Chapter 2.9: Allegiance

36 8 0
                                    

Arsais's View (Kevin)

"Sudah semuanya?"
Kami, kelima bishop, bersama Axel dan beberapa perwira lainnya bersiap malam itu.
Kami mengikat semua keperluan kami ke pinggang, sedangkan kebutuhan kecil kami masukkan ke dalam tas ekspedisi kami.

"Lord Arsais..."
Axel menarik lenganku dengan lembut, berusaha menarik perhatianku.

"Ada apa Ax?"
Axel memberi isyarat padaku untuk mengikutinya, kemudian berjalan ke balik pintu besar Kastil.

"Yeah? Ada apa?"
Aku bertanya dengan tidak sabar, karena sebentar lagi kami harus berangkat diam diam tanpa diketahui Lord Marty.

"Ini, Alvin memberikanku ini, pada malam sebelum perang besar terjadi."
Axel membuka tas pinggangnya, mengeluarkan sebuah pakaian berwarna merah.

"Ini?"
Axel mengangguk padaku.

"Yeah, Warlord's Suit..."

"Arsais memberikannya padamu?"
Axel menggeleng.

"Tidak, ini adalah Warlord's Suit yang dulu aku beli, ingat?"
Aku tertegun sejenak, kilasan balik bayangan pahit kelakuanku pada Axel kembali terulang.

"Yeah, aku ingat, kejadian itu, aku benar benar jahat, maafkan aku..."
Aku memegang bahunya dan menatapnya, meminta maaf padanya setulus mungkin.

"Tidak, tidak masalah, sebenarnya aku mau menolaknya pada saat dia memberikannya padaku, tapi dia terus memaksaku."
Axel menghela nafasnya panjang, kemudian menceritakan semua yang terjadi saat ia berbicara empat mata dengan Arsais lama.
=============flashback===========

Axel's View

"Kamu sudah menemukan dua orang yang akan jadi pembantu kita dalam rencana ini?"
Arsais menatapku dengan tatapan dinginnya.

"Sudah, Lord Arsais, aku sudah menemukannya, dan aku yakin mereka akan memegang perintahmu dengan baik."
Arsais mengangguk pelan.

"Baguslah, Axel, dengarkan aku..."
Arsais kembali menatapku, kemudian kembali mengarahkan matanya ke arah peta di mejanya. Kelelahan dan tertekan, itulah yang saat ini aku bisa gambarkan dengan melihat wajahnya.

"Axel, esok, perang esok, aku akan tewas di perang esok....."
Aku berdiri dengan spontan.

"Apa maksud anda?!"
Arsais menatapku datar, memberiku isyarat untuk kembali duduk.

"Ketahuilah, kita tidak berperang dengan orang yang benar benar ingin menghabisi kita. Bila dugaanku benar, semua ini hanyalah rekaan orang di balik layar."

"Maksud anda Lord Arsais?"

"Yeah, aku sedikit demi sedikit mulai mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Aku yakin, esok perang besar tidak akan terelakkan, dan dari apa yang aku baca, jelas bahwa bukan Harmonialah tujuan mereka, melainkan aku, Lord Arsais."

". . . . . . . ."

Arsais menatapku dengan wajah lelahnya, dia menyisir jari rambutnya yang kecokelatan agar tidak menutupi mata cokelat lebarnya.

"Bila perkiraanku besok benar, bukan mustahil kalau esok kita akan berperang sendirian, dan bukan tidak mungkin kita akan terpukul mundur dari Valerie, rumah kita."
Arsais menggenggam erat jarinya, membuat ukiran Earth Rune di tangannya berpedar sengit.

"Aku akan memimpin kalian untuk mempertahankan Valerie esok, Aku bukan tidak memiliki rencana esok, tapi aku memang tidak ingin membuka semuanya sebelum waktunya. Dengan mundurnya Pasukan lain selain Valerie, aku yakin, kita akan mendapatkan bukti yang kita inginkan di Great Shrine.."

"Maksud anda, Lord Marty dalang semua ini?"
Arsais mengangguk pelan.

"Yeah, dan kita tidak bisa langsung menuduhnya begitu saja. Maka itulah, esok, kita harus berpura pura mempertahankan Valerie, dan pasukan kita akan mundur perlahan, sampai ke South Wall, di Central. Kamu ingat para Mercenary yang kita temui di Central? Aku yakin mereka akan menyerang, cepat atau lambat, sebagai umpan untuk melemahkan kita. Sebelum itu semua terjadi, Lord Marty akan bebas dari kesalahan. Maka dari itulah, kita terpaksa mengorbankan Valerie untuk tujuan ini..."

The Night and The DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang