BAB 73
Nampaknya, tiga hari berdiam diri di rumah sudah lebih dari cukup untuk kembali dengan aktivitasnya sebagai seorang siswa. Berbekal semangat di pagi hari, Damar pun bersiap untuk menyambut hari baru di sekolahnya.
Sama seperti waktu berangkatnya di hari biasa, yaitu sekitar pukul setengah tujuh. Tas ransel yang sudah ia gendong, bersamaan dengan kunci motor yang sejak tadi sudah ia putar-putar dengan telunjuknya. Membuat Damar semakin semangat untuk bertemu dengan Dania. Eh.. salah, bertemu dengan teman dan sahabat maksudnya.
Bayangan mengenai semua pasang mata yang menyorotnya pun tak luput dari otaknya. Damar sempat berpikir jika beberapa siswi akan memandangnya penuh kagum. "Wah gila, tiga hari gak ketemu sama Damar ternyata doi makin ber-damage aja, ya." Begitu lah, kira-kira isi otaknya.
Semua itu hanya bayangan. Iya, sebuah khayalan cowok halu seperti dirinya yang sewaktu-waktu bisa lenyap hanya dengan kekuatan sang Mama yang sudah merampas kunci motor Damar dan menggandeng sang anak untuk masuk ke dalam mobil.
"Untung Anda ini Mama saya, loh. Coba Dikta atau Fathur, mungkin sekali tendang udah beralih planet."
Alhasil Damar pun hanya bisa pasrah kala Linda memaksanya untuk setuju jika hari ini diantar sekolah oleh kedua orang tuanya.
"Kok, ada polisi? Emang lagi ada acara, Mar?"
Damar menoleh ke belakang setelah suara Linda mengintrupsi dirinya yang sejak tadi hanya bisa terdiam.
Ia celingukan, mencari keberadaan polisi yang Linda maksud sembari menjawab pertanyaan wanita itu, "Damar gak tahu apa-apa, Ma. Baru juga masuk hari ini."
Linda pun beralih bertanya pada sang suami. "Kira-kira ada apa ya, Pa?"
"Mama nanya sama Papa, terus Papa nanya ke siapa, dong?" pungkas Tama sebelum berhenti di parkiran.
"Ya.. kali aja Papa tahu."
"Papa kan, bukan murid BM."
Jengah, Damar akhirnya segera keluar terlebih dahulu sebelum kedua orang tuanya mengikuti langkah sang anak.
Menjadi tanda tanya di benaknya, Linda pun masih berusaha mencari letak keramaian yang berada di sekolah Damar. Akan tetapi, ketika kakinya telah melangkah di sepanjang koridor, tak ada satu pun event khusus yang dilakukan oleh pihak sekolah. "Kayanya gak ada acara, deh."
"Emang gak ada," jawab Damar, singkat.
"Terus tadi, kenapa di depan gerbang dijaga sama polisi?"
"Mana Damar tahu---" Kekesalan Damar terpotong ketika mendengar teriakan dari arah berlawanan.
"Damar!"
Dua orang yang kini berlari ke arahnya, langsung memasang wajah sumringah seraya memberi salam pada Linda dan juga Tama. "Hallo Om Tama, Tante Linda."
"Hallo, Dikta, Fathur, kalian berdua apa kabar?"
"Dikta baik, Tan. Cuma Fathur doang yang agak panas."
"Monyet!" umpat Fathur pelan, sembari menoyor belakang kepala Dikta.
Alis Linda bertaut sempurna. "Fathur demam?"
"Eh.. e-enggak, Tan. Si Dikta suka ngadi-ngadi kalau ngomong."
Lagi, Dikta mendapat pelototan tajam dari Fathur. Bukannya mendelik ketakutan, pemuda itu justru menjulurkan lidahnya, meledek Fathur yang kini dibuat kesal olehnya.
Menepi terlebih dahulu dari Fathur, kini giliran Damar yang menjadi titik fokus Dikta. Dimana cowok itu begitu memperhatikan Damar dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Lo udah bisa jalan, Mar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA DANIA ✅
Teen FictionJika tidak diadakannya razia dadakan dari dewan guru beserta anggota BNN, mungkin Dania tidak akan mengetahui bila salah seorang teman dekatnya kedapatan membawa paket terlarang, yaitu narkoba. Semua kedekatan bermula dari sana. Atas rasa penasaran...