Arsais's View
==============flashback==========
Aku memandangi gelas yang diisi dengan cairan berwarna kemerahan yang berkilau bagaikan delima di hadapanku. Dari gelas itu, aku bisa memandang dengan jelas sebuah wajah dari seseorang yang duduk di hadapanku.
"Apa yang kamu kejar?"
Ucapku lagi. Sungguh, ini adalah pertama kalinya aku benar benar merasa jengah! Biasanya perlu suasana yang ramai untuk membuatku sedikit tidak nyaman dan memutuskan untuk pergi.Tapi kali ini, seorang pria tua gemuk dengan senyuman memuakkan sudah cukup untuk membuatku mual. Dan buruknya, aku tidak bisa melakukan apapun untuk lari dari keadaan ini.
"Kami kemari untuk memberitahukan Harmonia tentang campaign kami, dan menurut aturan di game ini, kami harus mengirim utusan sebelum kami melakukan perang terbuka dengan sebuah negara, benar kan? maka itulah sekarang aku ada disini."
Aku menghantamkan tanganku ke meja, dia sejenak tampak terkejut, tapi kemudian segera menguasai keterkejutannya."Maksudku, mengapa kau menolak ajakan gencatan senjata dariku?"
Pria itu mengelus perut gempalnya, kemudian maju dan membalas tatapanku.
Sungguh berani."Kami ingin pembalasan untuk apa yang sudah anda lakukan, Lord Arsais..."
"Kalau memang begitu, mengapa bukan Cardinal sendiri yang datang menemuiku tapi harus mengutusmu kemari? Bukankah seharusnya kepala negara yang bertemu untuk membahas hal ini?"
Pria itu kembali menyandarkan tubuhnya dan memasang senyuman yang benar benar memuakkan dimataku."Sama sepertimu, kenapa bukan Pontiff sendiri yang datang dan bertemu dengan kami sekarang, melainkan kamu, Bishop dari Valerie?"
Aku terdiam, memang benar, ini juga menjadi salah satu pertanyaanku, apa yang sebenarnya terjadi sehingga Lord Marty sang Pontiff menolak bertemu dengan utusan Aronia, tetapi malah menyuruhku. Lord Marty sendiri bahkan tidak datang ke sini, melainkan tetap bertahan di Central. Semuanya sungguh membuatku bertanya tanya."Lord Marty ada urusan di Central, jadi beliau tidak bisa bertemu, saya mohon maaf.."
Aku menundukkan kepalaku, merasa seperti domba yang dibungkam."Kalau begitu, anda juga tidak berhak meminta Cardinal untuk datang kemari, benar?"
Aku mengertakkan gigiku, meremas kuat genggamanku. Orang ini sedari tadi terus memancing emosiku, apa yang sebenarnya diinginkannya?
Urusan politik memang bukan bidangku, tapi aku tidak pernah berpikir akan ada manusia dengan kebusukan melebihi bangkai akan kutemui selama hidupku!"Tak bisakah kita membicarakan hal ini? Bukankah kami juga sudah mengklarifikasi bahwa pelaku dari penghancuran itu bukanlah kami, tidak bisakah saya bertemu dengan Cardinal untuk membicarakannya?"
"Jangan sombong bishop muda, anda bukanlah orang yang berhak menentukan disini."
Aku menelan ludahku.Emosiku sudah membuncah, tapi kupaksakan raut wajahku untuk tetap tenang.
Tidak lucu kalau aku membunuh seorang senator disini kan?
Itu bisa jadi bukti kalau akulah yang sudah menghancurkan desa mereka.Paling tidak, sampai semua bukti bahwa aku tidak bersalah belum terkumpul, aku harus bisa menjaga mulutku, jangan sampai ada perkataan atau perbuatanku yang bisa menjadi senjata bagi mereka.
"Kami tidak menginginkan perang, bisakah kita membicarakan tentang penggantian disini?"
Pria tua itu tertawa terbahak bahak."Bishop Arsais, anda benar benar tidak memahami perkataan saya? Anda yang memegang pangkat tertinggi di Harmonia ternyata tidak sepintar yang dikatakan! Atau memang Bishop takut dengan Aronia? Harmonia ternyata hanya bisa menggeram tapi takut menggigit?"
Pria bernama Seagent itu terkekeh pelan, kemudian dia menatapku dengan tatapan meremehkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Night and The Day
FantasíaLove Story in Fantasy Game and Real Life! Check it out! Based on Suikoden Game! I rewrite and Edited some parts and Ending from my last story.... Its in Indonesian!