Arsais's View
Aku melangkah masuk ke dalam benteng. ga ngerti juga kenapa, tapi rasanya langkahku lebih ringan sekarang, dan rasanya moodku semakin membaik.
"Darimana aja?"
Caesar tampak berdiri di depan barisan pasukan saat aku menoleh kepadanya. mukanya tampak tegang. disampingnya Axel terlihat sama tegangnya menatapku dengan pandangan yang sulit kuartikan.
"kenapa semuanya berkumpul?"
"Pasukan depan mereka sudah bergerak ke arah kita. kalo tadi kamu ga segera datang, mungkin aku udah sendirian maju dan berperang..."
ucapnya dingin
Aku menggaruk kepalaku dan menundukkan kepalaku, perasaan bersalah terasa di dalam dadaku. tapi entah kenapa, rasanya moodku terlalu bagus untuk merasa begitu"Baik, kita bergerak. hadang mereka di depan."
"apa strategimu untuk kali ini?" Ucap Caesar sambil menatapku tajam
"hanya pasukan pembuka kan? kita habisi mereka sebelum sampai disini, tidak ada strategi, bariskan Wizard di garis depan. kurangi jumlah mereka sebelum mereka sampai disini"
"Baiklah" ucapnya singkat.
Tampaknya dia masih marah padaku. hmmm, nanti di sekolah aja deh aku traktir makan buat permintaan maaf.....
"SEMUANYA, BERSIAP, KITA BERGERAK SEKARANG''
dengan seruan itu, semua orang bergerak ke garis depan. aku yakin, kali ini kami pasti bisa dengan mudah menjatuhkan mereka. yah, kupikir, dengan pukulan pertama ini mereka pasti akan berpikir panjang sebelum menyerang Valerie.
Tempat ini, bukan tempat yang tepat untuk serangan awal. Aku akan memberitahu mereka lewat serangan ini.
=======================================
Caesar's View
Kupandangi sisa sisa rerumputan yang sekarang sudah memerah karena darah.
Aku sudah menduga hasil ini. Perkiraan Alvin emang ga pernah salah. Dalam sekejap saja, kami berhasil menghabisi seisi pasukan depan mereka, dan berkat priests Valerie yang terkenal tangkas, kami nyaris tidak kehilangan pasukan apapun...
Axel terlihat bergetar setelah semuanya berakhir. aku melihat beberapa torehan luka di badannya, dan sebuah sayatan kecil di wajahnya tampak masih mengeluarkan darah. Tangan kanannya tampak gemetar meremas belati yang dipegangnya. kuusap pelan wajahnya, dan aku tersenyum padanya."Lihat? Bishop memang bisa diandalkan, sudah selesai, kau juga sudah berusaha dengan baik"
kuacak acak rambutnya dengan gemas. dia terlihat terkejut. maklum lah, karena biasanya cuma Alvin yang biasa aku begitukan. dalam sekejap mukanya berubah merah.
Kenapa anak ini...?"Belum...."
Aku tertegun, aku melihat ke arah Alvin, atau Arsais di game ini, dan aku terpana melihat apa yang ada di belakangnya.
walau tampak jauh, tapi aku bisa mengenalinya. itu adalah pasukan musuh yang masih berdiam aku yakin jumlahnya lebih dari lima kali lipat pasukan kami, mereka berbaris dalam formasi, tetapi belum menunjukkan pergerakan.
Axel menggenggam tanganku erat. semua pasukan kami tampak tegang melihat keadaan ini. Kulihat wajah Alvin. baru kali ini aku melihat segurat ketakutan di wajah datarnya.Dia Takut.....
Tak lama kemudian, mereka terlihat mundur, dan menghilang di garis matahari sore. Axel tetap meremas jubahku dari belakang, dan aku mengelus rambutnya untuk mencoba menenangkannya. semua orang tampak lega. kecuali satu orang.
Alvin.
Aku dan dia menyadari apa yang tidak disadari orang lain. kami menyadari apa yang akan terjadi berikutnya, tangan Axel terlihat bergetar. aku memeluknya untuk menenangkannya, tapi dengan cepat dia mendorongku. dan membuang muka.
kenapa dengannya? anak ini semakin membingungkanku.
Sejenak kemudian, Alvin tampak memberikan aba aba pada kami untuk mundur, dan beristirahat.====================================
Malam itu aku tertegun di tendaku, malam sudah larut, aku sadar, dan esok aku harus sekolah. tapi aku tau, Alvin sedang merencanakan sesuatu dan aku harus siap bila ia memerlukanku.
Alvin masuk ke tendaku, benar dugaanku."Caesar, kau mengerti keadaan kita?"
aku mengangguk lemah
"Yeah, tau. dengan keadaan seperti ini, kita cuma bakal jadi sandsack! kita tinggal tunggu waktu sampai mereka datang dan meluluhlantahkan semuanya...."
"ya... begitulah. kupikir, aku perlu "itu" untukku sekarang"
ujarnya lirih.
mataku melebar."Final Form dari The Earth? Kau sadar yang kau akan lakukan? kalau kau salah langkah dan kau gugur, seisi pasukan akan tercerai berai"
"aku tahu, maka itulah aku memanggilmu. Bila sesuatu terjadi, aku mau kau yang mengambil alih pimpinan. Mengerti?"
sejenak aku menatapnya tajam. aku benar benar tidak setuju dengan hal ini. tetapi Alvin adalah orang yang keras kepala bila sudah mengambil keputusan.
akhirnya aku mengalah, dan mengangguk."Tapi berjanjilah, selama kau bisa memimpin, aku tidak lebih dari seorang prajurit..."
Ia tersenyum lalu berlalu pergi
"aku akan mengambil Earth sekarang juga. setelah itu aku akan langsung tidur. mereka juga tidak akan menyerang, mereka pasti butuh waktu untuk regroup pasukannya, lagipula saat ini sudah lewat jam legal untuk berperang..... kupikir..."
aku mengangguk, dan menatap kepergiannya.
"Kamu memang... selalu bilang orang lain idiot. padahal sebenarnya kamulah yang bertindak bodoh kalau sudah begini"
Kevin's View
segera ku log out game ku, dan aku beranjak ke tempat tidur
kurapikan kembali rambut cepakku, dan kutatap jam dinding."Shit! jam 1! telat nih sekolah esok! Apin sial! liat aja esok!"
aku segera mematikan lampu dan terlelap.
=======================================
KAMU SEDANG MEMBACA
The Night and The Day
FantasiLove Story in Fantasy Game and Real Life! Check it out! Based on Suikoden Game! I rewrite and Edited some parts and Ending from my last story.... Its in Indonesian!