BAB 13
Tak peduli dengan sorakan yang mengatasnamakan dirinya dan juga Dania. Yang terpenting bagi Damar saat ini adalah menyingkir dari tempat biadab itu, memberikan Dania ruang untuk bernapas lega.
Damar mengangkat tubuh tak berdaya Dania, berjalan cepat agar bisa keluar guna mencari kendaraan yang menjemputnya tadi. "Kunci mobil, buruan buka pintunya!" serunya pada Dikta, sang pemilik kendaraan.
Dikta merogoh sakunya dengan tangan tremor, Damar terlalu memburunya dengan sebuah umpatan dan juga kata-kata yang membuatnya semakin panik.
"Mobil lo gue bawa dulu, ya."
"Terus gue sama Fathur---"
"Naik taksi aja, gue kasih ongkos." Satu lembar uang seratus ribu Damar berikan pada Dikta, pengganti mobilnya yang ia pinjam untuk mengantar Dania pulang.
"Ma-makasih, Mar."
Sebenarnya Dikta masih ragu dengan keputusan cowok itu mengambil alih mobilnya. Ia tak begitu yakin lantaran sahabatnya satu itu masih dalam tahap belajar menyetir, bahkan terakhir kali mengendarai mobil pun sempat menabrak pembatas jalan yang berada di depan sekolah. Alhasil, Damar terkena hukuman tak boleh membawa mobil hingga lulus nanti.
Mau bilang tidak, takut dikira pelit, namun jika bilang iya, takut terjadi apa-apa pada mobil dan penumpangnya. Jujur, Dikta dibuat pusing. Ia was-was walau saat ini mobilnya telah melaju di jalanan.
"Doain aja semoga teman lo selamat sampai tujuan," ujar Fathur, sebelum tiga orang dari arah kiri berlari ke arah keduanya.
"Damar bawa Dania pulang?"
Pertanyaan Royan kompak membuat Fathur dan juga Dikta menoleh. "Iya, kenapa? Lo kalah cepat, ya?"
Berita mengenai hubungan antara Dania dan juga Royan sempat menghebohkan BM lantaran sering terang-terangan memperlihatkan kebersamaan keduanya ketika berada di sekolah.
Royan dikenal atas kasus yang sempat menimpanya dahulu, sementara Dania dikenal kala masalah pribadi dengan sang mantan yang tak sengaja terekspos di media.
Dari situ keduanya disebut pasangan yang cocok, sama-sama bermasalah dan memiliki banyak musuh di luar sana.
Berita itu nampaknya tak akan berpengaruh bagi Damar, cowok itu sama sekali tak peduli dengan sebuah pemberitaan mengenai kedekatan Dania dengan cowok lain. Ia hanya ingin mendengar berita mengenai Dania yang telah menerima kembali cintanya saja. Bukan yang lain.
"Kalau udah kaya gini, bukan hanya mental lo yang kena, tapi fisik lo juga!"
Tak ada sahutan apapun dari lawan bicara, karena sejatinya Damar memang mengomeli seorang gadis pingsan, tak sadar dengan keadaan sekitar dan hanya diam ketika mulut Damar telah berbusa.
"Sebenarnya gue capek Dan, capek ngasih tahu orang yang keras kepala kaya lo. Tapi, apa boleh buat? Orang tua lo masih mengira kalau kita pacaran, dan gue bertanggung jawab atas keselamatan lo!"
Mobil berhenti dengan mulus di depan sebuah apartemen elite tengah kota. Damar segera mengangkat tubuh Dania dari sana, berjalan cepat menuju lobi dan menekan lift ke lantai sebelas---tempat dimana lantai apartemen gadis itu tinggal.
Dania memang tinggal di apartemen sejak masuk Sekolah Menengah Atas. Gadis itu memilih untuk keluar dari rumah lantaran malas mendengar orang tuanya yang terus-menerus berdebat masalah harta, pekerjaan, jabatan, dan juga mengurus anak.
Keduanya sering berbeda pendapat, berselisih paham hingga akhirnya Dania memilih untuk angkat kaki dari rumah, ke apartemen yang diberikan oleh sang papa pada saat ulang tahunnya yang ke-15. Untung ada aset tersebut, kalau tidak, mungkin Dania akan tinggal di kos-kosan sederhana yang tak jauh dari sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Teen FictionJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...