EPILOG DALAM BUKU "SEJARAH OTENTIK NABI MUHAMMAD SAW" KARYA PROF. DR. HUSAIN MU'NIS DAN DITERJEMAHKAN OLEH DR. MUHAMMAD NURSAMAD KAMBA
ANDAIKAN kaum Muslimin adalah sebuah barisan besar, dulu aku merasa berada di bagian paling belakang dan pojok, tetapi semakin lama rasanya aku seperti tidak lagi merupakan bagian dari barisan itu. Aku tidak keluar dari barisan itu, hanya mungkin tak sengaja mengambil jarak, sebab semakin lama semakin berkurang pemahamanku kepada mereka. Pengambilan jarak amat diperlukan sebagai cara untuk lebih objektif dan adil memahami pasukan itu, sebab aku mencintai dan bangga pada mereka.
Akan tetapi, hasilnya adalah aku semakin merasa asing kepada diriku sendiri, apalagi kalau aku melihat diriku dari maqam barisan itu. Arah perjalananku (Sabil) sama dengan derap barisan itu, yakni menempuh As-Shirath Al-Mustaqim men-tauhid ke Allah Swt. Jalan (Syari') yang kami tempuh juga sama, karena Allah-lah yang melapangkan jalan itu. Tetapi, caraku menempuh (Thariq) jalan, pola haluan, dan presisi konsentrasiku berbeda dengan mereka. Itu ternyata juga membuat "ujung jarum tauhid" kami pun berbeda.
Misalnya, Allah memerintahkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. untuk menyampaikan tawaran-Nya kepada umat manusia: "Kalau memang kalian mencintai Allah, maka ikutilah jejakku. Niscaya Allah pun mencintai kalian, mengampuni dosa-dosa kalian. Sebab Ia sungguh Maha Pengampun dan Maha Penyayang".
Aku tidak mampu menghindari kesimpulan, bahwa itu adalah informasi dan penjelasan sangat eksplisit bahwa manusia ini hidup tak lain untuk menempuh proses percintaan dengan Allah swt. Jadi, hidup ini urusannya adalah cinta, kesetiaan, komitmen, kerinduan, dan pencapaian kebahagiaan tertinggi dan sejati. Kalau klausul ini disebut transaksi, maka yang ditransaksikan adalah kadar cinta. Kalau sebutannya adalah perhitungan, maka yang utama dihitung adalah kesungguhan dan kedalaman cinta.
Siapakah pelaku utama cinta kepada Allah dan pejuang "rahmatan lil'alamin"? Muhammad Saw. Allah menyuruhnya menyampaikan fattabi'uni. Maka, pelajaran paling mendasar dan pasal utamanya adalah mempelajari, belajar dan mengikuti "Al-Sirah Al-Nabawiyah", dari buku ini maupun buku-buku Sirah lainnya. Meng-Islam adalah lelaku "fattabi'uni": mengenali dan meneladani Muhammad bayi, Muhammad balita, Muhammad remaja, Muhammad dewasa, hingga Muhammad alyauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu 'alaikum ni'mati wa radlitu lakumul islama dina.
Maka, kesempurnaan dan keutuhan Islam seseorang mungkin harus dicapai lebih dari membaca dan melaksanakan Al-Quran, melainkan juga membaca Muhammad. Sampai pun pangkal dan ujung Nur Muhammad.
Muhammad sebagai manusia, dengan segala rincian perilaku kemanusiaannya. Muhammad manusia, yang sebisa mungkin kita temukan presisi penguraiannya dengan Muhammad Nabi dan Muhammad Rasul. Bukan sekadar Muhammad dalam peta sejarah, Muhammad dalam peristiwa-peristiwa dakwah, politik, kebudayaan dan akhlak. Tetapi yang lebih bernuansa dan berkarakter dari itu, yakni kepribadian Muhammad. Kisah-kisah tentang energi hidupnya, keluasan jiwanya, kelembutan hatinya, ketekunan perjuangannya.
Tentu benar bahwa muatan primer Islam adalah Al-Quran dan Sunnah Rasul Muhammad Saw. Tetapi dalam pasal perjanjian yang ditawarkan oleh Allah itu substansi utamanya adalah "mengikuti Muhammad". Mungkin Quran dan Sunnah adalah bagian dari Muhammad, dan bukannya Muhammad bagian dari Quran dan Sunnah. Makhluk manusia ditetapkan oleh Allah sebagai ahsanu taqwim, dan yang paling ahsan dari segala ahsan adalah Muhammad.
Di dalam pernyataan Allah itu Muhammad adalah subjek utama pekerjaan cinta. Muhammad bukan sekadar seseorang yang kebetulan dipilih untuk menyampaikan firman Al-Quran dengan lelaku. Dengan bahasa yang mungkin lemah: Muhammad lebih utama dibanding Al-Quran. Cintaku kepada Muhammad Saw. bahkan membawaku seakan-akan melihat bahwa jika Al-Quran ini diaduk menjadi satu adonan dengan alam semesta, dengan semua Malaikat dan para Nabi dan Rasul - jadinya adalah Muhammad Saw.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cak Nun - Sebuah Kumpulan Tulisan
РізнеSeperti yang tertulis pada covernya, "Jangan Berhenti Pada Kata Cinta, Alamilah Getarannya . . .", ini adalah sebuah getar-getar yang mencoba mengurai cinta tak hanya sekedar dari kata, melainkan dari pengalaman kehidupan yang meluas dan mendalam, r...