BAB 90
Mungkin, kembali beraktifitas seperti sedia kala dengan mengendarai motor saat berangkat sekolah akan menjadi rutinitas Damar selanjutnya. Untuk sekarang, biarlah orang tuanya bergerak mengantar sang anak sampai ke sekolah, lantaran Damar belum seratus persen berjalan normal.
Pemuda itu masih menggunakan kursi roda sebagai bantuan. Menyiksa memang, namun mau tak mau ia harus menikmati prosesnya.
"WELCOME BACK MY BRO, DAMARRR!!"
Dari kejauhan, Fathur dan juga Dikta sudah heboh sendiri hingga berlari terbirit-birit ke arah Damar.
"Berisik!"
"Berisik gimana, dah? Kita kan, lagi menyambut kehadiran lo," jawab Fathur, sembari menoleh ke arah Dikta seolah meminta bala dukungan.
Damar hanya mendengus, memutar bola matanya malas hingga tak sadar jika kehadirannya sejak tadi diamati oleh seorang gadis yang diam-diam tersenyum tipis.
"Temui saja, Nona." Sedetik setelah ucapan tersebut terlontar, Dania langsung telonjak kaget sebelum melototkan matanya ke arah Sam.
"Lo tadi bilang apa?"
"Hmm.. temui saja jika Anda ingin---"
"Emang gue pengin ketemu sama siapa?"
"Bukannya sedari tadi Anda melihat ke arah Damar? Makanya saya berpikir kalau Nona ingin menemuinya."
"Diem deh, lo. Gak usah sok tahu!"
Sam menutup mulutnya, walau saat ini dirinya tahu jika Dania memang ingin bertemu dengan Damar dari jarak dekat.
Ekspresi Dania sudah lebih dari cukup untuk sekadar menggambarkan bagaimana saat ini keinginan terbesar dalam hidupnya. Sam sudah mengenal gadis itu sejak lama, walau tak banyak ... namun ia tahu bagaimana sifat dan juga mimik muka Dania saat otaknya bergumuruh.
"Eh, ada Dania, kok, belum masuk kelas?"
Pertanyaan dari Dikta, kontan membuat Dania kembali gelagapan hingga menyambar tas miliknya yang berada di bahu Sam. "Sini tas gue!" Selepas mengatakan itu, Dania pun segera masuk ke kelasnya tanpa peduli jika saat ini empat orang yang berdiri di ambang pintu menatapnya bingung.
"Dania kenapa, Sam? Lagi PMS, ya?" tanya Damar.
Sam hanya menggeleng. "Gimana keadaan kamu, sudah lebih baik dari sebelumnya?"
"Ya, lumayan, lah," jawab Damar, sembari melihat kedua kakinya yang belum bisa ia buat jalan sepenuhnya.
"Saya yakin, kaki kamu pasti akan segera sembuh."
"Thanks, Sam. Gue berharap juga gitu, sih."
Gara-gara tembakan yang dilayangkan pada punggungnya kala itu, membuat kinerja kedua kaki Damar terkena dampaknya. Saat ini dirinya belum bisa berjalan normal seperti biasanya, hanya dengan bantuan kursi roda saja.
"Kalau begitu, saya pergi dulu." Sam lantas beranjak dari sana setelah Damar memberikan anggukan kepala, sebagai isyarat jika cowok itu merespon Sam.
Fathur dan juga Dikta juga ikut membalas senyuman singkat dari Sam sebelum mendorong kursi roda Damar memasuki kelas.
Semua pasang mata, kini mengarah pada satu orang yang nampak berbeda dari sebelumnya.
"Ini seriusan mukanya pada tegang gini? Bukannya berbahagia gitu kalau temen udah balik ke sekolah lagi?" Dikta berkacak pinggang, memprotes aksi teman satu kelasnya sebelum teriakan menggema hingga ke luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Novela JuvenilJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...