33 - Nugas, Kuy

74 7 0
                                    

BAB 33

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAB 33

Tatapannya kosong, sorot matanya lurus ke arah depan dengan satu tangannya menumpu dagu. Terlihat tengah melamun dengan pikiran yang berkecamuk di kepalanya.

Sementara itu tiga orang pemuda yang sejak tadi sibuk meributkan kertas serta laptop, sama sekali tak membuat gadis dengan surau dikuncir kuda tersebut telonjak kaget ataupun mendekat guna bertanya, "udah selesai kerjain tugasnya?"

Dania masih terdiam di posisi duduknya dengan kaki menyilang. Ia sama sekali tak melirik tiga pemuda di sampingnya sekalipun sebuah deheman pertanda sindiran telah dilayangkan oleh salah satunya.

"Kalau nggak kasih effort apa-apa untuk kelompok ini, mending pergi aja, deh," celetuk Damar sembari melempar sebuah kertas yang telah ia remas menjadi bola kecil.

"Apaan sih, lo?" gerutu Dania pelan, memungut kertas tersebut dan kembali melemparnya ke arah Damar.

"Oh.. balas dendam? Oke, gue ladenin!"

Dengan begitu menggebu, Damar segera menyambar buku yang Dikta bawa. Merobek bagian belakang yang tak terdapat tulisan penting, lalu meremas, membentuk bola-bola kecil, dan melemparnya ke arah Dania secara beruntun.

"Damar!! Sialan lo, ya!"

Dania tak mau kalah, dirinya ikut melempar kembali kertas yang telah Damar hujam padanya. Ia tak mau kena serangan sendirian, harus ada pembalas meskipun dua orang yang saat ini tengah melindungi kepala masing-masing mulai berkilat marah dan menggebrak meja secara kasar.

Brak!

Seketika Damar turun dari kursinya, sementara Dania langsung terdiam sembari menunduk.

Fathur menatap nyalang kedua sejoli itu, "kalian berdua bisa nggak sih, serius sedikit? Deadline udah di depan mata tapi kerjanya cuma bercanda terus. Kapan tugas kita selesai kalau kalian kaya gini terus?!"

Amarah Fathur rupanya membuat nyali Damar menciut. Ia sama seperti orang lain yang ketakutan kala diberi nada tinggi, terlebih oleh sahabatnya sendiri, rasa bersalah semakin bersarang dalam benaknya.

"Kalau nggak bisa bantu, setidaknya diam! Atau kalau perlu cabut aja dari sini!"

Nampaknya kalimat tersebut merupakan ancaman terakhir yang Fathur lontarkan sebelum kembali duduk dan fokus dengan laptop di depannya.

"Rasain, dimarahin kan, sama Fathur," ledek Dikta, dengan suara pelan sembari berpura-pura sibuk buka tutup buku di depannya.

Damar mendengus, sementara Dania mulai sadar diri dan meminta maaf pada Fathur karena setelahnya gadis itu nampak semangat ketika mengambil alih laptop dan mengetik beberapa kalimat yang Fathur dikte.

DUNIA DANIA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang