70. Cry

16.5K 709 36
                                    

Note:

Dilarang baper...! Pokoknya gak boleh baper ya guys

Pasukan yang biasanya membenci atau bahkan menyumpah serapah ke pak boss mari merapat... Siapkan hati dan

selamat membaca
...............
Dario menginjakan kakinya di dalam private jet miliknya dan pesawat mereka segera berangkat. Ketiga anaknya berada di dalam kamar bersama dengan sang istri. Dario sendiri duduk di dekat jendela dan memandang ke arah awan putih sambil termenung

 Dario sendiri duduk di dekat jendela dan memandang ke arah awan putih sambil termenung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di pikirannya terdapat berbagai kekhawatiran yang tidak bisa dia ucapkan. Dario hanya diam dan terus menatap ke awan putih sampai dirinya merasakan kedua pahanya tertindih beban berat

"Aku mengejutkanmu?" tanya suara lembut itu

Dario menggeleng. Dia tersenyum dan meraih pinggang istrinya untuk semakin merapat padanya. Dia menyembunyikan wajahnya di dada sang istri

"Kamu seperti Ichelle" ujar Caroline tak urung tangan Caroline mengusap rambut suaminya

Dario berdiam dalam posisi itu. Cukup lama sampai Caroline mengira dia sudah terlelap

"Sweetheart" panggil Dario dengan suara teredam

Caroline tidak menjawab dia malah mengangkat kepala Dario untuk menatapnya. Sementara dirinya sedikit cemberut

"Kalau mau bicara, tolong jangan ketika wajahmu ada di dadaku" pinta Caroline

Dario mengerutkan keningnya, heran dengan ucapan sang istri sebelum akhirnya dia terkekeh geli

"Did I make you turn on?" tanya Dario yang langsung dijawab dengan wajah merona Caroline dan pukulan di lengannya

"Jangan diucapkan! Kalau tahu-tahu ada anak-anak bagaimana?"

"Brian sudah cukup besar untuk menjaga adiknya agar tidak keluar dari kamar"

Caroline menganga akibat jawaban suaminya yang terlalu mesum

"Mau dilanjut?" tanya Dario yang tanpa menunggu jawaban istrinya, dia langsung menarik tengkuk Caroline dan memasukan lidahnya ke dalam mulut Caroline yang masih ternganga kaget

"Mmmphh..." pekik Caroline

Dario memagut bibir Caroline selama beberapa saat dan dia melepasnya lalu kembali menyandarkan kepalanya di dada sang istri

"Aku ingin 'melakukannya' Sweetheart. Aku ingin melakukannya agar aku bisa lupa sejenak dengan semua pikiran yang terus berputar di kepalaku..." ujar Dario pelan

"I know... Rasanya cukup memusingkan. Iya kan?" Tangan Caroline mengusap rambut suaminya kembali

"Hn... Kepalaku sakit memikirkannya. Aku ingin melupakannya sejenak tapi, aku tidak bisa"

Caroline merubah tangannya dari mengusap rambut Dario menjadi memijat pelan kepala suaminya

"Sudah lebih baik?"

"Hn. Trima kasih sweetheart..."

"Sama-sama Honey"

Tangan Caroline masih memijat pelan kepala suaminya. Dia berusaha membuat Dario nyaman

"Sweetheart..."

"Hm?"

"Maaf. Maaf aku selalu bersikap egois pada kalian. Aku tahu kalian pasti ingin kejelasan. Aku paham semua itu, hanya saja, aku takut..."

