8 - Rencana Busuk

232 34 1
                                    

BAB 8

"Nih, buat lo."

Dania mendongak, ia tak berekspresi sama sekali ketika satu minuman dingin berhasil mendarat di mejanya.

"Thanks, tapi gue nggak minat," jawabnya ketus, membuat seorang cowok yang saat ini masih berdiri sembari membungkuk di samping gadis itu tersenyum miring.

"Sekali-kali traktir mantan. Nggak ada salahnya, kan?"

Damar bergerak duduk di sebelah gadis yang kini menyibukkan diri dengan ponselnya. Ia menopang dagu, mengamati lamat-lamat setiap pergerakan dari gadis itu sebelum nantinya meja yang berada di kantin digebrak secara keras.

"Nggak salah, sih. Tapi gue masih mampu buat beli sendiri, bahkan gue masih sangat mampu beliin semua murid yang ada di sini minuman yang sama."

Apakah the real tajir melintir, bisa dilihat dari kalimat tersebut? Mampu menampung segala kelaparan orang lain, bahkan mampu menyanggupi segala hal dengan maksud mentraktir teman-temannya?

Benda pipih yang sejak tadi menjadi fokusnya, ia taruh begitu saja sebelum membalas tatapan Damar, hingga keduanya hampir dibuat blingsatan dengan tatapan masing-masing.

"Tahu kok, gue tahu lo masih mampu, tapi apa salahnya nerima pemberian dari gue? Bisa jadi ini yang terakhir kali---"

"Gue udah menganggap semuanya berakhir!"

Dania bergegas dari sana, tak peduli dengan tatapan yang ditujukan padanya, yang penting ia bisa menjauh dan beralih ke arah kedua sahabatnya.

Sebuah penolakan dari hal kecil rupanya mampu membuat ulu hati Damar begitu perih. Banyak hal yang sebenarnya masih menjadi tanda tanya dalam benaknya. Harapan besar maupun impian sederhana pun tak luput dari mimpinya selama ini. Ia masih ingin bercerita banyak hal, namun mengapa harus secepat itu takdir mengakhiri kisahnya?

Damar belum siap, bayang-bayang masa lalu seakan masih terngiang-ngiang dalam mata sang kekasih yang kini telah duduk di sampingnya.

Senyumnya merekah, mengusap lembut pipi pemuda itu sebelum bertanya, "mau aku suapin nggak?"

Damar mengangguk sebagai jawaban.

Monica, entah gadis keberapa yang berhasil Damar pikat lewat tatapan teduhnya. Ia tak menargetkan siapapun, tapi tak tahu mengapa datangnya gadis yang silih berganti membuat ia dikenal sebagai seorang playboy lantaran mengiyakan ajakan mereka berpacaran atau berkencan.

Damar menganggap semua gadis itu hanya sebuah pelampiasan, ia sengaja menerima cinta mereka hanya karena mencari bayangan Dania dalam kedua matanya.

"Mau minum nggak?"

"Boleh." Masih tetap menatap gadis di sebelahnya dengan senyum hangat, ia genggam jemari Monica guna meyakinkan jika saat ini dirinya tengah bermimpi.

Damar merasa jika dirinya terjebak dalam alam mimpi lantaran tak menemukan Dania berada di sebelahnya. Mengusap bercak makanan di sudut bibirnya, mengusap keringat pada pelipisnya, hingga mengarahkan sedotan agar memudahkan pemuda itu untuk meminum jus pesanannya.

"Makasih, Dania."

Monica terdiam, mulutnya mengatup sempurna sembari meletakkan gelas minuman itu di atas meja. Ia menatap Damar begitu serius, "Dania? Kamu masih terbayang-bayang sama Dania?"

Damar merutuki dirinya sendiri dan juga mulut sialannya satu itu lantaran tak bisa menyeimbangkan kalimat yang hendak keluar ketika bertemu dengan sang kekasih.

"E-enggak, Monica. Kamu salah dengar, aku sama sekali nggak sebut nama Dania."

"Kamu pikir aku tuli? Kamu pikir telinga aku nggak berfungsi dengan sempurna? Aku bisa denger, Mar. Aku bisa denger waktu kamu sebut nama Dania dan bilang terima kasih ke dia. Apa kamu masih menganggap jika orang yang saat ini berada di sebelah kamu adalah Dania?!"

DUNIA DANIA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang