BAB 90
Harapannya masih tetap sama. Ingin kembali berkumpul dengan orang-orang terdekatnya, dan juga kembali merasakan masuk sekolah seperti biasanya.
Walau bisa dibilang dia adalah salah satu siswa bandel nan badung, namun dirinya masih tetap mengingat jika bangunan yang membuatnya mengukir sebuah kenangan telah menanti kehadirannya.
Damar rindu, merindukan semua orang yang berada di sana. Tapi boong, karena Damar lebih rindu gadis pujaannya.
Mobil Tama berhenti di depan rumahnya. Melirik sejenak ke arah sang anak yang sudah bersiap turun, Tama segera mengambil langkah cepat untuk mengambil kursi roda sebelum Damar membuka pintunya.
"Hati-hati, sayang," peringat Linda yang memegang lengan sang anak guna menuntunnya untuk duduk di kursi roda yang telah Tama siapkan.
Untuk saat ini, Damar memang belum seratus persen pulih. Ia masih perlu banyak istirahat, dan juga tak boleh banyak gerak lantaran beberapa jahitan di area tubuhnya belum sepenuhnya mengering.
"Maaf udah ngerepotin Mama sama Papa," ujar pemuda itu, terlihat tak enak hati kala Linda mulai mendorong kursi rodanya menuju ambang pintu.
"Mama gak mungkin diem aja lihat keadaan kamu kaya gini, Mar."
Damar langsung terdiam, dirinya memang tak ada niat membuat orang tuanya direpotkan, namun jika keajadian ini sudah menimpanya, mau tak mau mereka berdua lah, yang senantiasa direpotkan pemuda itu.
"SURPRISE!!!"
"WELCOME HOME, DAMARRR!!"
Suara nyaring diiringi tepukan tangan dari beberapa sahabatnya yang sudah berada di dalam rumah, membuat senyum lebar yang tadinya sempat layu, mendadak terukir kembali.
"Selamat datang, my brotherrr!" teriak Fathur, cukup keras hingga Damar meringis karena teriakannya tepat di telinga cowok itu. "Kuping gue, setan!"
Fathur hanya cengengesan, tak merasa bersalah dan justru semakin cekatan memainkan peluit mainan yang tengah dibawa oleh Dikta.
"Bisa diem gak, sih?!" bentak Dikta, seraya merampas peluit tersebut.
Damar meneliti orang-orang yang berada di sana. Pastinya kedua sahabatnya tak pernah ketinggalan, ditambah lagi Dania, Nadya, dan juga Hardi yang juga ikut meramaikan rumahnya.
Melihat Dania tersenyum begitu lebar ke arahnya, membuat degup jantung yang dulu pernah berdetak hebat ketika pertama kali bertemu gadis itu, kini seakan terulang kembali.
"Makasih, guys. Ternyata kalian masih inget sama gue."
"Lo pikir kita pikun sampe ngelupain lo gitu aja?!" sungut Fathur, tak terima dikatakan melupakan Damar.
"Gimana, lo kaget gak? Terkejut gak? Atau mungkin lo terharu lihat sahabat lo yang penuh effort ini?" lanjut Fathur.
Damar terlihat menimang, kembali menelesik rumahnya yang mendadak banyak pernak-pernik layaknya seseorang yang tengah ulang tahun.
"Hmm.. lumayan," jawabnya, sembari mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Daripada lama di sini, mending kita ke ruang makan, yuk. Mama udah siapin banyak makanan buat temen-temen kamu."
"Serius, Tan?"
"Iya, dong."
Keduanya kompak berjingkrak kegirangan. Apalagi soal makanan, hukumnya wajib bagi Fathur dan Dikta memberikan respon mengejutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
JugendliteraturJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...