BAB 78
Dania segera mengambil kotak P3K di kamarnya selepas menyuruh Damar duduk di sofa.
Keadaan yang bisa dibilang tak baik-baik saja, seakan tak bisa menghambat aksi tertawa cowok itu saat Dania mulai duduk di sebelahnya. "Khawatir banget ya, sama gue?"
"Jangan geer, deh!"
Damar terkekeh, gadis di sampingnya ini masih saja gengsi untuk sekadar mengucap kata, "iya." Memang apa susahnya, sih? Toh, Damar tak akan memberi tahu siapapun mengenai hal itu.
"Maafin Royan, ya. Dia tadi lagi diburu emosi, makanya bisa semarah itu."
Senyum getir terbit di ujung bibir Damar. Dalam kondisi seperti ini, Dania masih bisa mencari celah membuka pintu hati Damar agar sikap Royan tadi bisa terlupakan setelah mendapat permintaan maaf. Tapi, tidak mudah bagi cowok itu mengucapkan kalimat tersebut.
Bisa dibilang, berat untuk memaafkan, bahkan sangat berat. Tapi bila berada di depan Dania, sebisa mungkin topeng Damar harus terpasang kembali. Jangan sampai terlihat kontra dengan pernyataan gadis itu sekalipun ia mendengar pembelaan untuk Royan.
Lagi-lagi, cowok brengsek itu mendapat keuntungan.
"Pelan-pelan, Dan," ujar Damar, sembari meringis kesakitan kala Dania menekan luka di sudut bibirnya.
"Eh.. so-sorry, Mar."
Senyumnya getir, padahal gadis yang ia dambakan selama ini sudah ada di depan mata. Tapi, Damar tak bisa berbuat lebih karena sebuah kenyataan yang kembali membuatnya mundur secara perlahan.
Ia tahu, dalam lubuk hati Dania yang terdalam pasti tak tega jika Royan mendapat perlakuan seperti tadi. Makian serta umpatan yang gadis itu layangkan seolah Damar anggap sebagai pemanis belaka agar membuat cowok di belakangnya merasa lega karena memiliki benteng sekuat Dania.
Tapi kenyataannya, tidak. Damar tak terlalu yakin jika Dania seratus persen mendukung dirinya.
"Mau minum dulu, gak? Gue ambilin, ya?"
Belum sempat menjawab, namun gadis yang saat ini terlihat seperti kerasukan arwah baik, langsung menuju ke dapur untuk mengambil minum. Padahal Damar sama sekali tak meminta. Hadirnya Dania membasuh lukanya pun ia rasa sudah cukup untuk membuatnya kembali bugar seperti sedia kala.
Dania datang, dengan satu gelas air putih di tangannya, lalu ia ulurkan pada Damar, "nih."
Cowok itu mengambilnya sebelum berujar, "makasih, Dan." lalu meminumnya.
"Mar, lo jangan berurusan lagi sama Royan, ya."
Tepat setelah Damar meletakkan gelas tersebut di atas meja, Dania langsung melontarkan sebuah kalimat yang membuat keningnya mengerut. "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Ficção AdolescenteJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...