mengerti, mengapa Tuhan memisahkan kamu dari keluarga Hernandez. Kamu memang tak pantas berada di antara kami, Leah! Kamu bukan bagian dari Hernandez!"
Plaak!
Seketika Leah langsung menampar pipi licin Xavia sekuat tenaga. Napasnya terengah-engah, bahunya naik turun mengimbangi emosi yang membuncah.
Sementara matanya menatap buas pada Xavia yang masih berpaling karena tamparan keras itu. Leah masih menatap sampai sepasang mata Xavia terangkat coba menggapai wajahnya.
"Why? Kamu tersinggung? Kamu marah karena aku mengatakan jika kamu bukan bagian dari Hernandez?Kenapa kamu marah?" Xavia tersenyum miring usai bicara seperti itu pada Leah.
Wanita itu hanya tertegun menatap Xavia. Entah kenapa ucapan Xavia begitu melukai hatinya. Sakit, bak dicambuk ribuan kali atau disayat oleh ratusan belati.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENANTU MISKIN PRESDIR (return)
RomansaSean Palmer, putra sepasang pelayan di keluarga Hernandez, konglomerat kaya raya di kota San Mitero. Diam-diam Sean menyimpan perasaan cinta pada putri majikannya, Xavia Price Hernandez. Namun, ia harus mengubur cintanya karena status mereka yang ja...