"It's okey... Sejak menerima lamaranmu dan menjadi milikmu, itu artinya aku sudah menerima semuanya. Aku sudah menerima rasa takutmu. Aku menerima keegoisanmu. Aku menerima sisi terkuatmu. Aku menerima sisi terlemahmu. Aku menerima baik dan burukmu. Jadi, kamu tidak perlu minta maaf. Asal kamu ingin kami tetap di sisimu. Aku pastikan kami akan terus di sisimu"

Caroline merasakan dadanya sedikit basah. Caroline berhenti memijat kepala suaminya dan memeluk suaminya erat-erat. Caroline kembali menemukan sosok pria rapuh di depannya. Caroline tahu selama ini Dario selalu menderita dan menanggung semuanya sendirian. Dia menutupi ketakutan dan kekhawatirannya dengan sosok dingin, tegas, dan kejamnya

Caroline tahu jika setiap Dario bertengkar dengan Brian, Dario akan selalu melukai dirinya sendiri sebagai penebusan rasa bersalahnya pada Brian. Entah itu meninju tembok, kaca atau terkadang menggores lengannya sendiri dengan pisau

Awalnya, Caroline tidak mengetahui hal itu. Tapi, kejadian yang terjadi tiga tahun lalu, membuat Caroline tahu jika suaminya akan melukai dirinya sendiri sesuai dirinya berdebat dengan Brian. Hari itu saat Brian menandatangani kontrak kerja dengan Antax Entertainment, setelah Caroline menenangkannya, Caroline keluar untuk mengambil air bagi suaminya dan Dario sendiri pergi ke ruang kerja. Siapa sangka saat dia masuk ke ruang kerja suaminya sedang berada berdiri di dekat lemari kaca dengan kaca yang sudah hancur hingga hanya tinggal kerangka lemari saja yang tersisa dan tangan Dario yang berdarah dengan pecahan kaca yang menancap. Dari sanalah Caroline tahu betapa suaminya juga ikut menderita dengan keadaan mereka

"Jangan melukai dirimu lagi! Aku tidak mau melihatmu melukai dirimu seperti setiap kamu habis berdebat dengan Ryan..." ujar Caroline sambil mengusap punggung kokoh suaminya yang kini bergetar

'Kamu tidak lebih dari pria rapuh yang menutup semuanya dengan kekuatan dan bersembunyi di balik topeng dingin dan datar di wajahmu. Dan aku bersyukur hanya aku yang bisa melihat sisi asli dirimu' batin Caroline

Sementara Brian yang hendak mengambil air untuk dirinya kini termenung di dekat tangga. Kedua adiknya sudah terlelap. Brian mendengar semua percakapan kedua orang tuanya dan hal yang membuatnya termenung adalah isakan yang menjadi bukti ayahnya tengah menangis. Brian tidak pernah melihat atau mendengar ayahnya menangis. Dan hari ini dia mendengarnya

Lalu apa tadi yang dikatakan ibunya? Ayahnya selalu melukai dirinya sendiri tiap mereka berdebat?

'Sebegitu menderita dan merasa bersalahnya kah dirimu Dad?' tanya Brian dalam hatinya

Brian menatap kedua orang tuanya dari jarak yang agak jauh. Dia mengulang kembali perkataan ibunya tadi. Mau tak mau pikirannya ikut berkelana

'Jika aku berdebat denganmu dan kau melukai dirimu. Lantas, apakah aku melukaimu dengan ucapan-ucapanku?' tanya Brian lagi

Seketika dia mengingat dia kerap kali membentak ayahnya. Mengeluarkan kata-katanya yang diam-diam juga melukai dirinya. Kata-kata yang meski dia sendiri yang mengucapkannya tapi, hatinya juga yang merasa sakit

'Saat aku mengatakan pada grandpa kau bukan ayahku, apa saat itu kau juga merasa sakit? Apa kau juga melukai dirimu atas rasa bersalahmu karena kau tidak mampu mengatakan aku adalah putramu?'

Brian menutup matanya dan cairan bening itu kini keluar dari kedua matanya yang tertutup. Kini dia baru menyadari semuanya. Menyadari alasan sebenarnya dari keanehan sang ayah yang terkadang memakai kemeja atau kaus lengan panjang walaupun cuaca sedang sangat terik. Semua itu ternyata hanya untuk menutupi lukanya, agar dia, dan adik-adiknya tidak mengetahui jika lengannya tengah terluka

'Maafkan kebodohan putramu ini Dad. Putramu ini sudah sangat egois dan memikirkan dirinya sendiri tanpa mengerti kalau kau juga terluka. Maaf Dad...'

[KDS #2] Xander's 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang