Warna Favorit - Anneth
BAB 15
"Nad, kalau Sherina macem-macem sama lo lagi, langsung bilang ke gue, ya. Nggak usah takut."
Nadya masih gugup setelah mendapat perlakuan dari Sherina tadi. Dirinya tak pernah mendapat makian dari orang secara dekat dan nampak menggebu seperti tadi. Mungkin Sherina tengah diliputi oleh amarah, akan tetapi hal tersebut membuat Nadya semakin ketakutan dengan gadis itu.
"Lo juga Har, nggak usah takut sama cewek modelan Sherina," imbuh Fathur, berusaha memberi keberanian pada dua sahabat Dania itu.
Hardi mengangguk, ia bukannya takut pada Sherina atau cewek lain yang berusaha mengusik hidupnya, akan tetapi ia tak mampu menatap wajah orang yang telah menyakiti Dania. Hardi seakan tak kuasa bersitatap dengan gadis itu lantaran takut jika emosinya tak terkendali nantinya.
"Iya, ma-makasih, Fathur," gumam Nadya lirih, antara masih gugup dengan teriakan Sherina atau gugup kala Fathur berada di dekatnya.
Entah, ia pun tak tahu keadaan hatinya jika berada di sebelah cowok itu. Ingin menghindar, namun di sisi lain dirinya tak mau meninggalkan atau ditinggalkan oleh cowok itu. Hanya sebatas diam-diam menjadi pengagum rahasia mungkin akan membuat semuanya akan baik-baik saja.
Nadya harap seperti itu, karena dirinya tak mau jika perasaannya diketahui oleh orang lain. Cukup dirinya saja yang tahu betapa gejolak hatinya kian membara ketika bertemu dengan Fathur.
Senyum gadis itu mengembang tipis di sela-sela langkah Fathur yang kembali ke bangkunya setelah melihat Dikta baru saja datang.
Sementara Nadya, merogoh ponsel yang berada di saku kemejanya kala menyadari jika benda pipih itu berbunyi.
Dania calling.
Tanpa menunggu lama lagi, Nadya segera mengangkat telepon dari sahabatnya. "Hallo, Dania?"
Belum mendapat balasan dari orang di seberang sana, bahkan Dania nampak grusak-grusuk hingga terdengar suara pintu dibanting cukup keras. "Dania, kamu nggak apa-apa?" tanya Nadya, begitu khawatir hingga mendapat sorot bingung dari Hardi.
"Aww.." ringis gadis itu dari seberang.
"Dan, kamu kenapa?!" tanya Nadya lagi, mencoba memastikan lantaran ringisan kesakitan dari Dania terdengar begitu jelas.
"Eh... so-sorry, Nad. Gue kira belum tersambung."
Nadya mengangkat bahunya sembari menggeleng ke arah Hardi, memberi isyarat jika gadis itu tak tahu apa yang tengah terjadi pada Dania di ujung telepon.
"Kamu nggak apa-apa, kan?"
"Enggak kok, cuma tadi kaki gue kepentok pintu."
"Oh.." Nadya mengangguk-anggukkan kepalanya sembari ber-oh ria setelah dirinya mengaktifkan tombol loud speaker.
"Oh iya, Nad, hampir lupa. Gue mau ngasih tahu kalau hari ini gue nggak bisa masuk sekolah. You know, keadaan gue saat ini masih sangat riskan buat ketemu orang banyak."
"Iya, Dan. Kamu ambil keputusan yang tepat. Lebih baik kamu istirahat dulu aja."
Dania memilih untuk tidak datang ke sekolah bukan karena takut dengan hujatan, cacian, makian, ataupun pelemparan botol yang mungkin saja akan mereka lakukan. Keadaan luka yang masih memerlukan penanganan khusus, membuatnya harus istirahat hingga waktu yang belum bisa ditentukan.
Sambungab telepon dimatikan bersamaan dengan langkah kaki seorang cowok yang mendekat ke meja Nadya. "Dania belum datang?"
Nadya berjingkat, ia kontan menoleh setelah sempat bersitatap dengan Hardi. "Da-dania nggak masuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Novela JuvenilJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...