9.0 🌼

13 3 0
                                        

Wonwoo terlihat gelisah saat dokter Yun memeriksa berkas pemeriksaan Caibing.

Dokter menghela nafasnya,
"aku sudah memahami semuanya.. jadi istrimu memiliki trauma soal masa lalunya? dan akhir-akhir ini dia bilang melihat ibu dan ayahnya yang ingin.. membunuh dirinya?"

Wonwoo mengangguk pelan,
"aku akan bicara padanya untuk melakukan terapi.."

Wonwoo terdiam,

Dokter Yun menatap Wonwoo,
"skizofrenia.. itu bukan hal instan yang bisa di sembuhkan.. dia juga membutuhkan pendamping, kau bilang kau juga memiliki seorang putra berumur 11 bulan bukan? bagaimana kau bisa meninggalkanya sendirian seperti itu.."

"aku bilang padanya untuk langsung pulang setelah pemeriksaan ini.. aku akan membuat janji denganmu sebelum terapi.."

"kau tau? itu sangat beresiko.. dia juga sedang mengandung.. stresnya pasti akan semakin memburuk,"

Wonwoo tersenyum tipis,
"aku akan melakukan apapun untuk istriku.. aku juga merasa sangat bersalah membawanya pergi bersamaku.."

Dokter Yun menepuk bahu Wonwoo,
"aku tau bagaimana perasaanmu.."

Wonwoo mengangguk dan menatap kosong cincin pernikahanya.

Bagaimana bisa dia tidak memikirkan ini sebelumnya.. membangkitkan rasa takut itu pada Caibing.. membuatnya selalu merasa di awasi setiap saat.

Caibing baru saja mengantar Minwoo dari tempat penitipan anak.

Ia kembali ke apartemen, namun saat ia kembali, ternyata petugas sedang memperbaiki lift.. dan terpaksa dia harus menaiki tangga.

Saat ia sampai pada lantai 2, seseorang ikut berjalan di belakangnya.

Awalnya Caibing tidak peduli, tapi sesekali pria itu mengeluarkan suara-suara aneh yang membuatnya gusar, ia menatap pria itu, namun dia berhenti, dengan hoodie yang menutup wajahnya.

Siapa dia?..

Merasa tak bisa mengenalinya, Caibing berjalan semakin cepat.

Dan seseorang itu juga semakin cepat mengikutinya.

Dan..

Bruk!

Pria itu menahan Caibing ke arah dinding.
"lepas! apa yang kau lakukan?! tolong! mmpph!" teriak Caibing karena lehernya di tahan dengan lengan pria itu.

"diam!" bentaknya.

Caibing berusaha memberontak, tapi dia tidak bisa melakukan apapun..

Pria itu mengeluarkan pisau dari sakunya, kedua mata Caibing melebar saat ia tau bahwa sebuah pisau menuju ke arah dirinya.

Caibing menggigit jari pria itu yang berada di mulutnya.

Pria itu kesakitan, dan Caibing naik kembali menuju lantai atas, ia masih berteriak dan membuka pintu darurat.

Brak!

Caibing terjatuh bersamaan dia membuka pintu itu.

"tolong.. tolong aku.." teriaknya dengan histeris, beberapa orang yang ada disana melihat Caibing dengan wajah ketakutan itu langsung menghampirinya.

"nona? kau baik-baik saja? apa yang terjadi?" seorang wanita memeluknya.

"pria.. pria itu ingin membunuhku.. dia.." Caibing tak bisa berbicara.. dan beberapa orang berlari ke arah tangga dan mencarinya.

"tenangkan dirimu nona.. kau aman sekarang.." ucap seseorang yang menolongnya.

"oh? darah.." wanita yang menolong Caibing melihat darah yang ada di antara kaki Caibing.

Caibing yang melihat itu merasa panik.
"tidak.. tidak mungkin.." ia tidak merasakan apapun di perutnya.

"aku akan panggil ambulance!"

"nona.. apa kau.."

Bukanya menjawab, Caibing menunduk lemas dan memegangi perutnya.

Bagaimana jika dia tidak bisa mempertahankan calon bayinya..?

Whisper Wind Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang