BAB 22
Rutinitas pagi kembali datang dengan dimulainya praktek laboratorium yang memang banyak ditunggu oleh para murid jenius dan memiliki rasa keingintahuan tinggi mengenai bahan kimia.
Saat ini, seluruh murid kelas sebelas IPA 2 tengah berjalan menuju ke laboratorium belakang aula. Tempatnya lumayan jauh dari kelas, dan itu cukup membuat gadis yang saat ini tengah sibuk menguncir rambutnya menggeram kesal.
"Kenapa harus di laboratorium lama, sih, kan ada yang baru.. kenapa nggak pake yang itu aja coba," gerutu Dania di sela-sela langkahnya yang bergerak menuju ruangan tersebut.
"Tadi kata Bu Afifah laboratorium yang baru lagi dipake sama kelas dua belas," jelas Nadya.
"Kan, bisa join."
Jika ada yang mudah, mengapa cari yang susah. Padahal mereka bisa berbagi tempat, daripada harus berjalan jauh seperti ini.
"Ngeluh mulu jadi orang."
Dania refleks menoleh saat sindiran itu menggema di telinganya. Ia mengernyit tatkala melihat Damar dan juga kedua sahabatnya berjalan melewatinya begitu saja.
"Suka-suka gue lah, urusan lo apa emang?!" balas Dania sengit, hingga Hardi menahan lengan gadis itu untuk tidak menyusul Damar yang telah berlalu.
"Jangan ditanggepin, nanti dia malah seneng kalau pancingannya berhasil."
Hardi memang menganggap sindiran Damar selama ini hanya sebuah pancingan agar Dania murka dengannya dan terjadilah perang untuk yang ke sekian kalinya.
Lelah juga sebenarnya jika harus adu bacot terus-terusan. Tapi Dania tetaplah Dania, mulutnya seakan gatal jika tidak membalas cibiran dari orang lain.
"Oh.. iya Dan, gimana observasi kemarin? Lancar?"
Dania menoleh ke arah Nadya, napasnya berhembus berat sebelum menjawab, "lancar sih, Nad. Tapi--"
Gadis itu sengaja menggantungkan ucapannya, mengingat beberapa kejadian yang menimpanya kemarin membuat ia menggeleng kuat-kuat. Nadya mengernyit, menatap Hardi setelahnya sebelum Dania mengatakan jika ada hal yang tak mau ia bagi dengan kedua sahabatnya lantaran malu.
Mereka akhirnya tiba di sebuah ruangan yang hendak ditiju, Nadya pun juga tak mempermasalahkan jika Dania tak mau menceritakan hal yang cukup privasi. Gadis itu tak mau mengganggu sang sahabat dan memilih untuk segera mengambil duduk di sana.
"Hari ini kita mau praktek apaan dah, ngeracik obat perangsang?" seru Fathur ketika geng Dania memasuki ruangan tersebut.
"Kayanya mau bikin eksperimen obat sakit jiwa buat mantan yang gagal move on."
Lagi dan lagi, Dania merasa tersinggung dengan ucapan Damar barusan. Sebisa mungkin gadis itu menyembunyikan ekspresi kesalnya walau mulutnya sudah menggerutu sembari sibuk memakai jas laboratorium nya.
"Emang mantan ke berapa yang belum bisa move on?" tanya Dikta, dibarengi dengan kekehan kecil.
"Kayanya semua mantan gue belum bisa move on, deh."
Wah, geer sekali anak dugong satu ini.
"Nggak usah didengerin, anggap aja kalau kamu bukan mantannya Damar."
Ingin hati memang seperti apa yang dikatakan Nadya, namun ego Dania seakan menguasai gadis itu dengan menebarkan amarah pada seorang Damar.
Dania mencoba untuk mengacuhkan cowok itu, bahkan saat ini dirinya juga mulai fokus dengan materi ketika Bu Afifah datang dan memberikan mereka tugas.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Fiksi RemajaJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...