Kevin's View
Malas.
Hari ini rasanya aku malas ke sekolah.Semenjak kejadian kemarin sore, Alvin, Aku, dan Axel jadi saling diam. Kami ga ada bicara satu sama lain.
Kemarin Alvin keliatannya ngomong dengan Axel, tapi aku ga bisa mendengar obrolan mereka.
Axel terlihat menatap kosong ke arah lain saat Alvin mengajaknya bicara.
(Emang Alvin bisa ngajak orang bicara ya? Tiap dia ngomong yang keluar pasti ngajak berantem)Kemarin aku memang sengaja menghabiskan uangku untuk membeli Warlord's Suit di Central. Aku gatau kenapa, aku cuma mau Axel ga lebih dekat lagi ke aku.
Tapi, wajah sedihnya kemarin....
Hatiku terasa miris saat aku mengingat wajahnya. Axel yang biasanya ceria jadi bergitu pemurung karena aku.
Tanpa kusadari, ada perasaan kecil tumbuh di hatiku saat aku beberapa hari ini bersamanya.
Aku baru menyadari semua tingkah aneh Alvin belakangan ini.
Dia ternyata berusaha keras mendekatkanku dengan Axel tanpa aku sadari.Perasaan itu memang sudah ada, tapi tertutupi karena aku memfokuskan diriku untuk menjaga Alvin. Aku cemburu saat itu. Aku cemburu bukan hanya karena dia mendekati Alvin, tapi juga karena takut dia akan tergantung pada Alvin.
Aku baru menyadarinya sekarang.
Aku mulai menyukainya, entah bagaimana, Alvin sukses mendekatkanku dengan bocah kecil itu.Aku ga mungkin bisa lihat wajah sedih Axel lagi. Apalagi, malam itu akulah yang bikin dia sampai tersiksa. Aku menyakitinya padahal dia sedang berusaha keras untuk membahagiakanku.
Saat Axel habis habisan dibantai saat dia mencari Armor untukku?
Aku sudah berada disana jauh sebelum Alvin datang. Aku hanya melihat bagaimana ia tetap berusaha berdiri saat pukulan datang bertubi tubi padanya. Dia tampak sangat gigih saat itu.Dan bahkan, saat persediaannya hampir habis, dia nekat menerjang Collosus, hanya demi mendapatkan sebuah Armor untukku, dia tidak memikirkan kalau dia terbunuh saat itu.
Dan Aku? Apa yang bisa kulakukan?
Aku hanya berdiri mematung, seakan menikmati pemandangan itu. Menikmati bagaimana dia menyeret tubuhnya menjauh dari monster itu, dan bagaimana dia tetap tidak bergeming menghadapi semua penderitaan itu
Sebegitu kejinyakah aku? Bahkan untuk orang yang sudah mengasarinya seperti yang aku lakukan, dia masih tetap berusaha keras menyenangkanku...
"Kevin, Kevin...?"
Aku tersentak dari lamunanku
"Kamu melamun ya? Sebentar lagi sampai di sekolah ni, nanti Papa turunin di depan ya, soalnya papa udah telat.."
Aku mengangguk pelan pada ayahku.
Aku sebenarnya ingin tidak masuk hari ini. Aku masih takut kalau aku harus bertemu Alvin. Takut menghadapi kata kata yang muncul dari bibirnya."Tumben kamu ga mau bawa motor ke sekolah Kev? Kamu lagi ada masalah? Keliatannya lesu banget?"
Papaku sedari tadi terus memperhatikanku. Kelihatannya beliau mengkhawatirkan keadaanku.
"Ah, Kevin ga kenapa kenapa pa, cuma masih ngantuk aja, Makasih ya Pa, Aku sekolah dulu..."
Aku turun dari mobil Ayahku, dan melangkah ke dalam sekolahku. Pandanganku tertuju pada seorang anak yang berjalan dengan headset di kedua telinganya
"Alvin..."
Aku kembali teringat sosoknya yang saat itu berlari menyusuri semua lorong di Collosus Hall demi mencari Axel. Aku tahu dia menguatirkan Axel. Dia kuatir terjadi sesuatu dan dia pasti akan merasa bersalah dan harus bertanggung jawab.
Bahkan saat melihat Axel, dia tanpa pikir panjang langsung menggunakan tangannya sebagai tameng untuk menghentikan serangan Collosus. Padahal dengan sihirnya mungkin dia tidak perlu terluka. Dengan sihirnya tentu dia bisa dengan mudah membunuh collosus itu, semudah dia membunuh puluhan collosus dijalannya mencari Axel.
