BAB 7
Biasanya, jam pelajaran terakhir sangat dinanti oleh kebanyakan murid. Tapi tidak untuk Dania. Gadis itu amat sangat kesal dengan pelajaran terakhir pada hari ini.
Bagaimana tidak kesal coba? Pelajaran yang selalu dinanti ketika telah suntuk dengan berbagai rumus fisika, justru tambah terbebani kala diadakannya sebuah games yang membuat dirinya mengumpat dalam hati.
Di sepanjang koridor yang menjadi dasar kakinya berpijak seolah tak berarti apa-apa ketika kedua kakinya sengaja dihentak-hentakkan. "Kenapa sih, harus pilih gue? Memangnya nggak ada orang lain yang bisa lo ajak susah bareng!"
Masih merasa jengkel dengan keputusan Damar tadi, Dania serasa ingin segera beranjak dari sana. Berlari ke arah kasurnya, lalu merebahkan diri dan berharap jika semua yang telah ia lalui hari ini sebatas mimpi belaka. Iya, sebuah mimpi yang tak Dania harapkan. Pada dunia nyata pun, Dania juga sama sekali tak mengharapkan hal yang sama.
Dania berjalan gontai ke arah gerbang depan, menghela napasnya dalam-dalam sebelum telonjak kaget dengan suhu dingin yang tiba-tiba menempel pada pipi kanannya.
"Dari ujung koridor sampai depan gerbang, gue perhatiin kok, lo cemberut aja? Kenapa, ada masalah di kelas?"
Rautnya mendadak berubah setelah menerima minuman dingin yang diulurkan Royan padanya. "Ya, biasalah. Ada sedikit kendala."
"Gue boleh tahu nggak, kira-kira kendalanya apa?"
Sebenarnya, Dania sudah biasa berada di dekat Royan, berinteraksi intens dengan pemuda itu pun rasanya sudah pernah ia lakukan berkali-kali. Akan tetapi, rasa salah tingkah yang sejak dulu menghantui jelas tak bisa dihindari. Dirinya masih sering membuang muka malu-malu karena Royan terlalu dalam ketika menatapnya.
Jujur, dari lubuk hati Dania yang terdalam, ia tak bisa ditatap seperti itu. Karena nantinya akan berdampak pada jantungnya yang berdetak tak karuan.
"Soal Damar."
Royan mengangkat satu alisnya, "kenapa lagi sama dia?"
"Dia udah bikin gue kesal karena games dari Bu Lastri!"
Royan masih belum mengerti apa yang tengah Dania katakan, ia bahkan sempat menyuruh gadis itu untuk menjelaskan lebih detail bagaimana kronologi atas kekesalan tersebut.
Namun, belum selesai Dania mengatakan satu kalimat awalnya, tiba-tiba suara klakson mobil mengagetkan keduanya.
Tin! Tin!
"Yah, gue udah dijemput," keluh gadis itu.
"Kalau gitu, gue duluan ya, Roy."
Royan tak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan. Sebenarnya sulit sih, akan tetapi Royan harus bisa melepas kepergian gadis itu dengan lambaian tangan dan juga sebuah finger love yang membuat keduanya semakin salah tingkah.
Tidak menjadi masalah besar bagi Royan jika saat ini keduanya tak bisa menghabiskan waktu bersama seperti hari sebelumnya. Toh, ia yakin jika di hari yang akan datang akan ada pelangi menghiasi kisah mereka.
Royan sangat yakin, apalagi selama ini Dania terlihat memberinya sebuah sinyal-sinyal akan membalas perasaannya. Semoga saja, semoga perasaan keduanya akan bertemu di titik terbaik menurut takdir.
***
"Hari ini ada peresmian kantor cabang yang baru, Papa harap kamu bisa ikut serta."
Dania hanya bisa menunduk kala pria dengan setelan jas rapi tersebut berkata demikian. Andra---Papa kandung Dania, yang selama ini hanya memantau sang anak lewat media sosial, sambungan telepon, guru pengajar, atau orang yang sengaja ia tugaskan untuk mengawasi sang anak secara diam-diam.
