BAB 77
Bola matanya menyorot seseorang yang baru saja duduk di depannya dengan santai setelah turun dari lantai dua. Ia amati jam dinding yang tak jauh dari sana, masih pukul enam pagi tapi cowok itu sudah turun dengan keadaan sangat rapi. "Tumben banget pagi-pagi udah rapi, mau kemana lo?"
"Pergi," jawabnya singkat.
Monika mendengus, ia tak lagi bertanya melainkan memilih untuk melanjutkan gigitannya pada roti selai coklat kacang yang sejak tadi sudah berada di tangannya.
"Selamat pagi, anak-anak Ibu."
Suara sapaan di pagi hari, kontan membuat Monika menoleh sebelum melahap habis sisa rotinya lantaran mendapati seorang wanita paruh baya dengan kursi roda mendekat ke arah meja makan.
"Morning, Ibu." Paramita tersenyum hangat pada Royan, seraya membalas pelukannya.
"Morning, Roy. Kok, udah rapi.. mau kemama?"
"Royan mau ke rumah temen."
"Se-pagi ini?" tanya wanita itu, sembari mendongak ke arah jam dinding yang masih menunjukkan pukul enam pagi hari.
Tak biasanya Royan pergi ke rumah teman atau berangkat ke sekolah pada pukul enam. Cowok itu bahkan sangat anti dengan keberangkatan pagi. Namun hari ini mengapa berbeda? Bahkan Royan terlihat sangat antusias ketika membicarakan mengenai orang yang dikunjunginya setelah ini.
"Iya, soalnya kalau siang jalanan macet," dalihnya sebelum menatap kepergian Monika.
"Monika, sudah selesai sarapannya?"
Gadis itu menatap jengah Paramita. "Udah," jawabnya acuh, lalu beranjak dari sana tanpa peduli pertanyaan wanita itu selanjutnya.
"Masih ada nasi goreng, kamu gak mau makan?"
Tak ada sahutan dari yang bersangkutan, dan hal itu cukup membuat Paramita tersenyum getir.
Royan yang sadar akan hal tersebut, langsung mengulurkan tangannya untuk mengambil nasi goreng itu. "Gak apa-apa kalau Monika gak mau makan. Kan, ada Royan yang selalu sigap buat habisin semuanya."
Paramita terkekeh pelan, sembari mengusap lembut puncak kepala Royan. "Ibu, mau? Royan ambilin, ya?"
"Eh.. e-enggak usah, Roy. Ibu ambil sendiri aja."
"Royan tidak menerima penolakan."
Menyerah, akhirnya Paramita membiarkan sang anak mengambil nasi goreng untuknya.
Sikap Royan dari dulu memang tak berubah. Ia masih perhatian pada sang ibu, bahkan bisa dibilang lebih perhatian dari sebelumnya. Entah karena apa, namun Paramita selalu terharu ketika mengingat ataupum membayangkan mengenai Royan di masa lampau.
Namanya waktu, pasti akan bergulir dengan sendirinya sesuai dengan perkembangan zaman yang makin maju. Paramita berharap banyak agar putranya tetap seperti sekarang. Tak akan berubah meskipun goncangan dari luar mencoba untuk merecoki mereka.
"Royan pamit dulu, Bu. Takutnya nanti kena macet." Cowok itu lantas bangkit, beranjak untuk mendekat pada sang ibu seraya mencium keningnya sebelum mendapatkan anggukan.
"Hati-hati di jalan, ya."
"Siap, Ibu," jawab Royan dari kejauhan.
Motornya pun langsung menjadi tujuan utama ketika sudah berada di garasi. Ia segera melaju dari rumah, membelah jalanan kota agar cepat sampai ke tempat yang sedari kemarin malam ingin ia tuju.
Akhir-akhir ini, kesibukan yang tengah melanda ... membuat Royan sulit untuk bertemu dengan Dania. Ia jarang berjumpa dengan gadis itu, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Novela JuvenilJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...