Alvin, padahal selama ini dia berusaha menyadarkanku tentang Axel. Tapi aku malah memusatkan perhatianku padanya.
Karena apa?
Karena aku juga menyukainya!Salahkah aku kalau aku menyukainya? Sekarang aku dihadapkan pada dua pilihan.
Seseorang yang aku sukai, tapi dia sudah dengan eksplisit menolakku, atau seorang bocah kecil yang mencintaiku dengan tulus?Aku menghela nafas panjang.
Aku mengikuti Alvin dari belakang sampai kami masuk ke dalam kelas.
Aku mengambil tempat duduk tepat di sampingnya.". . . . . . . . ."
Dia terlihat asik dengan komiknya dan dia bahkan tidak menghiraukanku disampingnya.
Biasanya kalau sudah begini aku pasti ngomel ngomel ga jelas.Tapi untuk hari ini, rasanya begini jadi lebih baik.
"Axel bicara banyak padaku kemarin..."
Alvin menutup bukunya dan melepas sebelah headsetnya.
Dia menyandarkan dirinya ke dinding kelas, dan menutup matanya.
Aku menatap sebentar padanya, kemudian kembali mengalihkan perhatianku."Dia baik baik saja?"
Alvin mengangguk pelan
"Kupikir aku berubah pikiran.."
Ucapnya lagi.
Mendadak ia membuka matanya, dan menyeringai kearahku, membuatku bergidig melihat ekspresinya."Anak itu, M E N A R I K..."
Ucapnya lagi sambil menjilat bibirnya
Aku memanas mendengar kata katanya. Apa maksudnya dia berkata seperti itu?"Apa maksudmu...?"
Dia tertawa kecil
"Aku sudah sejak lama berusaha mendekatkan kalian, tapi tampaknya usahaku sia sia, dan setelah aku bicara padanya kemarin, kupikir, dia cukup menarik, dan daripada kamu terus menyia nyiakannya, lebih baik dia jadi mainanku..."
Aku terperanjat mendengar kata katanya
"Kau gila, apa yang kau lakukan!"
Aku mulai terbakar emosi saat mendengar kata katanya. Aku merasa tidak rela dia memperlakukan Axel seperti ini.
"Kenapa? Kamu cemburu? Memang sudah pantas! Aku bakal buat dia memalingkan mukanya darimu! Paling tidak aku sudah mulai melakukannya kemarin..."
Dia berbicara dengan penuh tekanan seakan akan dia menyudutkanku.
Aku meremas tanganku kuat. Apa apaan dia!"Kau menyia nyiakan barang bagus. Kau tau? Dia anak yang lucu dan polos... Mainan yang bagus untukku..."
Dia kembali menatapku dengan senyuman dingin
Aku ga bisa menahannya lagi!BUAKK!
Aku melayangkan tinjuku ke arahnya. Tinju itu sukses mendarat di kanan bibirnya.
Darah mengalir tipis dari bibirnya."Aku ga bakal membiarkannya! Kamu ga bakal bisa memanfaatkan Axel!"
Aku langsung berlari keluar dari kelasku tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya.
=======================================
Silver's View
Seisi kelas mendadak hening saat Kevin memukul Alvin tepat di wajahnya.
Kevin pergi dengan penuh emosi meninggalkan ruang kelasnyaAlvin tampak masih belum bergerak dari posisinya. Dia terkejut dengan reaksi sahabatnya.
Sejenak kemudian ia menyeka darah yang mengalir dengan jempolnya, dan tersenyum."Kalau begitu, rebutlah..." gumamnya pelan, seringai kemenangan kembali mengisi wajahnya
Alvin kembali mengenakan headsetnya dan menyenderkan dirinya di kursi kelas.
"Sial..."
Alvin mengerang kesakitan, dan memegangi tangan kanannya yang membiru, dan terdapat bekas memerah di beberapa tempat. Seberkas darah mengucur keluar dari tangannya, membentuk ukiran tepat seperti lukanya di game.
"Kenapa bisa... Padahal hanya game..."
Alvin mengelus tangannya sambil meringis, kemudian kembali menyenderkan kepalanya ke kursinya.
"Kayaknya, hari ini ga bakal bisa pegang pulpen...."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Night and The Day
FantasyLove Story in Fantasy Game and Real Life! Check it out! Based on Suikoden Game! I rewrite and Edited some parts and Ending from my last story.... Its in Indonesian!