Chapter 2.16: Death King

43 8 1
                                    

Alvin's View

"Sinyo, ada yang nyarii..."
Sayup kudengar teriakan si Bibik dari lantai bawah.

Temanku? Apa dia sudah datang?
kulirik jam yang tergantung di dinding di atas komputerku.

Pukul 4 sore?

Cepat sekali?

Bukannya ini masih jam kerjanya?
Aku berdiri, dan mengganti bajuku dengan sweater panjang berwarna cokelat, kemudian dengan malas aku berjalan menuruni tangga putar rumahku.

"Sinyo, itu temannya nunggu diluar..."
Wanita paruh baya itu menoleh sebentar padaku sambil terus menggerakkan tangannya mengepel lantai ruang makan yang berada tepat di depan tangga.

"Oke..."
Aku berjalan menuju ruang keluarga, kemudian mendongakkan kepalaku untuk mencari tamuku.

"Ah, Alvin! Syukur deh kamu ada dirumah! Kupikir kalau kesorean nanti bakal ga enak sama keluargamu."

"Dokter Rio?"
Rio mengangguk sambil menyapukan tangannya di udara.

"Ah, Rio aja, jangan dokter, rasanya aku jadi tua banget! Aku baru umur 21!"

Pria muda itu tersenyum, kemudian ia membuka jaketnya.

"Kamu lagi sibuk?"
Aku melirik ke arah jam tanganku.
Masih ada 2 jam sebelum dia datang.

"Tidak, memangnya kenapa?"
Dengan kikuk ia menggaruk rambutnya, sambil membuka tutup mulutnya, tampak bingung dengan yang akan dikatakannya.

"Kenapa?"
Aku menatapnya dengan bingung, tapi tampaknya itu justru membuatnya semakin salah tingkah.

"Enggak, aku pulang cepat, jadi, aku main kesini, sekalian ngeliat keadaanmu, umm, ngganggu gak?"

"Enggak kok..."
Sikap dinginku tampaknya justru semakin membuatnya salah tingkah, dia berkali kali menelan ludahnya, sambil melirik kekiri dan ke kanan, tampak jelas dia sedang berusaha memikirkan sesuatu.

"Ah, Si Sinyo gimana, temannya kok ga disuruh masuk. Ayo masuk dulu, apa mau Bibi buatkan minuman?"
Bik Inah mendadak muncul disampingku, dan memasang senyuman ke arah kami.
Benar juga, tampaknya dia daritadi menungguku menyuruhnya masuk ya?
Ada ada saja, habis, dia ga bilang sih.

"Iya bik, tolong di bawa ke kamarku aja. Ayo, ke kamarku..."
Aku mengangguk ke arahnya, sembari melambaikan tangan mengajaknya naik ke kamarku.

"Gimana keadaan lukamu, Vin...?"
Rio mendudukan tubuhnya dengan kikuk di atas kursi belajarku, dan membaliknya agar berhadapan denganku.

"Baik, sudah lumayan baik..."

"Arvin dimana?"

"Dia udah balik tadi pagi..."

"Ohh..."

"..........."

"Kok rumahmu sepi?"

"Masi pada pergi..."

"Oh..."

"............."
Rio menggaruk rambutnya, dia dengan panik mencari cari ke sudut ruangan.

"Kamu nyari apa? Bahan obrolan ga ada di jendela..."
Rio segera meringis malu karena sadar dia sedang kebingungan mencari bahan obrolan.

"Ga perlu ngobrol kok, kamu datang aku udah senang. Kenapa ga dari kemarin datang?"
Senyuman senang segera muncul dari bibirnya, dia tersenyum, dan akhirnya memberanikan diri duduk di kasur bersamaku.

"Iya, soalnya mau datang kesini kan ga enak, lagipula kan ga kenal, masa main datang aja..."
Aku mengangguk, Rio sejenak berpikir, kemudian segera menjentikkan jarinya.

The Night and The DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang