16 - Semangkok Kenangan

149 18 0
                                    

BAB 16

Beberapa hari belakangan, Dania memang belum dibolehkan Ayumi untuk masuk sekolah. Selain keadaannya yang belum bisa dikatakan sembuh secara total, gadis itu sendiri juga mengatakan jika dirinya masih malas bersekolah dan ingin bersantai sembari scroll aplikasi tok-tok.

"Dan, udah minum obat?" suara Ayumi yang terdengar samar-samar dari arah arah luar kamar Dania itupun membuatnya semakin terlelap dalam tidur.

Keseharian Dania saat ini kurang lebih seperti itu. Bangun tidur, makan, scroll tok-tok, membalas komentar natizen, tidur, makan, nonton Netflix, dan uring-uringan dengan Ayumi lantaran dirinya tak mau mandi.

Seminggu berlalu sejak kejadian kala itu, Dania masih merasa trauma dengan hadirnya orang banyak yang tiba-tiba meneriakinya dari bangku penonton. Pandangan Monica yang penuh dendam seakan masih berputar dalam ingatannya.

Kini, walau lukanya terbilang tak begitu parah dari hari kemarin, dirinya masih enggan untuk datang ke sekolah. Tugas yang menumpuk seolah tak membuatnya kelimpungan. Ia membawa santai hal tersebut bersamaan dengan hawa sejuk yang saat ini menerpa wajahnya setelah sang mama menariknya untuk mandi dan bersiap.

"Lo masih ngantuk, ya?"

Pertanyaan tersebut seolah tak diindahkan oleh Dania. Gadis itu justru semakin memejamkan matanya sembari menunduk seolah tak kuat menopang beban kantuknya saat ini.

"Makasih, Bang," ujar Damar setelah seorang pedagang bakso meletakkan pesanan keduanya di atas meja.

"Ternyata kalian berdua masih ingat sama saya, toh? Kirain udah lupa, soalnya kan, sejak beberapa bulan yang lalu kalian nggak pernah ke sini lagi."

Bang Teguh---sapaan hangat pria itu, memang masih ingat dengan kedua remaja yang sering membeli baksonya ketika pulang sekolah ataupun hari libur seperti saat ini. Keduanya sering bahkan Bang Teguh sampai hafal pesanan mereka jika datang ke warungnya.

Damar hanya tersenyum sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia mencoba untuk bersikap biasa saja walau saat ini Dania menyeletuk. "Gimana mau ke sini, orang kita berdua udah putus."

"Loh, saya baru tahu kalau kalian udah putus. Terus hari ini ceritanya udah balikan gitu, ya?"

Yang tadinya seringkali menguap lantaran kantuk, kini kedua mata Dania seakan tak merasakan hal itu lagi. Fisiknya seolah kembali bugar ketika mendengar jika dirinya disebut masih berstatus sebagai pacar Damar.

Entah mengapa, Dania tak ingin menyebutkan jika dirinya adalah kekasih cowok itu lagi. Jangankan kekasih, untuk menganggap mantan pun rasanya begitu sulit. Ia seolah tak kuasa menyebutkan pada orang-orang jika Damar pernah singgah di hatinya.

"Lagian, lo ngapain ngajak gue ke sini? Mau flashback, ya?"

Damar tak menjawab pertanyaan gadis itu, ia memilih untuk fokus pada makanan di depannya daripada membalas sebuah pertanyaan dimana Dania sendiri sengaja memancingnya lantaran gadis itu sudah tahu jawabannya.

"Gue tahu lo nggak bisa move on dari gue, Mar. Pesona gue tuh, emang nggak ada yang nandingin sih, makanya---"

"Bang, biar dia aja ya, yang bayar," potong Damar setelah bangkit berdiri dan ditahan oleh gadis itu agar tak meninggalkannya di sana.

"Apa-apaan! Masa cewek yang harus bayar, nggak modal banget jadi cowok!"

Damar menghembuskan napas berat, menggerutu pelan sebelum kembali duduk. "Kebanyakan omong, bersisik!"

Dania mengerucutkan bibirnya sebal, sedikit demi sedikit kuah bakso pun ia seruput sembari melirik ke arah mangkok cowok di sebelahnya. "Kok, bakso lo udah habis sih, gue aja belum ada setengah."

DUNIA DANIA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang