BAB 21
Sesuai arahan dari Pak Hadi, mereka berempat lantas mengambil sepatu boots dan segera memakainya lantaran akan ada satu kegiatan yang cukup familiar namun belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
Dania merasa jika kehadirannya di sana semakin membuat pusing orang lain, maka dari itu dirinya seringkali berusaha untuk pergi dan memilih membantu Bu Tantri yang hari ini akan panen sayuran di kebun sebelah.
"Nggak! Yang namanya kelompok tuh, harus kompak! Kotor satu kotor semua!" tegas Damar, tak mau mendapat sial sendirian karena jika disuruh memilih, dirinya lebih baik pulang saja.
"Ta-tapi gue kan, cewek Mar, masa iya---"
"Gender nggak bisa lo jadiin alasan ya, nyet!" Damar segera menarik pergelangan gadis itu untuk mendekat ke arah Pak Hadi. Beliau telah berada di antara sapi-sapi perah yang biasanya akan dimanfaatkan susunya untuk nantinya diolah dan dijual.
"Untuk ukuran pemula seperti kita, susah nggak ya, Pak, memeras susu sapi ini?"
"Tidak akan susah jika kalian memperhatikan saya."
Fathur mengangguk, menuruti perintah dari pria paruh baya yang kini telah duduk dan bersiap untuk memeras susu pada sapi di sebelahnya.
Pak Hadi tak lupa memberikan teknik, serta tata cara agar sapi tidak merasa terganggu. Ia bahkan terlihat sangat luwes ketika berhasil memeras susu sapi tersebut.
"Sekarang, giliran kalian." Pria itu bangkit dari duduknya, mempersilakan mereka untuk mencoba.
"Lo aja, Thur. Gue kan, bagian ambil gambarnya."
"Enak aja! Kita semua lah, anying!" sungut Fathur, tak terima jika hanya dirinya saja yang dijadikan tumbal sapi perah.
Dania mulai beringsut mundur, berusaha menjauh dari sana, namun Damar lebih dulu menyadari pergerakannya. "Mau kemana? Hmm..?" tanyanya, sembari menatap Dania penuh selidik.
"G-gue i-itu Mar---"
"Alah, banyak alasan!" potong Damar, segera mengapit leher gadis itu agar tak mencoba kabur lagi.
Dikta mulai mengambil gambar Fathur yang telah melakukan aktivitasnya. Tak ada rasa takut serta jijik sekalipun, walau dirinya baru pertama kali melakukan hal tersebut.
"Baik, sekarang gantian kamu," tunjuk pria itu pada Dania, yang kini telah melotot hingga mempererat rangkulan tangan Damar pada bahunya.
Gadis itu menggelengkan kepala pelan walau Damar terus-terusan menggodanya. "Buruan sana, kapan lagi coba temu kangen sama temen satu spesies."
"Sialan!" gerutunya sembari memberikan cubitan pada perut Damar.
"Eh.. ayo sini, nggak usah takut. Sapi saya baik hati kok, dia nggak akan nyakitin orang lain," imbuh Pak Hadi.
"Iya, nggak apa-apa kok, Dan. Sapinya nggak ngamuk, apalagi nyakitin. Nggak kayak cowok sebelah lo, tuh." Fathur ikut menimpali, memberi sindiran keras pada cowok di sebelah Dania.
Sadar jika ucapan Fathur ditujukan padanya, Damar segera menjauh dari Dania, mendorong pelan bahu gadis itu hingga sebuah kekesalan serta tabokan pada lengannya terasa begitu sempurna. "Udah buruan sana, malah dekat-dekat sama gue," gumam Damar, tak mau disebut jika dirinya tengah modus atau mencari kesempatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Novela JuvenilJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...