BAB 62
Suasana mendadak mencekam kala tatapan tajam Pak Guntur mengintrupsi tiga siswa yang berada di depannya. "Jadi ini biang kerok koridor belakang gedung kesenian?"
Ketiganya seolah kehabisan kata-kata kala aksi nekad menghajar Royan tadi ketahuan oleh Pak Guntur, sang pawang brandal BM.
Damar sesekali menyenggol lengan Dikta, memberi kode pada pemuda itu agar menjawab pertanyaan mematikan dari pria di depannya. Namun bukannya segera menjawab, Dikta justru menyenggol lengan Fathur. "Lo sih, Thur."
"Kok, gue sih, anjir! Lo berdua juga!"
Dikta seketika melotot, memberi kode berupa lirikan matanya ke arah seseorang yang berdiri sangar di depannya. Sadar jika Pak Guntur masih berada di sana, Fathur langsung menutup rapat mulutnya.
"Saya sampai hafal dengan segala tingkah nyleneh kalian selama ini. Membolos, tawuran, mencari masalah dengan siswa lain, dan yang terjadi barusan ... mengeroyok satu orang---"
"Maaf, Pak, tapi dia memang pantas dikeroyok biar jujur sama semua orang."
"Jika kalian ingin kejujuran dari orang lain, bukan seperti itu caranya. Dengan alasan apapun, memukuli orang lain tanpa sebab itu tidak baik."
Damar berdecih, menggeram sendiri mendengar penuturan Pak Guntur. Royan adalah suatu ancaman bagi semua orang, bukan hanya dirinya saja.
"Sekarang, silakan kalian menentukan sendiri hukuman apa yang sekiranya pantas didapatkan oleh orang yang beraninya main keroyokan."
Ketiganya kompak saling pandang, memberi kode masing-masing untuk memikirkan hukuman apa yang pantas, namun tidak memberatkan dan merugikan mereka.
"Royan gak dihukum juga, Pak?" sahut Dikta.
"Royan biar jadi urusan saya nanti, sekarang urusan saya ada sama kalian!"
"Oke, Pak, kalau begitu kita bersihin WC aja---"
"Apa-apaan bersihin WC segala, gue gak mau, ege! Lo aja sana!" potong Damar cepat, sembari menjitak Fathur.
Ia jelas tidak mau menyikat WC untuk yang kesekian kalinya.
"Yaudah, kalau gitu kita nyabutin rumput aja gimana?"
"Gila-gilanya nyabutin rumput yang gak pernah dipotong tiga tahun, ogah gue!" bantah Dikta.
Disuruh memilih, namun ketiga siswa tersebut seolah mencari hukuman yang tak begitu berat. Yang namanya sebuah hukuman pastilah harus membuat efek jera sang murid, tapi jika sudah diberi hukuman lalu tak berdampak apa-apa, mungkin itu perlu dipertanyakan lagi.
"Kalau begitu, biar saya yang memutuskan, hukuman apa yang sekiranya pantas untuk kalian bertiga." Pak Guntur mulai angkat bicara, sejujurnya ia sudah lelah mendengar ocehan mereka yang tiada henti, dan ingin menang sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Ficção AdolescenteJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...