Dalilnya Mas Doktor

65 0 0
                                    

Dalilnya Mas Doktor

Sejak masa kanak-kanak dulu, saya suka berjalan menelusuri sungai. Pengalaman pertama dengan sungai ialah berendam campur kerbau. Airnya cokelat kotor sehingga kulit jadi busiken.

Di masa Gestapu, saya banyak menjumpai badan manusia terapung-apung kintir. Kadang hanya tangan, kaki, jari-jari, bahkan karung-karung berisi ratusan alat vital ....

Kalau di Yogya, Kali Code misalnya, asyik nonton bagaimana para gelandangan ber-"kesenian". Rumah-rumah liar yang kumuh tapi memancarkan semangat hidup yang bukan main.

Dulu di dekat RRI, Kotabaru, di balik tumpukan sampah, berdiri rumah-rumah kecil gelandangan. Sangat indah, ada pot-pot bunga segala. Semua ditata dengan cita rasa estetis yang tidak rendah. Bahkan di sungai dekat IAIN Suka, di bawah jembatan, bisa kita jumpai rumah tembok - tentu milik bosnya para "gelandangan" di sana.

Banyak lagi pemandangan lain yang memberi saya pikiran bahwa orang Jawa dan Indonesia umumnya memiliki naluri kesenian yang tinggi. Dalam keadaan yang semelarat apa pun, mereka tetap menggarap estetika. Jangan tanya lagi tentang betapa kaya kesenian tradisi kita: dan itu termasyhur di seluruh dunia.

Berbeda umpamanya dengan bangsa Filipina yang gampang menjadi jorok oleh tingkat ekonomi mereka. Memang teori universalnya 'kan begini: makin kaya orang, makin punya "ruang psikologis" ia untuk mengurusi keindahan hidupnya. Dan di Filipina sana tampak sekali kemelaratan orang membuatnya tak sempat memayu hayuning bawana. Beda dengan kita (sombong nih yee!) yang bukan hanya pandai berfilsafat tentang keindahan, tapi juga membuktikannya.

Maka ketika Dr. Dalil Adisubrata bilang orientasi orang Jawa terhadap kesenian cenderung rendah, saya bengong. Saya Jon Pakir ini bukan Doktor. Padahal Doktor itu semacam Nabi kecil atau setidaknya elite ningrat modern. []

BUKU - SECANGKIR KOPI JON PAKIR

Cak Nun - Sebuah Kumpulan TulisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang