Chapter 122 - Kembalilah Xavia

104 4 0
                                    

Kawanan burung gereja berterbangan rendah di sekitar villa. Suara cicitan mereka memecahkan keheningan yang terjadi di antara sepasang manusia pagi itu.

Xavia tertegun melihat pria berkemeja putih yang kini berdiri di hadapannya. Sementara Sean menatapnya dengan wajah berbinar.

Apakah ia masih tertidur dan bermimpi? Jika benar, Xavia ingin segera terjaga dari mimpi buruk ini.

"Xavia ..."

Suara bass itu membuat Xavia tersadar jika ini adalah kenyataan, bukan mimpi belaka. Namun ia tidak menyukai situasi ini. Apa yang Sean inginkan darinya? Apakah pria itu ingin menjemputnya pulang? Tidak semudah itu, setelah banyak kepahitan yang sudah dirinya lalui.

"Untuk apa menemuiku? Siapa yang memberitahu mu jika aku berada di sini?" Xavia memasang wajah sinis pada Sean.

Ekor matanya melirik pada Daniel yang berada agak jauh dari villa. Bibirnya mencibir melihat pria itu berpura-pura tidak melihatnya. Pasti Angela yang sudah memberitahu Daniel tentang villa ini, pikirnya kesal.

Sean segera maju, lantas menjatuhkan lututnya di hadapan Xavia. Gadis itu hanya menatapnya heran. Diraihnya jemari gadis itu. Ia menatapnya dengan lembut.

"Xavia, maafkan aku. Aku sangat menyesal karena meragukan cintamu. Kumohon pulanglah bersamaku.
Aku berjanji akan memperbaiki semuanya. Aku benar-benar menyesal ..."

Xavia tertegun di tempat melihat apa yang sedang Sean lakukan. Pria itu berlutut di hadapannya dengan wajah penuh penyesalan. Ia merasa lega jika Sean sudah menemukan kebenaran. Namun, tidak mudah baginya untuk memaafkan pria itu.

"Lepaskan! Mengapa meminta maaf padaku? Aku bahkan sudah melupakan semuanya," tukas Xavia dengan acuh.

Sean tersenyum lega mendengarnya. "Apakah itu artinya kamu sudah melupakan masalah kita dan mau kembali pulang denganku?"

Xavia menggeleng. "Tidak, bukan begitu. Aku memang sudah melupakan semuanya, termasuk dirimu dan hubungan ini. Pengacara ku akan segera mengurus berkas-berkas perceraian kita," ucapnya lalu memalingkan wajah dari tatapan tak percaya Sean.

"Bercerai?"

Sean menggelengkan kepalanya dengan wajah sedih."Aku tak mau bercerai denganmu, Xavia. Kumohon maafkan diriku dan berikan aku kesempatan sekali lagi. Aku bersalah padamu dan anak kita. Izinkan aku untuk perbaiki semuanya. Kumohon ...," lirihnya dengan mata berkaca-kaca.

"Semuanya sudah terlambat. Hati ini sudah kamu hancurkan dan tak bisa diperbaiki lagi. Pergilah, aku tak mau melihatmu lagi," ucap Xavia lalu melepaskan genggaman tangan Sean darinya. Ia hendak melangkah pergi untuk menumpahkan air mata yang sudah membendung tak tertahan.

"Xavia, kumohon berikan aku kesempatan! Kamu sedang mengandung, tidak mungkin kita bercerai. Aku tak mau bercerai denganmu. Aku ingin membesarkan bayi kita bersama." Sean langsung bangkit lantas mencekal lengan Xavia.

Gadis itu menjatuhkan air matanya mendengar ucapan Sean. Diusapnya dengan kasar pipi basah itu. Tubuhnya memutar menghadap pada pria di sampingnya. Ia berusaha kuat.

"Aku tidak membutuhkan dirimu lagi. Aku bisa melahirkan bayi ini di mana saja, tanpa dirimu. Kumohon lepaskan aku dan biarkan aku sendiri."

Sean dibuat tertegun mendengar semua ucapan Xavia. Hingga saat pintu mahoni itu ditutup rapat, dirinya masih mematung dengan perasaan yang hampa.

Tidak membutuhkan dirinya lagi?
Tidak mungkin. Kepalanya menggeleng dalam rasa frustasi. Diusapnya wajah itu dengan kasar.

"Xavia, kumohon ... Kita harus bicara! Xavia!" Sean mengetuk-ketuk pintu itu sambil meraung panik.

MENANTU MISKIN PRESDIR (return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang