Kalau pas hati gembira, kita membaca Al-Quran, dan kegembiraan itu menjelma jadi kekokohan dan ketenteraman. Kalau pas hati berduka, kita baca Al-Quran, dan derita yang penuh kematian itu berubah menjadi kehidupan yang mengaliri darah.
Namun larut malam itu saya membaca "kehidupan" yang lain. Yakni tentang sufi Abul Hasan Asy-Syadzilli yang dinilai memiliki maqam, tempat atau derajat ke-ilmu-makrifat-an lebih tinggi dibanding Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Karena di ujung pengembaraan ilmunya, Al-Jailani menghirup pengetahuan dari dua lautan: satu dari kenabian Muhammad, satu lagi dari futuwwah Ali bin Abi Thalib. Sedangkan Asy-Syadzilli mereguk pengetahuan dari 5 lautan di langit dan 5 lautan di bumi. Yang pertama itu Jibril, Mika'il, Israfil, Izrail dan Ruh Suci. Yang kedua ialah Muhammad, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali.
Kemudian seusai subuh, ketika kegelapan retak oleh cahaya matahari dan suara-suara kendaraan mulai menggaduh, saya membaca beberapa majalah terbitan pesantren dan universitas Islam tertentu yang berbaik hati mengirimkan hasil karya itu ke rumah saya.
"Lautan"-nya berbeda, meskipun saya tidak menilai bahwa secara kualitatif mereka sungguh-sungguh berbeda.
"Lautan" itu ialah Peter Berger, Clifford Geertz, Schumacher (tukang sepatu), Alvin Toffler, Ivan Illich, Maxime Rodinson, John Galtung, serta "lautan-lautan" lainnya.
Yang paling mengesankan saya kebetulan bukan kehebatan "ombak gelombang laut" para pakar itu, melainkan maqam-nya dalam psikologi dapur majalah-majalah itu. Mereka menjadi semacam toga kebanggaan: kalau Anda cuma mengutip ayat Al-Quran, anak dusun pun bisa. Majalah itu seperti tak memiliki keyakinan diri kalau tak menyebut "lautan-lautan" itu dan apabila isinya tidak berupa "kapal-kapal" yang berlayar di wilayah "lautan-lautan" itu.
Namun, saya tidak menyimpulkan bahwa gejala itu merupakan semacam kematian. Tetapi, toh, seandainya itu "era" kematian, insya Allah, berarti ambang dari kelahiran dan kehidupan yang baru.
Hari ini orang malu memanggul Al-Quran, tapi besok bangga. Hari ini orang minder pakai peci, tapi besok mantap. Hari ini inferior, besok kokoh, lusa inferior, besoknya lagi kokoh, inferior, kokoh, inferior, kokoh .... []
- Secangkir Kopi Jon Pakir -
KAMU SEDANG MEMBACA
Cak Nun - Sebuah Kumpulan Tulisan
RandomSeperti yang tertulis pada covernya, "Jangan Berhenti Pada Kata Cinta, Alamilah Getarannya . . .", ini adalah sebuah getar-getar yang mencoba mengurai cinta tak hanya sekedar dari kata, melainkan dari pengalaman kehidupan yang meluas dan mendalam, r...