62. Where Do You Think You're Going?

15.8K 627 13
                                    

"Drugs..." gumam Dario

Sejak tadi dia mengabaikan rasa sakit di lengannya yang digigit oleh Brian. Dia mengamati putranya dengan lekat sampai kesimpulan itu muncul di kepalanya

"Drugs... You gave him drugs?!!" bentakan Dario membuat Kanato terlonjak

Belum sempat Kanato menjawab, Tangan Dario yang semula menggenggam tangan Brian sudah berpindah ke lehernya. Dario mencekiknya dengan sangat keras

"How dare you gave my son drugs?!! I've told you don't give him that shit!!!"

"N-Not me..." ujar Kanato dengan susah payah

"What?"

"H-hands..." ucap Kanato sambil menunjuk tangan Dario yang mencekiknya

Dario melepaskannya dan seketika itu juga, Kanato terbatuk dan menghirup udara sebanyak yang ia bisa

"It's not me! I'm not giving him drugs! It was them who gave him the drugs!"

"Why don't you tell me be before?!"

"He won't let us to!!"

"Us?"

"Putramu bilang padaku dan anak buahmu untuk jangan memberitahumu. Dia bilang biarkan kau beristirahat sampai kau sembuh. Dia bilang dia akan menahannya sendiri"

Dario terdiam. Dia menunduk untuk melihat wajah Brian yang ada di pangkuannya. Kini anak itu sudah tenang kembali. Terlelap dengan wajah lelah dan pucat. Tangan Dario pun sudah terlepas dari gigitannya

"Selama sepuluh hari ini, apa dia selalu seperti itu?"

Kanato mengangguk ragu. "Jujur saja Alex, kami tidak tahu kalau dia akan seperti tadi. Kami selalu mengira dia hanya kesakitan saat dia tersadar. Jadi, setiap dia tersadar dan mulai kesakitan aku menyuntikkan obat bius padanya. Aku pikir dia akan terlelap dan tidak merasa kesakitan lagi. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak menyadari bahkan di alam bawah sadarnya pun dia tersiksa"

Dario mengusap kembali pipi Brian yang masih sedikit lebam. Tangannya mengusap anak itu dengan hati-hati

"Selain itu, luka apa saja yang ada padanya?"

"Lebam di dadanya. Rusuknya aman tidak ada yang patah. Hanya lebam disana, di kaki, bahu. Bekas cekikan di leher yang berasal dari tali seperti tambang. Sayatan di pinggang kanannya. Memar dan lecet di hampir seluruh wajah. Punggungnya..."

Dario mengernyit. "Kenapa dengan punggungnya?"

"Tidak hanya punggung sebenarnya. Seluruh bagian belakang badannya, penuh dengan luka cambuk. Baik memar ataupun tergores. Dan setiap dia sakau, luka-luka itu kembali berdarah. Tangan kirinya sedikit retak, dugaan sementara pukulan tongkat besi tapi, sudah gue berikan suntikan kalcium untuk mempercepat penyembuhannya. Tangan kanannya penuh sayatan, mulai dari lengan atas sampai ke pergelangan tangannya. Pergelangan kakinya sepertinya diikat oleh kawat sling dan itu melukainya. Dan seperti katamu, di dalam darah anakmu mengalir narkoba atau lebih tepatnya campuran dari berbagai jenis narkoba dalam jumlah yang setara dengan pemakaian selama tiga minggu. Aku takjub melihat putramu masih selamat tanpa overdosis saat kau menemukannya"

"Sialan!!!" umpat Dario

Mata Dario beralih menatap Brian kembali saat anak itu mengerang tidak nyaman dalam tidurnya. Dario mengusap rambutnya

"Ssshh... It's okey... You're safe" bisik Dario di telinga Brian, tak lupa dia mengecup pelipis Brian perlahan

"Gael"

"Yes, Sir"

"Hubungi Caroline. Bilang kalau aku pergi ke Celztia dan bilang kalau Brian berlibur di Dosch"

"Understood sir"

Dario mengangguk. Tangannya masih mengusap rambut Brian dengan penuh sayang

"Kanato"

"Ya?"

"Lakukan hal yang perlu dilakukan. Brian harus bersih dari barang sial itu!"

"Hn. Akan aku persiapkan semuanya"

Kanato dan yang lain pergi. Meninggalkan Dario bersama Brian di ruangan itu. Dario masih mengusap rambut Brian dengan sayang

"Tidak akan lagi kamu aku biarkan lepas dari pengamatanku Brian"

Dario memindahkan kembali kepala Brian dari pangkuannya ke bantal. Dia mengecup keningnya dan setelah itu dia duduk di kursi sambil menunggui putranya

"Mmmhh" lenguh Brian saat dia terjaga. Dia mengerjapkan matanya sejenak

Brian kemudian menoleh ke samping dan menemukan sang ayah tengah tertidur di kursi

'What the-? Dad? How could he?' pikir Brian

Brian bangkit dan duduk di atas ranjangnya dengan perlahan. Dia menatap ayahnya dengan alis berkerut

'Sejak kapan Dad ada disitu? Bagaimana bisa Dad disana? Apa lukanya sudah sembuh? Eh? Tidak mungkin... Mana ada luka yang sembuh dalam sepuluh hari'

Berkelahi dengan pemikirannya itu yang Brian lakukan saat ini. Dia masih menatap wajah tenang ayahnya yang terlelap. Matanya menangkap lengan kanan ayahnya terlilit perban dan hal itu membuatnya mengernyit

"Hhh...!" hela Brian dengan berat saat dia tidak tahu apapun tentang lengan ayahnya

"Kenapa Dad masih datang kesini saat seharusnya Dad istirahat?"

Hening. Tidak ada jawaban apapun. Hanya suara jam yang berdetik saja yang terdengar. Brian menatap wajah ayahnya yang tidak sepucat saat mereka menuju kesini

"Harusnya Dad tidak menjengukku. Aku bahkan hanya mengecewakanmu terus Dad..." gumam Brian tulus

"Mmmhh!!!" erang Brian tertahan saat jantungnya kembali berdegub cepat dan otaknya kembali kacau. Brian merasa badannya lemah dan dia menginginkan sesuatu yang jelas-jelas tidak pernah dia inginkan. Tangannya mulai gemetar, keringat dingin mulai mengucur dan rasa takut mulai menghinggapinya

"Shit!" gumam Brian menahan jeritan dan rintihannya ketika dirinya mulai sakau kembali

Brian turun dari ranjangnya dengan perlahan dan hati-hati. Dia berencana keluar dari ruangan itu. Brian merasa seluruh tulang dan sendinya ngilu dan sakit. Kakinya lemas tapi, dia berusaha berjalan melewati sisi kursi dimana ayahnya duduk

'Aaaarrrgghhh!!!' jerit Brian dalam hatinya

Grep!

"where the hell do you think you're going? "

[KDS #2] Xander's 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang