BAB 2
Salah satu pelajaran yang mengharuskan dikerjakan di lapangan atau biasa disebut pembelajaran outdoor, adalah penjaskes.
Di saat semua murid kelas sebelas IPA 2 berbondong-bondong keluar guna mencari tim serta membuat kelompok untuk bermain voli dan juga sepak bola, berbeda hal dengan Dania. Gadis itu baru saja keluar dari toilet, membasuh wajahnya dengan air keran sebelum beranjak dari sana.
Dania berjalan santai menuju ruang kelas dengan beberapa pasang mata yang menatapnya prihatin. Hal itu seakan tak membuat Dania menggubris beberapa dari mereka yang menyuruhnya agar mengganti kemeja yang masih dikenakan dengan memakai kaos olahraga seperti teman-temannya yang lain.
"Woi, Dan. Lempar ke sini bolanya!"
Sebuah bola sepak yang tiba-tiba menggelinding di bawah kaki Dania, kontan membuat sang empu menunduk, memperhatikan pergerakan bola tersebut sebelum mendongak setelah seseorang meneriaki dirinya.
Dania mengangkat satu alisnya, mengamati sekali lagi bola yang berada di bawahnya dan juga beberapa teman laki-lakinya yang menunggu di tengah lapangan, sebelum beranjak dari sana tanpa berbasa-basi atau sekadar menendang kembali bola tersebut.
"Tai! Lempar bola gitu aja nggak mau!" kesal Pandu---sang ketua kelas IPA dua, sembari berlari mengambil bola yang terdiam di sana sendirian.
Seolah tak memiliki dosa dan tak pernah melakukan kesalahan apapun, Dania melanjutkan langkah santainya walau Nadya dan juga Hardi sempat meneriaki gadis itu dari tepi lapangan. Namun, hasil akhirnya jelas tak semanjur ekspektasi awal. Dania sama sekali tak melirik mereka, sekalipun sebuah title sahabat telah tersemat pada keduanya.
Damar berada di antara para murid laki-laki yang tengah bermain sepak bola tersebut. Mendengar sebuah umpatan yang dilontarkan Pandu setelah mendapat bolanya kembali, justru membuat cowok itu malas melanjutkan permainan dan memilih untuk berlari menghampiri Dania.
"Lah, si Damar malah afk! Sialan!"
Kedua sahabat Damar---Dikta dan juga Fathur, memperhatikan semuanya. Mulai dari langkah buru-buru dari Damar, serta interaksi pemuda itu ketika berhadapan dengan sang mantan yang kemarin sempat dikabarkan cek-cok di pinggir jalan.
"Sebenarnya gue dukung Damar sama Dania, sih," gumam Fathur, seolah tengah berbisik pada Dikta.
"Gue awalnya juga dukung mereka, Thur. Tapi ketika tahu sifat asli Damar kaya gimana, gue jadi dukung keputusan Dania buat putus sama dia."
Mereka berdua memang sahabat Damar, dari kelas sepuluh hingga sekarang menginjak kelas sebelas, ketiganya masih tetap bersama.
Ada kalanya setiap sahabat tak selamanya tahu tentang seluk beluk sahabatnya yang lain. Seperti halnya Dikta dan juga Fathur. Mereka masih belum mengenal lebih dekat perihal Damar, akan tetapi sudah menganggap jika dia adalah sahabat.
Ingat, sebutan sahabat adalah perwujudan yang cukup tinggi dalam sebuah perkenalan. Ingin menjauh, namun di sisi lain keduanya tak mau melihat Damar dari satu sisi saja. Di balik kisah masa lalu putusnya dua sejoli itu, pasti ada sesuatu hal yang hingga detik ini belum mau Damar ungkapkan.
Berhenti sejenak, lalu menatap gadis di depannya lekat. Pikirannya sibuk bergerumul tak tenang, memikirkan berbagai hal hingga matanya berkedip sesaat selepas sadar jika dirinya langsung mendapat pelototan tajam dari Dania.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Подростковая литератураJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...