"Tugas Dania masih banyak---"
"Ada asisten Papa yang akan handle semua tugas kamu." Andra lebih dulu memotong ucapan Dania lantaran tak mau mendengar sebuah penolakan dan juga tak mau mendengar keluhan sang anak ketika mendapat tugas terlalu banyak.
"Dania nggak ada waktu---"
"Hanya duduk, dan mendengarkan Papa berpidato, tidak ada sepuluh jam! Lantas apa yang perlu kamu keluhkan?!"
Dania tersenyum miring, lagi-lagi pria itu membuatnya harus menahan malu lantaran dirinya selalu mengantuk dan tertidur di saat acara baru saja mulai. Dania takut jika hal itu terjadi lagi, ia tak mau membuat sang papa dipermalukan oleh rekan bisnisnya.
Masa iya, Dania harus mendapat berita tentang, "Anak dari seorang direktur tertidur di saat mendengar pidato pada acara peresmian kantor cabang."
Tidak. Dania tak mau melihat serta mendengar berita itu lagi. Cukup saat dirinya masih duduk pada jenjang SMP saja berita itu mendadak viral dan kehadirannya selalu menjadi pusat perhatian. Dania tak mau lagi.
"Papa sengaja ajak kamu ke berbagai acara dan juga event yang diadakan kantor, agar kamu bisa belajar, Dan. Papa mempersiapkan kamu sebagai penerus perusahaan Papa selanjutnya!"
Harapan besar dari orang tua terkadang menjadi beban berat yang harus ditanggung sang anak. Apalagi Dania adalah anak tunggal, anak satu-satunya, cucu nomor satu, dan angka satu ataupun menjadi yang pertama seolah sudah digariskan bertakdir pada Dania.
Berat menjadi seorang Dania. Di umurnya yang masih belasan, ia harus dituntut untuk mengikuti jejak sang papa yang berkarir pada dunia bisnis. Sementara gadis itu sendiri, tak terlalu berharap banyak dengan kemampuan yang dimilikinya.
Ia tak yakin jika dapat melanjutkan kepemimpinan sang papa. Perusahaan pria itu banyak, bahkan ada yang dari kakek, dari buyut, hingga turun temurun sampai sekarang. Dania nampaknya akan pusing jika harus menjabarkannya satu-persatu.
Dengan terpaksa, akhirnya gadis itu merelakan jam istirahatnya untuk menghadiri sebuah acara yang sangat membosankan. Padahal niatnya tadi ingin melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda ketika berada di sekolahan. Akan tetapi ekspektasi tersebut justru dihancurkan dengan sebuah tepuk tangan ketika Andra telah naik ke atas podium, memberikan sebuah pidato singkat sesuai dengan yang dikatakannya tadi.
"...Dengan ini, kantor cabang dari perusahaan kami resmi dibuka!!"
Tepukan riuh bak menonton pertunjukkan silat membuat Dania ikut berdiri dan memberikan apresiasi untuk sang papa. Ia tersenyum hangat pada pria itu, bersamaan dengan sebuah perintah yang mengharuskan dirinya berdiri di sebelah sang papa.
"Tampilkan senyum terbaik kamu, ada banyak wartawan yang saat ini tengah meliput. Saya tidak mau, satu dari ratusan foto yang nantinya akan tersebar di linimasa memperlihatkan muka masam kamu."
Bisikan Andra membuat Dania mengangguk, dengan terpaksa dirinya pun menebar senyum di setiap lensa kamera yang mengarah padanya.
Sebut saja jika Dania memiliki topeng di setiap situasi, itu benar. Gadis itu bisa berganti model topeng sesuai dengan kondisi tempat yang dipijak. Termasuk menampilkan senyum palsu di hadapan orang-orang yang menyambutnya penuh hormat dan juga santun.
***
[Hasil Revisi]
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Ficção AdolescenteJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...