BAB 89
Mungkin kalimat "usaha tidak akan mengkhianati hasil" yang tadinya hanya dianggap angin lalu bagi Dania, perlahan mulai ia percaya.
Ketukan palu yang berhasil ia dengar, sebelum sebuah pesan singkat membawanya beranjak dari sana, membuat gadis itu tersenyum lega.
Seseorang yang dinanti kesadarannya oleh banyak orang, kini perlahan mulai mencerna siapa saja yang berada di sana. Termasuk Dania, yang baru saja masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Damar?" Gadis itu mendekat, begitu sumringah seraya memberikan lambaian tangannya pada pemuda yang saat ini menyapanya dengan senyuman hangat.
"Da-rimana?"
Walau terbata, dan juga lumayan lirih, namun Dania masih bisa mendengarnya. "Cari keadilan buat lo."
Linda bahkan lupa jika perginya Dania hari ini karena hendak menjadi saksi atas putusan yang didapat Royan dan juga sang ayah sambung.
Semua orang yang berada di sana, melupakan semua itu lantaran yang mereka nanti selama ini sudah terbayarkan. Damar telah sadar, dan kembali merasakan kehangatan dari orang sekitar.
"Kamu tidak perlu khawatir, Mar. Royan dan juga ayahnya sudah ditahanan dengan hukuman yang setimpal."
Damar masih mencerna kalimat dari Andra, kesadaran nampaknya belum seratus persen terkumpul dalam diri pemuda itu. "Ma-maksudnya gi-ma-na, Om? Royan dipenjara?"
Andra mengangguk, "Iya, Royan dan juga Robby dipenjara dengan pasal berlapis."
"Ro-bby, siapa Robby?"
Pria itu baru ingat, setelah Damar dilarikan ke rumah sakit, segala ingatan mengenai markas besar tersebut tak lagi terbesit di benaknya.
Dan sekarang, nampaknya Andra akan menceritakan semuanya kepada Damar.
"Orang yang selama ini kita kenal sebagai Rendra Yashtanto, ternyata melakukan penyamaran dengan mengubah semua identitasnya. Termasuk mengubah nama yang awalnya dikenal sebagai Robby Yashardi."
Penjelasan dari Andra cukup membuat kepala Damar pusing. Setelah menerima sakit yang teramat dalam pada bagian tubuhnya, cowok itu tak lagi mengingat kejadian setelah penembakan itu.
Ia hanya mengingat Dania, yang berada di sebelahnya, menangis tersedu sembari meneriaki namanya. Dan hingga saat ini, gadis itu masih berada di sebelahnya.
"Gak usah terlalu dipikirin, yang terpenting saat ini adalah kesembuhan lo." Dania menunduk, mensejajarkan wajahnya dengan Damar agar bisa melihat raut bahagia pemuda itu dari dekat.
Anggukan kepala yang saat ini menjadi respon utama lantaran belum sanggup berucap dengan kalimat yang panjang, membuat Dania memaklumi hal itu.
Harapan semua orang yang berada di sana pasti sama. Menginginkan Damar cepat kembali seperti sedia kala.
"Dania, makasih udah mau bertahan di sebelah gue."
***
Damar yakin dengan ucapan terima kasih yang ia tujukan pada Dania. Melihat effort yang ditunjukkan gadis itu selama seminggu sejak kesadarannya, membuat Damar yakin jika Dania perlahan mulai bersikap baik padanya.
Satu minggu tak bisa melakukan apa-apa, hanya bisa terbaring lemah di ranjang rumah sakit, acap kali membuat Damar tak enak hati dengan orang-orang yang silih berganti menjaga dan juga menjenguknya.
Ia tak mau terlihat lemah di depan semua orang, namun saat ini nampaknya tembok kokoh itu telah rubuh ketika dirinya mengaku ambruk.
"Gue bangga punya sahabat kaya lo. Berani melakukan apapun demi orang tersayang. Terusin bakat lo, boy!" Fathur mulai heboh sendiri, menganggap Damar seorang sahabat setelah apa yang terjadi dengan cowok itu baru-baru ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
أدب المراهقينJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...