9.1 🌼

12 3 0
                                    

Wonwoo baru saja akan menelpon istrinya, namun panggilan Caibing yang muncul lebih dulu.

"yeobo.. ada apa?" ucap Wonwoo dengan tersenyum, namun senyuman itu memudar saat suara di seberang telepon bukanlah istrinya.

"kami dalam perjalanan membawa istri anda ke rumah sakit.. sekarang dia tidak sadarkan diri dan sepertinya mengalami pendarahan.."

Wonwoo terdiam, mendengar kata pendarahan.. sudah pasti terjadi sesuatu yang serius dengan Caibing dan calon bayinya.

"aku akan kesana.." Tanpa mematikan sambungan telepon, Wonwoo berlari masuk ke dalam lift dan pergi ke arah ugd, benar saja, saat dia sampai, sebuah ambulance juga datang.

Beberapa perawat dan petugas sedang membawa Caibing untuk di periksa, Wonwoo ingat jelas warna gaun itu sebelum berangkat bekerja.. gaun berwarna biru langit itu sudah bersimbah darah..

Wanita paruh baya itu mendekati Wonwoo dan memberikan tas, serta ponsel milik Caibing.

"kau suaminya?"

Wonwoo mengangguk, ia terus saja menatap pintu pemeriksaan.

"apa yang terjadi..?" lirih Wonwoo.

"aku mendengar suara teriakan dari tangga darurat, lalu istrimu keluar dari sana sambil terjatuh, lenganya sudah robek dan berdarah, dia bilang seseorang ingin membunuhnya," jelasnya.

Apa.. Caibing berhalusinasi jika melihat ayahnya? tapi.. bagaimana dia bisa melukai diri sendiri jika tidak membawa benda tajam?

"apa.. security sudah menyelidikinya?"

"tentu saja, mereka langsung mencari orang di lihat istrimu ke arah tangga, mereka juga akan memeriksa cctv, karena beberapa lantai cctv sedang dalam perbaikan.."

Wonwoo merasa sesak.. siapa yang ingin membunuh Caibing?

Tak lama, dokter keluar dari ruang pemeriksaan.
"bagaimana keadaan istriku?" tanya Wonwoo dengan khawatir.

"maaf sekali dokter.. istrimu kehilangan calon bayinya.."

Deg.

Wonwoo merasa lemas.. calon bayi yang ia nantikan.. adik dari Minwoo yang ia tunggu.. dia harus kehilanganya..

"bagaimana dengan istriku..?" tanya Wonwoo,

"kondisinya masih lemah, tapi dia akan segera sadar jika obat biusnya sudah hilang,"

Tanpa menjawab, Wonwoo masuk ke dalam ruangan itu.

Di lihatnya Caibing terbaring lemah dengan pakaian rumah sakit.

"Im Caibing.. apa yang sudah terjadi padamu.. katakan sesuatu.." lirih Wonwoo, dia menggenggam tangan Caibing dan menunduk, ia harus kuat untuk Caibing.. dia harus menguatkan Caibing.

Tak berselang lama, lenguhan pelan terdengar dari Caibing.

"kau sudah sadar..?" tanya Wonwoo mengusap lembut kepala Caibing.

Caibing menatap Wonwoo, berusaha mengingat kenapa dia ada disini..

"Wonwoo.." lirihnya.

Ia menatap ke arah perutnya yang rata, rasanya ringan.. tidak seperti dia sedang mengandung usia 3 bulan.

"bayi kita.." ia merasa panik.

Wonwoo langsung memeluknya, meredam tangisan Caibing yang pilu.
"tidak.. dia baik-baik saja kan? aku tidak kehilangan dia kan..? Wonwoo.. katakan sesuatu.." Caibing memberontak dalam pelukanya.

Wonwoo hanya memejamkan mata.. berharap Caibing berhenti menyalahkan dirinya.

"tidak mungkin.. hiks.. dia.. dia yang membunuh bayiku.. dia yang membunuhnya.."

Wonwoo masih memeluk Caibing,
"apa yang kau lihat.. mungkin kau tidak sadar dan terjatuh di tangga.."

Keraguan dari mulut Wonwoo..

Dan cerita yang tidak bisa di percaya..

"aku tidak bohong!.. dia mengikutiku.. dia ingin membunuhku!" teriak Caibing, dia mendorong Wonwoo sehingga pelukanya terlepas.

"Caibing.."

"kau tidak percaya padaku..?" Caibing menatap Wonwoo dengan sedih.

"apa kau.. menganggapku.. gila..?"

Wonwoo mengatupkan bibirnya.
Bagaimana bisa kalimat itu keluar darinya.. dia percaya pada Caibing tapi.. penyakit yang di deritanya juga menyebabkan halusinasi.

Jadi.. mana yang harus dia percaya?

Whisper Wind Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang