Rumah duka.
Di sini lah mereka sekarang.. Orang tua Mingyu dan Mingyu membantu untuk melayani para tamu yang memberi penghormatan terakhir untuk orang tua Wonwoo.
"Di konfirmasikan jika.. Badan pesawat sudah di temukan, namun hanya puing saja yang di dapat, beberapa pakaian korban dan kartu identitas. 80% di perkirakan korban meninggal dunia."
Wonwoo hanya duduk diam di depan kedua foto orang tua yang tersenyum.
Matanya tak berhenti menatap foto itu. Semua kenangan tentang ayah dan ibunya terputar begitu saja, ia tak menyadari jika Caibing berada di sampingnya.
"Lihatlah, putra kita sangat cocok memakai seragam dokter." Ucap ayah Wonwoo saat dia memperlihatkan jas dokter dari video call.
"Tentu saja, aku lebih tampan kan? Putra ayah sudah menjadi dokter," Jawab Wonwoo.
Sang ibu tersenyum bangga, seolah dia akan memeluk Wonwoo dari jauh.
"Aku ingin pulang dan memelukmu,"Wonwoo tersenyum,
"Kalian bisa pulang kapan pun itu," Wonwoo tersenyum.
"Aku juga merindukan kalian," Lanjutnya.Ibu Wonwoo terlihat menitikan air matanya.. Ia juga merindukan putranya itu.
Caibing mengusap bahu Wonwoo ketika ia melihat pria itu memalingkan wajahnya dan menunduk.
Sejak kemarin Wonwoo tidak merespon siapapun.. Dia hanya diam dan menyembunyikan rasa sedihnya.
Caibing memeluknya.. Berharap Wonwoo tenang.. Hanya ini cara agar Wonwoo tidak merasa sendirian sekarang..
Pesan dari : Choi Yujin
Aku sudah sampai.. Aku akan masuk,
Dia hanya membaca pesan itu, ia membawa Wonwoo ke pelukanya lagi.. Tidak menolak.. Justru Wonwoo semakin memeluk erat Caibing.
Yujin sampai di sana, dan dia bertemu Mingyu,
"Oh, Yujin-ssi.."
Yujin tersenyum,
"Maaf aku baru saja datang.. Pekerjaan kantor tidak bisa di tinggalkan..""Tidak masalah.." Jawab Mingyu,
"Kalau begitu.. Aku akan masuk," Yujin memasuki ruangan dimana ada Caibing dan Wonwoo disana..
Yujin menatap ke arah Caibing yang tersenyum melihatnya.
Caibing mengangguk seolah mengatakan, terima kasih sudah datang..
Setelah memberikan penghormatan terakhir, Yujin pun pergi menemui Mingyu.
"Aku sudah mendengar semuanya dari Caibing.. Apakah.. Benar jika tidak ada korban yang selamat..?"
Mingyu mengangguk,
"Tidak mungkin selamat.. Puing yang di temukan adalah potongan badan pesawat.. Itu seperti ledakan.."Yujin dan Mingyu terdiam.
Mereka mungkin akan kehilangan sifat Wonwoo yang ceria untuk waktu yang tidak bisa di tentukan..
Mingyu keluar dari kamar miliknya, Caibing menatap Mingyu.
"Wonwoo baik-baik saja kan?"Setelah satu hari lebih Wonwoo tidak bicara dan hanya menangis.. Setelah upacara penghormatan terakhir bersama anggota keluarga korban yang lain di bandara Wonwoo pingsan.. Mereka semua panik dan membawa Wonwoo kembali ke rumah Mingyu.
"Tidak apa-apa.. Dia butuh istirahat.." Jawab Mingyu, helaan nafas lega keluar dari mulut Caibing.
"Caibing-ssi.. Jika kau mau bisa menggunakan kamar tamu disini," Ucap Ibu Mingyu mengusap tangan Caibing.
"Tidak perlu bibi.. Sebaiknya aku pamit.. Aku akan kemari besok," Ia tersenyum.
"Aku antar.." Tawar Mingyu, Caibing mengangguk.
Di perjalanan keduanya diam, sampai Mingyu membuka pembicaraan.
"Sejak kecil orang tua Wonwoo selalu sibuk bekerja.. Walau begitu Wonwoo tidak pernah kekurangan rasa kasih sayang.." Ucap Mingyu.Caibing mengangguk samar..
Dia merindukan ibu nya yang ada di Beijing. Ibunya yang menyuruh Caibing pergi.. Karena ayahnya selalu meneriaki Caibing atau bahkan memukulnya.. Rindu? Tentu saja.. Dia hanya bertukar kabar sesekali.. Jika ayahnya tau dia ada di korea.. Pasti ayahnya sudah datang kemari..
Dia belum menceritakan hal ini pada Wonwoo..
"Aku harap.. Kau bisa membuat Wonwoo merasa tenang dengan keadaan ini.. Hanya kau yang dia miliki.. Kau tau? Wonwoo benar-benar menyukaimu.. Dia tidak main-main.." Lanjut Mingyu.
"Aku tau.. Aku akan berusaha menghiburnya.. Jangan khawatir.."
"Terima kasih Caibing-ssi.. Aku bisa mengandalkanmu.."
Caibing tersenyum.
Wajar Mingyu mengatakan itu.. Dia adalah orang yang pertama setuju dengan hubungan Wonwoo dan Caibing.. Sebagai sahabat Mingyu juga menilai Caibing untuk Wonwoo, dan itu adalah nilai sempurna.
Ke esokan paginya Wonwoo terbangun.. Ia menatap sekeliling ruangan itu. Bukan kamar miliknya.
Ia menatap foto yang ada di nakas, itu foto Mingyu.
Ia bangun perlahan dan duduk membelakangi pintu.. Menatap cahaya matahari yang masuk melalui tirai transparan di kamar itu.
Ia melamun..
Ia berharap ini hanyalah mimpi..
Ia berharap bangun dari mimpinya..
"Ini hanya mimpi.." Gumamnya pelan.
Mimpi dimana saat ia bangun, ia akan bertemu ayah dan ibunya lagi.
"Ini hanya mimpi.."
"Ini hanya.." Seakan tenggorokanya tercekat.. Dia menunduk dalam.. Air matanya tak berhenti untuk keluar.. Jika di hitung sudah dua hari namun air matanya tidak kering..
Dia memeluk kedua lutunya, menyembunyikan wajahnya di sana, dia memendam rasa sedih itu sendirian.. Walau ia tau di rumah itu dia tidak sendiri.
Wonwoo hanya akan menangis karena dua hal. Cinta dan orang tuanya. Pria yang tulus mencintai dan pria yang sangat menyayangi orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whisper Wind
Random"Aku hanya akan mencintai satu wanita dalam hidupku. Yaitu dirimu." - Jeon Wonwoo. "Bagaimana aku bisa yakin dengan perasaanmu?." - Caibing