BAB 53
Dikta mendesah kesal saat Fathur baru saja keluar dari kelas. Bukannya segera mengikuti langkahnya dan juga Damar, pemuda itu justru sengaja membuat kedua orang temannya jengah menunggu dirinya di tepi koridor.
"Lama amat, ngapain aja lo? Ditungguin dari tadi juga!" sungut Damar.
"Maaf Mar, gue tadi masih---"
"Widih.. topi siapa nih, cakep bener," celetuk Dikta, bersamaan dengan satu tangannya menyambar topi yang tadi sempat dipegang dan juga diamati oleh Fathur. Sepertinya itu topi baru.
"Topi siapa?" tanya Dikta, lagi.
"Y-ya, topi gue lah!"
Tak terlalu menggubris dua orang yang tengah berdebat mengenai topi, Damar memilih asyik dengan dunianya sendiri, memainkan kuku-kuku tangannya diiringi kerlingan mata yang ditujukan pada cewek-cewek yang lewat di depannya.
Bibit buaya kualitas super ternyata sudah mulai mendarah daging pada diri Damar. Orang tua mu pasti bangga, nak.
"Alah.. gak percaya, pasti lo nyolong, kan?"
"Heh, ngadi-ngadi lo! Gue gak pernah nyolong! Ini tuh, topi pemberian Nadya!" Sadar jika ucapannya mengandung sebuah rahasia besar, Fathur langsung membekap mulutnya sendiri. Mampus, keceplosan.
Fathur sengaja menunggu semua temannya meninggalkan kelas. Ia memilih untuk tak beranjak dari bangkunya walau ada satu saja dari mereka yang masih stay di tempat.
"Kenapa masih diem aja di sini? Ayo, pulang." Dikta, menegur Fathur yang terlihat tak bergeming dari tempatnya.
"Hmm.. lo duluan aja, Ta, gue masih ada urusan bentar."
"Yaudah, gue tunggu di luar sama Damar."
"Oke." Fathur mengangkat jempolnya, pertanda setuju.
Mulai sepi, tak ada orang kecuali satu gadis yang tadi sempat ia chat terlebih dahulu agar tidak meninggalkan kelas sebelum ia berbicara empat mata padanya.
"Ada apa?" tanya gadis itu, saat Fathur sudah duduk di sebelahnya.
"Sejak keluar perpustakaan tadi, kamu ngehindar terus dari aku, masih marah?"
"Enggak, kok."
"Terus kenapa---"
"Aku gak marah, Thur, kamu aja yang terlalu nething," jawab Nadya, mempertegas ucapan sebelumnya.
Akhirnya, Fathur dapat bernapas lega, ternyata apa yang ia pikirkan tadi tidak seratus persen benar. Nadya rupanya tidak pemarah, dan juga masa bodo dengan hal receh semacam itu.
"Oh iya, Thur, aku ada sesuatu buat kamu."
"Apa?" Terlalu excited dan juga terkejut secara bersamaan, Fathur seolah tak percaya jika Nadya benar-benar memberikannya sebuah ... topi.
Iya, satu barang sederhana yang langsung membuat mood-nya naik.
"Kamu suka, Thur?"
Fathur mengangguk antusias, "suka dong, makasih ya, Nad."
Dikta mendelik, menatap penuh curiga Fathur seraya menoel-noel lengannya. "Cie.. dari Nadya ya, Thur? So sweet banget, sih.."
Sialan, kok bisa mulut yang tadinya sudah di-briefing masih kecolongan dan lulus sensor? Mengapa tidak bisa diajak kompromi?
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Roman pour AdolescentsJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...