Bab 32 : Larva

179 32 1
                                    

"Ugh... Uhukk... Uhukk..."

"Awan panasnya sudah sampai disini."

Mereka tampak khawatir terutama Luca. Aku mencoba bangun, kenapa mereka masih di sini?

"Batunya sangat besar. Kami kesusahan."

Semua orang gelisah itu yang kulihat, aku mencoba untuk bangun. Dimana batu itu?

"Trea!" Tuan Vincent nampak terkejut. Efek setrumnya masih terasa ditubuhku.

"Menyingkirlah!"

Mereka semua menyingkir dan pergi. Aku berlari cukup jauh mengambil ancang-ancang dan menabrakkan diri ke batu besar. Batunya jatuh menimbulkan efek asap yang mengepul.

"Uhukk..."

Ada jalan lainnya!

Aku berlari lagi ke depan, cukup jauh sampai aku menemukan batu lagi. Aku mengambil ancang-ancang dan menabrak lagi batu lainnya sampai untuk yang ke lima kalinya. Secercah cahaya muncul perlahan. Aku berlari dan menemukan jalan hutan. Apa mungkin disana ada danau? Bisa saja, mungkin ini jalan ke danau milik Redland. Dia atas sana langit mengelap diikuti larva yang turun. Mereka harus berjalan lagi ke Redland. Di sana mereka akan aman.

Jika dihitung jalan ini hampir 25 km, setiap batu menandakan 5 km. berarti ini jalan pintas yang strategis. Mereka akan aman jika melewati jalan ini.

Aku kembali berlari, rasanya sangat cepat menuju ke dalam sana lagi.

"Cepat, disana ada jalan!"

"Cepat masuk semua!" Tuan Vincent mengomando.

Aku merebahkan diriku, udara sangat panas di dalam sini. Apa teman-temanku selamat? Aku memcoba mencari jalan lainnya, di bawah sana ada lubang cukup dalam. Ke arah mana itu?

"Trea!"

Luca berteriak keras.

Aku melihat Simon yang berjalan terakhir.

"Simon, tolong bantu aku!"

"Apa?" Nadanya sangat dingin.

"Jangan pernah menoleh ke belakang, teruslah jalan ke depan!"

Dia masuk.

Aku mengambil batu terbesar dan mendorongnya menutup pintu. Jika larva itu masuk kemari, mereka akan aman sampai akhir. Kuharap mereka selamat sampai akhir.

"Trea!!!"

Luca terus berteriak di dalam sana.

"Simon!"

Aku berteriak cukup keras, aku harus menemukan teman-temanku. Aku sedikit takut akan mati terpanggang. Aku mencoba sekuat tenaga, aku meloncat ke bawah.

Byurrr ..

Ini aliran air!

Aku menggapai permukaan, arusnya sangat deras membawaku hanyut didalamnya.

Semakin lama airnya semakin deras. Aku mencoba meraih sesuatu agar tak semakin tenggelam dengan air.

"Hah..."

Tanganku meraih akar pohon yang keluar dari sela-sela tanah. Memanjatnya dan memeriksa sekitar. Ini aliran cukup deras. Mirip sungai bawah tanah yang cukup terang. Di ujung sana, aku bisa melihat cahaya kemerahan.

Udaranya sangat panas, namun air ini mampu mendinginkan keadaan.

Sedikit demi sedikit aku berjalan ditepian, cahaya itu...

"Astaga!"

Di sana, sebuah aliran larva terpampang nyata. Menghanguskan seluruh Blackland sekejap mata.

Fanfare ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang