Spin-off Story

14.8K 516 32
                                    

Three years later,

Caxander Island, 26 December, 11 p.m,

"Sweetheart?" Dario memanggil istrinya.

Dia baru saja kembali dari Quenzia. Dario melihat mansion besarnya itu sangat sepi, bahkan tidak ada suara putri bungsu mereka yang biasanya akan memenuhi mansion itu. Langkah kaki Dario terdengar menggema di mansion itu. Dia menapaki satu per satu anak tangga menuju ke lantai atas dimana kamarnya berada.

"Dulu mansion ini sangat bising dengan perdebatan Bryan dan Chea. Ataupun rengekan Michelle," gumamnya sembari berjalan menyusuri lorong.

Dario melihat beberapa penghargaan milik putra dan putrinya. Bahkan Michelle juga mulai memiliki penghargaan miliknya sendiri. Kaki Dario berhenti di depan pintu kamarnya. Koper di tangannya dia tarik, sementara tangannya yang lain membuka pintu kamar itu dengan perlahan.

Gelap. Itu yang Dario dapatkan. Dario masuk dan menutup pintunya. Dia meletakan kopernya di sisi kamar. Tangannya mulai meraba saklar lampu.

"What the-?" Dario menggumam. Dia melihat cahaya kecil dari meja yang berada di balkon kamarnya.

Dario berjalan kesana dengan perlahan. Dia mengurungkan niat menyalakan lampu kamarnya dan memilih mendekati cahaya kecil itu.

"Sweetheart?" Dario memanggil kembali.

Tap!

Grrep!

Tepat saat kakinya menginjak lantai balkon saat itu pelukan hangat dia dapatkan dari balik badannya.

"Selamat datang, honey," suara lembut itu membuat Dario tersenyum.

Dia melepaskan kedua tangan mungil itu dan berbalik. Dia tersenyum lembut pada sosok wanita cantik yang tengah tersenyum di depannya.

"I'm home, sweetheart,"

Dario memeluk gadisnya dengan erat. Perempuan yang sangat dia sayangi dan cintai. Gadisnya, wanitanya, istrinya dan ibu dari anak-anaknya. Dario menghujani puncak kepala Caroline dengan kecupan-kecupan kecil. Tak sampai disana, Dario menurunkan sedikit badannya dan menciumi setiap jengkal wajah cantik istrinya dengan lembut, ditutup dengan ciuman panjang di bibir milik istrinya itu.

"Aku merindukanmu, sweetheart. Sangat," ujar Dario.

"Aku pun sama, Xander. Nah, aku yakin kamu belum makan. Ayo makan!" Ajak Caroline.

Dia mengajak Dario duduk di kursi yang ada di hadapan mereka. Dario duduk disana dengan tatapan heran miliknya. Sebab, kursi disana hanya ada satu saja.

"Kenapa cuma ada satu kursi?" Tanya Dario.

Caroline hanya tersenyum kecil. Bagi Dario senyuman itu sangatlah indah dan sukses membuat jantungnya berpesta pora di dalam sana. Meski sudah hampir dua puluh tahun berlalu, efek Caroline baginya masih tetap sama. Hanya butuh satu senyuman dan jantungnya akan berdetak dengan sangat cepat dan kencang.

Caroline duduk di pangkuan suaminya dengan posisi menyamping. Membuat Dario terkejut namun terkekeh setelahnya. Tangan kekarnya melingkar di pinggang sang istri.

"Berhubung kamu sudah duduk disana. Sekalian suapi aku, sweetheart," pinta Dario.

Caroline mengangguk. Dia memotong daging steak di meja. Dengan perlahan dia mengarahkan garpu itu ke mulut Dario. Namun, Dario malah diam saja dan tidak membuka mulutnya.

"Ayo makan, Honey!"

"Tidak mau,"

"Kamu bilang mau aku suapi, ayo makan," ujar Caroline lagi.

[KDS #2] Xander's 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang