Tiba nya mereka di markas Blood Wild. Alice melepaskan seatbelt nya, namun tak berniat untuk keluar. "Ken, gue gak enak sama teman-teman lo," ucap Alice.
"Gakpapa, Lic. Mereka baik, lagi juga mereka gak tau kalau lo dari RedBlue Eyes," balas Kenzie meyakinkan.
Alice menatap Kenzie lekat. "Tapi--"
"Gue jamin, kalau mereka jahatin lo. Mereka bakal berurusan sama gue," potong Kenzie serius.
Alice menghela nafas dan mengangguk kecil. Kenzie tersenyum dan mengusak surai hitam Alice pelan. "Ayoo turun," ajak Kenzie.
Alice akhirnya turun dengan jalan di belakangnya Kenzie. Baru pertama kalinya ia mendatangi markas gangster lain. Tentu akan menjadi pengalaman Alice. Sebagus apa markas gang lain.
"Sini," ucap Kenzie menggenggam tangan kanan Alice agar gadis itu berjalan di sampingnya.
"Ken, apaan sih! Lepas," berontak Alice.
"Gini aja, jangan ngebantah."
Alice menghela nafas. Selalu seperti ini, sungguh dirinya tak menyukai cowok ini yang suka memaksa.
Tiba nya Kenzie di depan pintu markas. Kenzie langsung membuka pintu dengan pengenalan wajah. Jika wajahnya tak di kenali, pintu tidak akan terbuka.
Klek
Pintu terbuka sendiri setelah wajah Kenzie selesai di identifikasi."Ayoo," ajak Kenzie masih dengan tangannya yang menggenggam tangan Alice.
Alice terpaksa menurut. "Ken, yakin gue gakpapa masuk ? Nanti teman-teman lo, gak terima gue gimana ?" tanya Alice serius.
"Tenang aja, boss di sini gue. Jadi apapun yang gue lakukan mereka harus terima. Kecuali kalau gue salah," balas Kenzie.
"Wahh! Akhirnya orang yang di tung--Alice," ucap Kavin sedikit terkejut.
Alice bersembunyi di belakang punggung Kenzie saat mata para anggota Blood Wild dan Laurie menatap dirinya.
"Gue ajak dia ke sini, gakpapa kan ?"tanya Kenzie dengan tatapan serius. Mengisyaratkan agar mereka setuju.
" I-iya gakpapa. Ken," balas Delvin di anggukan Kavin dan Lino, sedangkan Alvaro dan Laurie diam.
"Melvin kemana ?" tanya Kenzie melangkah menuju sofa dengan tangan yang masih menggenggam tangan Alice.
"Belum pulang, katanya latihan basket dulu," balas Kavin.
Kenzie mengangguk dan langsung duduk di sofa, ia juga menarik tangan Alice agar duduk di sebelah kanan nya. Alice terpaksa duduk dengan Alvaro yang duduk di sebelah kanan nya. Jadi posisi mereka Kenzie, Alice dan Alvaro.
Alice melirik sekilas cowok dingin itu. Namun setelahnya mengalihkan tatapannya ke depan.
"Mau minum apa ?" tanya Kenzie.
"Hah ?"
Kenzie tersenyum dan mengusak surai hitam Alice pelan. "Kenapa melamun ? Gue nanya mau minum apa ?" tanya Kenzie ulang.
Alice cengir kuda. "Apa aja."
Kenzie mengangguk. "Gue tinggal sebentar mau ambil minum." pamit Kenzie bangun dari duduk nya.
"Al. Lo ajak ngobrol Alice sebentar ya, gue mau ke dapur," pamit Kenzie ke Alvaro.
Alvaro membalas dengan deheman. Setelah Kenzie pergi, keadaan menjadi sangat hening dan canggung. Alice maupun Alvaro tak ada saling bicara untuk beberapa detik.
"Kalian dari mana ?" tanya Alvaro memecahkan keheningan.
Alice menatap Alvaro, namun sepersekian detik kemudian Alice mengalihkan tatapannya ke arah lain. "Makan."
Alvaro mengangguk pelan dan tidak ada obrolan lagi.
"Ekhmm, kamu udah sering ke sini. Lic ?" tanya Laurie kali ini.
Alice berdesis, ia paling malas bicara dengan cewek sok lembut itu.
"Baru ke sini gue," balas Alice jutek.
Laurie mengangguk. "Oiya...aku bawa bahan makanan, kamu mau gak bantuin aku masak ?" tanya Laurie.
Alice berfikir sejenak. "Mau buat apa ?"
"Popcorn, sama jus buah. Niatnya kita mau nonton film sampai tengah malam," balas Laurie santai.
Alice menaikan alisnya"Lo gak di cariin nyokap atau bokap ?"
"Gak, aku udah pamit sama mereka. Jadi aku nginep di sini," balas Laurie.
Anggota Blood Wild yang berada di tempat yang sama dengan Alice dan Laurie hanya mendengarkan percakapan mereka.
Alice mengangguk. "Boleh, sekarang buatnya?"
"Iya sekarang."
"Ya udah," balas Alice bangun dari duduk nya dan mengikuti Laurie menuju ke dapur. Saat tiba di dapur, mereka bertemu Kenzie yang sedang membuat minuman.
"Mau apa ?" tanya Kenzie pada Alice.
"Ma-"
"Mau masak buat nonton film," sambung Laurie, membuat Alice berdecak.
"Gue nanya Alice, bukan lo" balas Kenzie sinis. Laurie yang mendengar ucapan Kenzie langsung mengatupkan bibirnya.
Tanpa sadar Alice tersenyum tipis mendengar Kenzie bicara seperti itu pada Laurie.
"Emang bisa masak ?" tanya Kenzie mengejek membuat Alice mendengus. "Gue bisa masak ya!"
Kenzie menaikan alisnya. "Gak percaya gue," balasnya dengan nada jahil.
Alice memutar bola mata malas. "Terserah!" kesal Alice dan mengikuti Laurie yang ingin mengambil peralatan masak.
"Gue nga--" Ucapan Alice terhenti saat dengan tiba-tiba, tangan seseorang melingkar di pinggangnya.
"Pakai apron, baju lo gak boleh kotor," ucap Kenzie santai sambil mengikatkan tali apron ke belakang punggung Alice.
Alice yang mendapat perlakuan dari cowok itu hanya terdiam mematung. "Udah selesai," lanjut Kenzie dan menghadapkan tubuh Alice pada nya. Ia tersenyum, "Ada karet rambut gak ?" tanyanya santai.
"Bu-buat ?"
"Ada dulu gak ?" tanya balik Kenzie.
"Nih, ada" balas Alice polos dengan menunjukan karet gelang warna hitam yang melingkar di lengan nya.
Kenzie tersenyum dan mengambil karet gelang itu dari lengan Alice. Ia kembali memutar tubuh Alice ke posisi semula. "Gue iketin ya, kalau sakit bilang," ucap Kenzie.
Tentu perlakuan Kenzie yang ini membuat pipi Alice merasa merona. Sedangkan Laurie yang menyaksikan adegan romantis di depan matanya hanya berdecak dan memilih kembali melanjutkan kegiatannya.
Vote and comments
Thanks
KAMU SEDANG MEMBACA
𝟶𝟷. ᴋᴇɴᴢɪᴇ : ɢᴀɴɢsᴛᴇʀ [ᴇɴᴅ] ✔
Teen FictionAlice Zaline Elvina, satu-satunya anggota wanita yang tergabung ke dalam gangster bernama RedBlue Eyes atau di singkat R.BE. Identitas Alice tak pernah di ketahui oleh siapapun terutama musuhnya, jika sedang beraksi Alice selalu menggunakan masker d...